Kisah Inspiratif Ipda Ristiani: Polisi Wanita yang Mendirikan Panti dan PAUD Gratis di Perbatasan NTT

Kuatbaca.com-Di balik seragamnya sebagai anggota kepolisian, Ipda Ristiani Densy Doko menunjukkan sisi kemanusiaan yang luar biasa. Bersama sang suami, Aipda Nikodemus Dubu, ia mendedikasikan hidupnya untuk membantu anak-anak kurang mampu di daerah perbatasan Indonesia-Timor Leste. Melalui Yayasan Gracia Hati Mulia, pasangan polisi ini membangun panti asuhan dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) gratis yang kini menjadi harapan baru bagi puluhan anak di Atambua Selatan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
1. Awal Mula Berdirinya Yayasan Gracia Hati Mulia
Langkah besar Ipda Ristiani dimulai dari pengalaman hidup yang sangat pribadi. Ia pernah mengalami kondisi kesehatan yang buruk hingga sempat dinyatakan sulit untuk pulih. Namun, takdir berkata lain. Saat kesehatannya membaik, ia dan suami memutuskan untuk menepati nazar mereka: mendirikan yayasan sosial yang membantu mereka yang kurang beruntung. Dari situlah lahir Yayasan Gracia Hati Mulia pada
tahun 2019, yang menaungi panti asuhan serta sekolah PAUD gratis untuk anak-anak kurang mampu.
Gagasan ini bukan sekadar bentuk syukur, tetapi juga cerminan kepedulian terhadap realitas sosial di perbatasan. Dengan kondisi ekonomi masyarakat yang serba kekurangan, pasangan ini menyadari bahwa banyak anak-anak tidak memiliki akses terhadap pendidikan maupun tempat tinggal yang layak.
2. Menjadi Ibu Asuh bagi Puluhan Anak
Kini, Yayasan Gracia Hati Mulia menaungi 67 anak kurang mampu dan yatim piatu. Sebanyak 13 anak tinggal secara penuh di panti asuhan, sementara sisanya tinggal bersama keluarga mereka, tetapi tetap mendapatkan bantuan bulanan dari yayasan. Bantuan tersebut mencakup kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, uang sekolah, dan perlengkapan belajar lainnya.
Perhatian yang diberikan Ipda Ristiani dan suaminya tidak berhenti di urusan logistik semata. Mereka juga membentuk ikatan emosional dengan anak-anak asuhnya, menjadi figur orang tua yang penuh kasih di tengah keterbatasan. Meskipun mereka berdua bukan orang kaya, keikhlasan dan komitmen membuat mereka terus berjuang memenuhi kebutuhan seluruh anak asuhnya.
3. PAUD Elshaddai: Pendidikan Gratis di Ujung Negeri
Selain panti asuhan, yayasan ini juga mengelola PAUD Elshaddai yang kini telah menampung lebih dari 90 anak didik. Sekolah ini hadir sebagai solusi nyata bagi keluarga miskin yang sebelumnya tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka. Semua fasilitas di PAUD tersebut disediakan secara gratis, mulai dari pendaftaran, uang sekolah, seragam, hingga buku pelajaran. Para guru di PAUD Elshaddai juga memiliki latar belakang pendidikan formal yang sesuai, yakni lulusan sarjana PG-PAUD, sehingga kualitas pendidikan tetap terjaga.
Meski belum memiliki donatur tetap, operasional PAUD ditopang dari hasil menyisihkan gaji pribadi pasangan suami istri ini, serta dari hasil sewa kos-kosan milik mereka. Dalam satu semester, biaya yang dikeluarkan untuk operasional mencapai lebih dari Rp 20 juta, termasuk untuk seragam dan perlengkapan belajar. Untuk menambah insentif guru, yayasan juga memberikan tambahan honor meskipun sudah mendapat dukungan
kecil dari Dinas Pendidikan setempat.
4. Harapan untuk Masa Depan Anak-Anak Perbatasan
Ipda Ristiani memiliki visi besar untuk anak-anak di wilayah perbatasan RI-RDTL. Ia ingin memastikan bahwa mereka tidak tertinggal dari anak-anak di wilayah lain, khususnya Pulau Jawa. Pendidikan menjadi kunci utama untuk membuka masa depan yang lebih cerah. Oleh karena itu, ia terus berjuang agar anak-anak di
Belu dapat mengakses pendidikan sejak usia dini tanpa terkendala biaya.
Kepedulian ini juga mulai menginspirasi rekan-rekan polisi lainnya di Polres Belu. Beberapa di antaranya ikut memberikan bantuan dalam bentuk uang atau sembako. Meski tidak rutin, bantuan ini menjadi bentuk dukungan moral atas perjuangan Ipda Ristiani dan suaminya.
Dengan ketulusan dan semangat tanpa pamrih, Ipda Ristiani telah membuktikan bahwa seorang anggota polisi tidak hanya berperan menjaga keamanan, tetapi juga bisa menjadi penggerak perubahan sosial yang nyata. Ia bukan hanya ibu bagi tiga anak kandungnya, tetapi juga menjadi ibu bagi puluhan anak asuh yang kini memiliki harapan baru di tengah keterbatasan.