Kasus Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UGM, Edy Meiyanto: Sebuah Keprihatinan

7 April 2025 13:14 WIB
ilustrasi-pelecehan-seksual_169.jpeg

Kuatbaca.com- Kasus kekerasan seksual yang melibatkan Edy Meiyanto, seorang Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa dia terancam dipecat dari jabatannya. Edy diduga melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap salah satu mahasiswi, yang menyebabkan kecaman keras dari masyarakat, khususnya dalam dunia pendidikan. Kasus ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang mendesak agar tindakan tegas diambil terhadap pelaku.

Ketua Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian, menyatakan keprihatinannya terhadap tindakan Edy yang dilakukan oleh seorang pendidik dengan jabatan akademik tertinggi. Menurut Hetifah, tindakan semacam ini harus mendapatkan hukuman yang setimpal agar memberikan efek jera. Dalam hal ini, ia juga mengusulkan agar Edy Meiyanto diblacklist atau Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN)-nya dicabut, sehingga dia tidak dapat mengajar di perguruan tinggi lainnya. Langkah ini diharapkan bisa memberikan pelajaran kepada semua pihak bahwa tindakan kekerasan seksual tidak akan dibiarkan begitu saja, terutama yang melibatkan pihak-pihak yang seharusnya menjadi panutan, seperti dosen atau guru besar.

1. Desakan Agar Pelaku Dihukum Berat

Kasus ini menjadi sebuah pukulan berat bagi dunia pendidikan, mengingat pelaku adalah seorang yang memiliki kedudukan tinggi di UGM. Dalam menanggapi hal ini, Hetifah Sjaifudian mengungkapkan bahwa dirinya sangat menyesalkan peristiwa kekerasan seksual yang melibatkan seorang dosen berstatus guru besar. Ia berharap agar Edy Meiyanto dihukum dengan sanksi yang tegas, yang diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku dan mencegah kejadian serupa di masa depan.

"Dosen atau guru besar seharusnya menjadi contoh yang baik bagi mahasiswanya. Ini adalah tindakan yang sangat tidak pantas, dan harus mendapat perhatian serius," ujar Hetifah dalam keterangan tertulis. Ia menambahkan bahwa kekerasan seksual dengan modus bimbingan seperti yang diduga dilakukan oleh Edy Meiyanto harus segera dihentikan. Kasus ini, menurut Hetifah, bisa menjadi contoh bagi perguruan tinggi lainnya untuk lebih memperketat pengawasan dan mencegah kekerasan seksual di lingkungan akademik.

2. Latar Belakang Kasus dan Penanganan oleh Satgas PPKS

Kasus kekerasan seksual ini mulai terungkap sekitar tahun 2023 lalu dan dilaporkan pada 2024 oleh pihak yang terlibat. Pihak Universitas Gadjah Mada, melalui Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), segera menindaklanjuti laporan tersebut. Satgas PPKS melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap Edy Meiyanto untuk memastikan adanya pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku di UGM. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Edy melanggar Pasal 3 Ayat 2 dalam Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UGM.

Sekretaris UGM, Andi Sandi, menjelaskan bahwa setelah melalui proses pemeriksaan yang cukup panjang, Satgas PPKS merekomendasikan agar Edy dikenai sanksi dengan kategori sedang hingga berat. Menurutnya, sanksi tersebut bisa beragam, mulai dari skorsing hingga pemberhentian tetap sebagai dosen di UGM. Keputusan tersebut menunjukkan komitmen UGM dalam menanggapi kasus kekerasan seksual dengan serius, serta memberikan penegakan hukum yang adil.

3. Proses Hukum dan Sanksi yang Diharapkan

UGM sebagai institusi pendidikan terkemuka memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas dan menciptakan lingkungan yang aman bagi mahasiswanya. Setelah dilaporkan, pihak universitas segera menindaklanjuti kasus ini dengan melakukan investigasi internal. Selain itu, proses hukum terhadap Edy Meiyanto juga dipastikan akan berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku, baik dari pihak kampus maupun aparat penegak hukum.

Dengan adanya desakan dari berbagai pihak, termasuk DPR, diharapkan sanksi yang diberikan kepada Edy Meiyanto bisa memberikan pesan yang jelas bahwa kekerasan seksual dalam bentuk apapun tidak bisa ditoleransi. Pemberian sanksi yang tegas juga diharapkan bisa menjadi contoh bagi pendidik lainnya untuk bertindak sesuai dengan etika profesi dan menjaga moralitas dalam lingkungan pendidikan.

Kasus ini juga membuka mata banyak pihak tentang pentingnya sistem pengawasan yang lebih ketat di perguruan tinggi. Selama ini, banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan tinggi namun tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Oleh karena itu, perlu ada peningkatan dalam hal pengawasan terhadap interaksi antara dosen dan mahasiswa, serta penyediaan saluran pengaduan yang aman bagi korban kekerasan seksual.

Pihak UGM pun menyatakan akan memperkuat sistem yang ada untuk mencegah kasus serupa terulang. Selain itu, mereka berkomitmen untuk lebih aktif dalam memberikan edukasi kepada mahasiswa dan dosen mengenai pentingnya pencegahan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kasus kekerasan seksual tidak hanya dapat diminimalisir, tetapi juga dapat mencegah trauma yang mungkin terjadi pada korban.

Fenomena Terkini






Trending