Kuatbaca.com - Sebuah kapel yang terletak di Gandul, Kecamatan Cinere, Depok, mengalami kejadian tak mengenakkan ketika puluhan individu mendatanginya dan melakukan aksi penolakan dengan cara menggedor bagian depan gerbang bangunan tersebut. Kejadian ini berlangsung pada pagi hari, sekitar pukul 07.00 WIB, dan menjadi sorotan warga sekitar.
Kapel yang menjadi sasaran adalah tempat jemaat GBI Cinere Bellevue mengadakan ibadah rutin setiap minggu. Arif Syamsul, salah satu pengurus gereja, memberikan penjelasan terkait insiden tersebut. Menurutnya, kelompok yang mendatangi kapel terdiri dari sekitar 50 orang yang hadir dengan pakaian khas, termasuk memakai serban.
Kapel di Gandul ini sejatinya merupakan bangunan ruko berlantai tiga yang telah disewa oleh jemaat GBI Cinere Bellevue selama dua bulan terakhir. Arif menyebutkan bahwa sebelum mereka pindah ke Gandul, jemaat sebelumnya beribadah di wilayah Cinere, Pangkalan Jati. Namun, dikarenakan kontrak sewa yang berakhir, jemaat memutuskan untuk pindah ke Gandul.
Proses pemindahan lokasi ibadah ini, ternyata tak berjalan mulus.
Saat jemaat meminta izin untuk beribadah di Gandul, mereka mendapati beberapa hambatan, terutama dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) setempat. LPM mengajukan syarat yang harus dipenuhi oleh jemaat, yaitu pengumpulan 60 tanda tangan dan KTP warga setempat sebagai persetujuan. Meski jemaat berhasil memenuhi persyaratan tersebut dengan mendapatkan 80 tanda tangan, tetapi menurut LPM, sebagian KTP berasal dari DKI Jakarta dan Limo, bukan asli warga Gandul.
Setelah melewati berbagai hambatan, jemaat akhirnya bisa menggelar ibadah perdana di Gandul pada Minggu, 10 September, dengan pengawalan aparat keamanan. Namun, setelah ibadah perdana tersebut, LPM kembali mengajukan syarat baru, yaitu restu dari Wali Kota Depok. Selain itu, mereka juga meminta agar ibadah di kapel dihentikan sementara selama dua minggu.
Karena insiden penyerangan dan berbagai hambatan yang dihadapi, jemaat memutuskan untuk tidak menggelar ibadah fisik pada Minggu, 17 September. Sebagai alternatif, ibadah akan dilakukan secara daring atau streaming.
Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya toleransi dan pengertian di tengah masyarakat. Semoga dengan berjalannya waktu, semua pihak dapat menemukan solusi yang terbaik untuk kepentingan bersama.
(*)