Job Fair Cuma Formalitas? Banyak Perusahaan Ikut Karena Terpaksa

3 June 2025 17:40 WIB
baru-lulus-atau-kena-phk-coba-cari-kerja-di-sini-1745934490356_169.jpeg

Kuatbaca - Di balik semaraknya gelaran job fair yang rutin diadakan di berbagai daerah, terselip ironi yang tak banyak diketahui publik. Di banyak kawasan industri, terutama yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi lokal, sejumlah perusahaan ternyata tak benar-benar datang dengan niat membuka lowongan pekerjaan. Mereka hadir semata karena “didorong” oleh pemerintah daerah.

Dorongan tersebut tak selalu berupa kewajiban tertulis, namun lebih bersifat tekanan moral atau diplomatis—seolah-olah jika tidak ikut, perusahaan dianggap tidak mendukung program pemerintah atau menutup akses kerja sama strategis. Alhasil, partisipasi sejumlah perusahaan dalam bursa kerja ini hanya menjadi rutinitas simbolik yang jauh dari tujuan awal: membuka akses kerja yang nyata bagi pencari kerja.

Bursa Kerja Tanpa Perekrutan Sungguhan

Alih-alih menjadi ruang pertemuan antara tenaga kerja dan perusahaan, banyak job fair justru berubah menjadi panggung formalitas. Tidak sedikit perusahaan yang datang tanpa niat merekrut tenaga kerja secara langsung. Tidak ada proses wawancara, tidak ada penilaian keterampilan, hanya meja-meja pameran dan brosur informasi yang kemudian ditinggalkan begitu saja oleh pencari kerja yang kecewa.

Beberapa peserta job fair bahkan mengaku hanya diminta mengisi formulir, yang kemudian tidak pernah ditindaklanjuti. Dalam banyak kasus, posisi yang ditawarkan hanya sebatas "template" yang sama dari tahun ke tahun, tanpa kejelasan apakah benar-benar tersedia atau tidak.

Peraturan Ada, Tapi Tak Menyentuh Esensi

Padahal, pemerintah pusat telah menetapkan aturan dalam Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2023 tentang Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri. Dalam regulasi itu, perusahaan diminta secara terbuka menyampaikan kebutuhan tenaga kerja, mulai dari jabatan, jumlah, syarat usia, hingga rincian gaji dan lokasi kerja. Semua informasi tersebut idealnya harus dilaporkan melalui platform SIAPkerja milik Kementerian Ketenagakerjaan.

Namun, dalam praktiknya, tidak semua perusahaan sungguh-sungguh menjalankan kewajiban ini. Ada yang hanya sekadar memenuhi laporan administrasi tanpa niat membuka perekrutan nyata. Di sisi lain, platform SIAPkerja yang seharusnya menjadi penghubung utama antara pencari dan pemberi kerja juga belum sepenuhnya terintegrasi dalam kegiatan job fair yang berlangsung di berbagai daerah.

Bursa Kerja Online Jadi Solusi?

Dengan kemajuan teknologi digital, pertanyaan besar muncul: apakah job fair offline masih relevan di era ini? Banyak pihak menilai bahwa penyelenggaraan job fair secara daring jauh lebih efisien. Proses pendaftaran bisa dilakukan secara real-time, pencari kerja dapat langsung melihat posisi yang tersedia sesuai keahlian, bahkan perusahaan bisa melakukan wawancara secara online melalui video call.

Bandingkan dengan bursa kerja konvensional yang seringkali hanya berisi pembagian selebaran dan pengumpulan CV secara manual, tanpa proses lanjutan yang jelas. Banyak pengamat menilai job fair offline kini lebih mirip acara seremonial ketimbang forum rekrutmen sesungguhnya.

Masalah mendasar lainnya terletak pada kualitas pertumbuhan ekonomi. Meski angka pertumbuhan ekonomi nasional menunjukkan tren positif, serapan tenaga kerja belum menunjukkan peningkatan signifikan. Artinya, ekonomi memang tumbuh, namun tak dibarengi penciptaan lapangan kerja yang memadai.

Kondisi ini berdampak langsung pada efektivitas program seperti job fair. Ketika lowongan kerja yang nyata semakin sedikit, bursa kerja hanya menjadi formalitas yang membebani perusahaan dan mengecewakan pencari kerja.

Fenomena job fair yang hanya jadi simbol kerja sama antara pemerintah dan perusahaan menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh. Apakah kegiatan ini benar-benar menjadi solusi pengangguran, atau justru hanya kegiatan pencitraan semata? Pemerintah daerah perlu berpikir ulang, bahwa penciptaan lapangan kerja tidak cukup hanya dengan menyelenggarakan event. Diperlukan pendekatan yang lebih strategis, seperti memperkuat pelatihan vokasi, memfasilitasi kerja sama sektor swasta dengan pendidikan, serta membangun sistem rekrutmen digital yang lebih transparan dan akuntabel.

Pencari kerja pun berhak mendapatkan kepastian, bukan harapan palsu. Job fair seharusnya menjadi jembatan menuju karier, bukan sekadar ajang mengumpulkan amplop lamaran yang tak pernah dibuka.

Fenomena Terkini






Trending