Jaksa Nilai Pleidoi Heru Hanindyo Kontradiktif dalam Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur

1. Pleidoi Heru Dinilai Tak Konsisten, Jaksa Ajukan Replik Tegas
Kuatbaca.com - Dalam sidang lanjutan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, Jaksa Penuntut Umum menyatakan keberatan atas pembelaan (pleidoi) yang diajukan hakim Heru Hanindyo. Dalam repliknya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, jaksa menyebut sejumlah dalil pembelaan Heru kontradiktif atau saling bertentangan satu sama lain, sehingga melemahkan posisi pembelaan itu sendiri.
2. Heru Akui Tak Tahu Suap, Tapi Tahu Siapa Bertemu Siapa?
Jaksa mempertanyakan logika pembelaan Heru yang mengaku tidak tahu-menahu tentang penerimaan dan pembagian uang suap. Namun, dalam pleidoinya, Heru menyebut dirinya mengetahui bahwa saksi Erintuah Damanik bertemu Lisa Rachmat dalam dua kesempatan berbeda. Menurut jaksa, tidak masuk akal seseorang yang tidak tahu soal suap, tetapi justru mengetahui detail pertemuan yang berkaitan erat dengan sumber suap tersebut.
3. Lokasi Erintuah Diperdebatkan, Tapi Heru Klaim Tahu Semuanya
Poin kontradiktif lainnya disorot saat Heru menyebut Erintuah berada di Surabaya untuk mengikuti upacara pada 1 Juni 2024, namun di saat yang sama juga menyatakan bahwa Erintuah bertemu Lisa di Semarang. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin Heru bisa tahu dua lokasi yang berbeda secara bersamaan dan mengaitkannya dengan pertemuan penting terkait suap?
4. Heru Mengaku Tak di Surabaya, Tapi Tahu Soal Uang di Surabaya
Lebih lanjut, jaksa mengungkap bahwa Heru sempat berdalih tidak berada di Surabaya ketika terjadi pembagian uang sebesar 140 ribu dolar Singapura di ruang kerja hakim Mangapul. Namun, dalam waktu yang sama, Heru mengaku mengetahui secara detail pembagian uang tersebut. Inilah yang kembali dianggap jaksa sebagai pernyataan yang saling bertolak belakang.
5. Jaksa Ungkap Ketidakhadiran Bukti Dalam Sidang
Jaksa juga menyoroti bahwa sebagian besar bukti yang diajukan tim penasihat hukum Heru tidak pernah dihadirkan di persidangan. Salah satu dalil Heru yang menyebut Lisa Rachmat tidak memberikan uang suap dinilai tidak berdasar. Jaksa menyatakan bahwa jika klaim itu benar, maka seharusnya Erintuah Damanik dan Mangapul bisa dengan tegas membantah menerima uang faktanya, keduanya justru mengakui dan menyerahkan uang tersebut ke penyidik.
6. Uang dari Ibu Ronald Disebut untuk Jasa Hukum, Jaksa Tegas Menolak
Pihak Heru mencoba membela diri dengan mengatakan bahwa uang dari Meirizka Widjaja, ibu Ronald Tannur, yang disalurkan melalui Lisa Rachmat, adalah pembayaran jasa hukum. Namun jaksa menegaskan bahwa fakta di lapangan dan hasil penyelidikan membuktikan sebaliknya: uang tersebut adalah bentuk suap yang digunakan untuk memengaruhi putusan bebas Ronald.
7. Safe Deposit Box Heru Jadi Sorotan Utama
Jaksa juga membantah pembelaan Heru yang menyebut uang dalam safe deposit box (SDB) bukan berasal dari suap. Berdasarkan Pasal 12B ayat 1 huruf a UU Tindak Pidana Korupsi, jaksa menegaskan bahwa uang dan harta yang disita merupakan hasil tindak pidana, karena tidak dapat dijelaskan asal usulnya secara sah oleh terdakwa.
8. Jaksa Ajukan Tuntutan: 12 Tahun Penjara dan Denda
Atas seluruh temuan dan kontradiksi tersebut, jaksa memohon kepada majelis hakim agar menolak pleidoi Heru Hanindyo dan menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara serta denda sebesar Rp 750 juta, dengan tambahan kurungan 6 bulan jika denda tidak dibayar. Tuntutan ini ditujukan untuk memberi efek jera serta menjaga marwah lembaga peradilan.
9. Latar Belakang Kasus: Vonis Bebas Ronald Tannur Dianggap Hasil Suap
Kasus ini berawal dari kematian Dini Sera Afrianti, kekasih Ronald Tannur. Setelah Ronald menjadi terdakwa, ibunya, Meirizka Widjaja, menunjuk Lisa Rachmat untuk “mengurus” perkara tersebut. Lisa kemudian menemui mantan pejabat MA untuk mencari hakim yang bisa membantu meringankan atau membebaskan Ronald. Akhirnya, uang miliaran rupiah pun mengalir ke tiga hakim PN Surabaya: Heru Hanindyo, Erintuah Damanik, dan Mangapul.
10. Vonis MA: Ronald Tetap Dihukum 5 Tahun Penjara
Meski sempat divonis bebas, jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA kemudian mengabulkan kasasi tersebut dan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur. Keputusan MA ini memperkuat keyakinan bahwa ada kejanggalan dalam putusan bebas sebelumnya dan membuka jalan bagi pengungkapan skandal suap dalam sistem peradilan.
11. Kasus Ini Jadi Cermin Bobroknya Sistem Peradilan yang Harus Dibenahi
Skandal suap yang menyeret tiga hakim dalam kasus ini menjadi sorotan publik karena mencoreng integritas lembaga peradilan. Kasus ini menjadi pengingat bahwa reformasi peradilan harus dilakukan secara menyeluruh, dengan fokus pada transparansi, akuntabilitas, serta penguatan pengawasan internal dan eksternal terhadap aparat penegak hukum.