Impor Benang Filamen Tanpa Bea Masuk Antidumping: Pengusaha Tekstil Dukung Kebijakan Pemerintah

Kuatbaca.com - Pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak melanjutkan pemberlakuan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) terhadap produk benang filamen asal Tiongkok seperti Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY). Kebijakan ini mendapat dukungan dari pelaku industri tekstil yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API). Keputusan tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk menjaga daya saing industri tekstil nasional.
1. Keputusan Melalui Proses Panjang dan Kolaboratif
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan API, Anne P Sutanto, menyatakan bahwa keputusan pemerintah tersebut telah melalui proses diskusi dan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk asosiasi industri, kementerian teknis, hingga lembaga terkait. Menurutnya, keputusan ini bukan diambil sepihak, melainkan berdasarkan pertimbangan menyeluruh dari berbagai data dan argumen yang dikemukakan oleh stakeholder industri tekstil.
"Sudah dilakukan rapat koordinasi bersama yang melibatkan berbagai asosiasi. Dalam forum itu, API menyampaikan komitmennya untuk mendukung kapasitas anggota APSyFI dengan standard market yang berlaku," jelas Anne dalam keterangan tertulis pada Kamis (26/6/2025).
Langkah ini menunjukkan bahwa keputusan pemerintah mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan kebutuhan akan bahan baku yang kompetitif untuk industri hilir. BMAD memang kerap menjadi dilema antara menjaga produksi lokal dan memenuhi kebutuhan pasar dengan harga efisien.
2. Ajakan Kolaborasi dan Konsolidasi Kapasitas Produksi
Anne juga menyampaikan bahwa baik API maupun Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) telah beberapa kali mengajak Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) untuk berkolaborasi dalam mengoptimalkan kapasitas produksi POY dan DTY secara bersama-sama. Menurutnya, kolaborasi ini penting agar industri tekstil hilir tetap bisa berjalan kompetitif dan tidak terbebani oleh harga bahan baku yang tidak efisien.
Dalam hal ini, sistem informasi industri nasional (SIINas) dari Kementerian Perindustrian diminta dimanfaatkan secara akurat oleh semua pelaku industri. Dengan data yang transparan dan tepat sasaran, pemberlakuan Persetujuan Impor (PI) dan Pertimbangan Teknis (Pertek) bisa disesuaikan demi mencegah kelebihan pasokan (oversupply) serta praktik dumping yang merugikan.
"Kami dari API tetap berkomitmen agar impor POY dan DTY dimonitor oleh Kemenperin melalui PI dan Pertek secara ketat," lanjut Anne. Ia menegaskan bahwa kontrol impor tetap dijalankan, meskipun BMAD tidak diberlakukan.
3. Respons terhadap Kekhawatiran APSyFI
Menanggapi kekhawatiran dari APSyFI yang menyebutkan bahwa produksi anggota mereka tidak terserap optimal oleh industri tekstil hilir, Anne menyebut bahwa anggapan itu tidak berdasar. Ia menjelaskan, saat APINDO mempertemukan API dan APSyFI dengan perwakilan dari 101 perusahaan tekstil, komitmen untuk tetap menyerap produksi lokal POY disampaikan secara langsung oleh pelaku industri hilir.
Menurut Anne, pertemuan tersebut membuktikan bahwa pelaku industri tidak akan serta-merta meninggalkan produk dalam negeri, asalkan harganya kompetitif dan sesuai dengan prinsip bisnis yang wajar (business as usual). Dukungan tersebut juga mencerminkan kepercayaan pelaku industri terhadap kualitas dan kontinuitas pasokan dari produsen lokal.
Komitmen industri ini seharusnya dapat mengurangi kekhawatiran akan ketergantungan pada produk impor, sekaligus menjamin bahwa produsen lokal tetap mendapat ruang di pasar domestik.
4. Pemerintah Dinilai Sudah Punya Data Lengkap dan Kredibel
API dan APINDO menyatakan kepercayaannya terhadap pemerintah dalam mengambil keputusan terkait BMAD. Anne menilai bahwa kementerian teknis, seperti Kemenperin dan Kemendag, telah memiliki data yang lebih lengkap, terperinci, dan objektif sebelum memutuskan untuk tidak melanjutkan kebijakan anti-dumping.
"Harapan kami, APSyFI juga dapat menyusun dan mengelola data anggota mereka secara lebih spesifik dan akurat. Karena syarat pemberlakuan BMAD cukup konkret dan teknis. Jangan sampai kebijakan Indonesia nantinya dipertanyakan oleh negara lain di forum WTO," ujar Anne.
Dengan pengawasan impor yang tetap berjalan dan transparansi data dari seluruh pelaku industri, kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem tekstil nasional yang sehat, kompetitif, dan selaras dengan prinsip ekonomi Pancasila.