Imbas Perang Dagang, China Kembalikan Lagi Pesawat Boeing ke AS

21 April 2025 18:00 WIB
f7423fa9-d48f-4981-8375-6558f389bdb0_169.jpeg

Kuatbaca - Ketegangan dagang antara dua raksasa ekonomi dunia, Amerika Serikat dan China, kembali menimbulkan efek nyata di industri penerbangan. Dalam beberapa pekan terakhir, tercatat semakin banyak pesawat buatan Boeing yang sebelumnya dipesan oleh maskapai asal China, kini dikembalikan ke Amerika Serikat.

737 MAX 8 Kembali ke Tanah Asal

Salah satu pesawat Boeing 737 MAX 8 baru-baru ini mendarat di Guam, wilayah teritori Amerika di Pasifik, setelah meninggalkan fasilitas penyelesaian akhir Boeing di Zhoushan, Tiongkok. Pesawat tersebut sebenarnya baru tiba dari Seattle ke Zhoushan kurang dari sebulan sebelumnya untuk menjalani penyempurnaan akhir, sebelum akhirnya dikirim kembali ke Amerika.

Zhoushan selama ini berfungsi sebagai lokasi penting bagi Boeing untuk menyelesaikan dan menyerahkan pesawat yang dipesan oleh pelanggan di Asia, terutama China. Namun, dalam kondisi sekarang, lokasi itu justru menjadi titik balik—tempat pesawat berputar arah pulang kembali ke negeri asalnya.

Maskapai China Mulai Tarik Diri

Tidak hanya satu, setidaknya ada dua pesawat Boeing yang telah dikembalikan. Salah satunya bahkan telah dicat dengan corak khas Xiamen Airlines, maskapai asal China, yang menunjukkan bahwa proses persiapan sudah hampir selesai sebelum pesawat tersebut dibatalkan. Keputusan ini menimbulkan banyak pertanyaan di kalangan pengamat industri penerbangan. Belum jelas apakah pembatalan berasal dari maskapai, dari pemerintah, atau dari pihak Boeing sendiri.

Langkah ini menunjukkan bahwa relasi dagang dan politik kini benar-benar mulai menyentuh sektor aviasi secara langsung, bahkan sampai pada tahap logistik akhir pengiriman pesawat.

Meski menghadapi ketidakpastian dari China, Boeing tak tinggal diam. Perusahaan manufaktur pesawat terbesar di dunia ini dilaporkan tengah menjajaki kemungkinan menjual unit-unit yang dikembalikan itu ke maskapai lain. Salah satu yang masuk radar adalah Malaysia Airlines. Maskapai dari negara tetangga Indonesia ini kabarnya tengah berdiskusi dengan Boeing terkait potensi pembelian pesawat yang tersedia secara cepat akibat pembatalan dari pihak China.

Langkah ini menjadi strategi Boeing untuk meminimalisir kerugian akibat proses produksi yang sudah berjalan, dan juga menjaga agar rantai pasok tidak terganggu terlalu lama.

Tarif dan Ketegangan Geopolitik Jadi Pemicu

Pengembalian pesawat ini diperkirakan berkaitan langsung dengan memanasnya kembali ketegangan dagang antara Amerika dan China. Di tengah naiknya tarif bea masuk dan hambatan perdagangan lainnya, sejumlah maskapai dari China memilih menunda atau membatalkan pengiriman pesawat yang telah dipesan.

Situasi ini diperparah oleh ketidakpastian regulasi yang memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri. Beberapa eksekutif maskapai bahkan lebih memilih menunda pengiriman ketimbang harus menanggung risiko biaya tambahan yang tak terduga akibat kebijakan tarif yang berubah-ubah.

Tidak dapat dipungkiri, Boeing masih dalam fase pemulihan setelah beberapa tahun dilanda berbagai krisis. Sejak insiden yang menimpa 737 MAX di masa lalu hingga pandemi COVID-19, perusahaan ini masih berjuang untuk mengembalikan kepercayaan pasar global. Pengembalian pesawat oleh maskapai China menambah tantangan baru di tengah proses bangkitnya Boeing.

Namun, perusahaan tersebut dikenal ulet dan berpengalaman menghadapi turbulensi bisnis, termasuk yang disebabkan oleh dinamika geopolitik global. Fokus Boeing saat ini tampaknya adalah mengalihkan fokus pasar ke negara-negara yang lebih stabil secara ekonomi dan politik, sekaligus menjajaki peluang pasar baru di kawasan Asia Tenggara.

Insiden pengembalian pesawat ini menjadi sinyal bahwa dunia penerbangan, yang tampaknya lepas dari urusan politik, ternyata juga sangat rentan terhadap dinamika global. Ketegangan dua negara besar seperti AS dan China nyatanya bisa berdampak langsung pada operasional dan distribusi pesawat komersial.

Di tengah situasi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, ketidakpastian baru akibat konflik dagang ini bisa saja memperlambat pemulihan industri penerbangan global. Untuk saat ini, maskapai, produsen pesawat, hingga pemerintah harus kembali duduk bersama dan merumuskan strategi agar dunia aviasi tetap terbang tinggi, meski langit geopolitik penuh awan kelabu.

Fenomena Terkini






Trending