Hidrogen Jadi Alternatif Bahan Bakar Hemat dan Ramah Lingkungan, PLN Ungkap Potensinya di Indonesia

Kuatbaca.com-Dalam upaya mendukung transisi energi dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, PT PLN (Persero) membuka peluang besar untuk pemanfaatan hidrogen sebagai energi masa depan. Energi ini diklaim lebih hemat dan ramah lingkungan dibandingkan bensin, bahkan setara atau lebih murah dibandingkan listrik pada kondisi tertentu. Pemanfaatan hidrogen juga didukung oleh kelebihan pasokan dari pembangkit PLN, menciptakan peluang baru dalam ekosistem energi nasional.
1. Hidrogen dari Pembangkit PLN: Energi Sisa yang Bernilai
PLN saat ini memiliki kelebihan produksi hidrogen dari proses elektrolisis air di pembangkit-pembangkit listriknya. Proses ini awalnya dilakukan untuk keperluan pendinginan internal, namun ternyata menghasilkan hidrogen jauh lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Hidrogen berlebih ini kemudian menjadi sumber energi potensial tanpa tambahan biaya investasi, karena infrastrukturnya telah tersedia.
Kondisi ini membuat hidrogen menjadi energi dengan biaya produksi yang sangat rendah. Dalam kasus PLN, karena hidrogen ini merupakan kelebihan (excess supply), maka bisa dikatakan hampir setengah gratis. Jika tidak digunakan, gas ini akan terbuang ke atmosfer, padahal memiliki nilai energi yang tinggi.
2. Biaya Operasional Kendaraan Hidrogen Lebih Murah dari Bensin
Dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar bensin dan bahkan listrik, kendaraan hidrogen memiliki biaya operasional yang cukup bersaing. Untuk setiap kilometer yang ditempuh, mobil berbahan bakar bensin membutuhkan sekitar Rp1.300. Sebaliknya, jika menggunakan hidrogen dari PLN yang berasal dari kelebihan pasokan, biaya per kilometer hanya sekitar Rp550.
Sebagai perbandingan, mobil listrik dengan pengisian di rumah membutuhkan sekitar Rp300 per kilometer, sedangkan jika menggunakan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), biayanya naik menjadi sekitar Rp550. Dengan demikian, hidrogen dari PLN masuk dalam kategori bahan bakar ekonomis, terutama jika diambil dari suplai yang sudah ada tanpa investasi baru.
Namun, bila hidrogen diproduksi dari pembangkit energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), biayanya sedikit lebih tinggi, yaitu sekitar Rp1.200 per kilometer. Angka ini masih lebih hemat dari bensin, dan tentu saja lebih ramah lingkungan.
3. Hidrogen dalam Strategi Energi Nasional Menuju 2060
Penggunaan hidrogen bukan hanya soal efisiensi, tapi juga menjadi bagian dari strategi besar pemerintah dalam mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060. Energi hidrogen disebut sebagai pilar penting dalam upaya swasembada energi nasional, sekaligus solusi untuk menekan emisi karbon dari sektor transportasi dan industri.
Hidrogen juga bisa dihasilkan dari berbagai sumber, mulai dari batu bara, gas alam, hingga air melalui proses energi terbarukan. Diversifikasi bahan baku ini menjadikan hidrogen sangat fleksibel dan bisa diintegrasikan dalam berbagai skema produksi energi di Indonesia.
Selain itu, pemanfaatan hidrogen sejalan dengan program hilirisasi energi yang menjadi fokus pembangunan nasional. Dengan dukungan pemerintah, potensi ini bisa dikembangkan menjadi peluang industri baru yang
menguntungkan sekaligus berkelanjutan.
4. Ekosistem Hidrogen Mulai Terbentuk di Indonesia
Meski belum populer seperti kendaraan listrik, ekosistem hidrogen di Indonesia mulai menunjukkan perkembangan positif. Pemerintah dan industri energi telah membuka jalan bagi pengembangan infrastruktur, termasuk pembangunan stasiun pengisian bahan bakar hidrogen atau Hydrogen Refueling Station (HRS). Saat ini, HRS tersedia di Karawang, Jawa Barat, serta Senayan, Jakarta Selatan.
Beberapa produsen otomotif seperti Toyota juga telah memperkenalkan mobil hidrogen mereka ke publik Indonesia, seperti Toyota Mirai dan Toyota Crown. Meskipun belum dijual secara massal, kehadiran kendaraan ini menjadi sinyal kuat bahwa industri otomotif mulai melirik hidrogen sebagai solusi masa depan.
Di sisi lain, realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih berada di angka 15 persen dari total konsumsi energi nasional. Meski demikian, potensi Indonesia dalam EBT sangat besar, dan hidrogen bisa menjadi jembatan transisi energi yang signifikan untuk mendongkrak angka tersebut dalam beberapa dekade ke depan.
Hidrogen menawarkan solusi hemat, efisien, dan berkelanjutan bagi masa depan energi Indonesia. Dengan dukungan infrastruktur dari PLN serta dorongan kebijakan pemerintah, pemanfaatan hidrogen sebagai bahan bakar kendaraan dan sumber energi alternatif dapat menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju kemandirian energi dan keberlanjutan lingkungan. Dukungan dari semua pihak, mulai dari industri, masyarakat, hingga pemerintah, akan menentukan seberapa cepat hidrogen bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.