Hakim Djuyamto Kembalikan Rp 2 Miliar Terkait Suap Vonis Lepas Korupsi Migor

11 June 2025 19:30 WIB
tampang-hakim-djuyamto-penerima-suap-saat-ditangkap-kejagung-tangkapan-layar-1744579411098_169.jpeg

Kuatbaca.com-Jakarta kembali diguncang kabar mengejutkan dari ranah hukum. Hakim Djuyamto, salah satu tersangka dalam kasus dugaan suap vonis lepas pada perkara ekspor minyak goreng (migor), telah mengembalikan uang senilai Rp 2 miliar kepada Kejaksaan Agung (Kejagung). Penyerahan uang dilakukan oleh tim kuasa hukumnya dan langsung diterima oleh penyidik Jampidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus).

Uang tersebut kini resmi disita sebagai barang bukti oleh penyidik. Langkah ini menandai perkembangan signifikan dalam penyidikan kasus yang menyeret sejumlah pejabat peradilan dalam dugaan korupsi berjamaah. Kejaksaan menyebut bahwa uang

yang dikembalikan akan menjadi bagian dari konstruksi hukum dalam proses persidangan kelak.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa penyitaan uang ini menunjukkan bentuk itikad tertentu dari pihak tersangka. Namun, ia menegaskan bahwa aspek itu tidak serta-merta menghapus status hukum seseorang dalam perkara pidana. Semua akan dipertimbangkan oleh hakim saat persidangan berlangsung.


1. Peran Djuyamto dan Deretan Tersangka Lain

Djuyamto diketahui menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim dalam perkara korupsi ekspor CPO yang akhirnya diputus lepas oleh pengadilan. Vonis lepas itu menuai kontroversi besar karena bertolak belakang dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Belakangan, muncul dugaan adanya suap dan gratifikasi yang melibatkan sejumlah aktor di balik layar.

Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka berasal dari latar belakang berbeda, mulai dari hakim, panitera, pengacara, hingga pihak korporasi. Di antara nama-nama tersebut, beberapa adalah pejabat tinggi lembaga peradilan seperti Muhammad Arif Nuryanto (Ketua PN Jakarta Selatan), Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom yang semuanya

tergabung dalam majelis hakim bersama Djuyamto.

Tak hanya itu, Wahyu Gunawan selaku panitera dan dua pengacara, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, juga turut ditetapkan sebagai tersangka. Dari pihak perusahaan, Muhammad Syafei yang menjabat sebagai Head of Social Security and License dari Wilmar Group, ikut terseret dalam pusaran kasus ini.


2. Proses Penyidikan Masih Berlanjut

Kejaksaan Agung menegaskan bahwa penyidikan terhadap kasus ini masih berlangsung dan terus dikembangkan. Penelusuran lebih dalam dilakukan untuk mengungkap alur uang suap yang diduga digunakan sebagai imbalan atas vonis bebas yang dikeluarkan. Penyidik berfokus pada aliran dana, komunikasi antar pihak, hingga indikasi adanya keterlibatan pihak lain di luar

delapan tersangka yang sudah diumumkan.

Pengembalian uang oleh Djuyamto dinilai sebagai bagian dari dinamika penyidikan. Meski begitu, Harli menekankan bahwa proses hukum tetap berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hal-hal seperti pengembalian uang, pengakuan, atau kerja sama dalam penyidikan bisa saja menjadi faktor yang meringankan dalam tuntutan atau vonis nanti, namun tidak membebaskan dari

tanggung jawab pidana.

Kejaksaan juga membuka ruang bagi publik untuk terus mengawasi jalannya proses hukum. Dengan keterlibatan hakim dalam kasus ini, Kejagung berkomitmen menjaga transparansi dan integritas dalam penegakan hukum agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan tidak semakin tergerus.

3. Refleksi Publik terhadap Integritas Hakim

Kasus vonis lepas ekspor migor dan keterlibatan hakim dalam praktik suap menjadi pukulan telak bagi dunia peradilan Indonesia. Banyak pihak menyoroti pentingnya reformasi sistem hukum, terutama dalam rekrutmen dan pengawasan terhadap para hakim. Vonis yang seharusnya menjadi puncak keadilan justru dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan korporasi.

Tindakan Djuyamto yang mengembalikan uang sebesar Rp 2 miliar membuka kembali diskusi tentang urgensi memperkuat Komisi Yudisial (KY) dan pengawasan internal Mahkamah Agung. Jika tidak segera dibenahi, potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum penegak hukum dapat semakin merusak sistem peradilan yang sudah rapuh.

Di tengah kondisi ini, publik menaruh harapan besar pada Kejaksaan dan KY untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya. Tidak hanya menghukum pelaku utama, tetapi juga membersihkan praktik-praktik korup di balik layar ruang sidang.

Fenomena Terkini






Trending