Guru Besar Universitas Pertahanan Cabut Gugatan Uji Materi UU TNI di MK

Kuatbaca - Guru Besar Universitas Pertahanan (Unhan), Kolonel Sus Halkis, secara resmi mencabut gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pencabutan gugatan ini dilakukan setelah ada perubahan signifikan dalam isi undang-undang tersebut, yang menjadikan gugatan yang sebelumnya diajukan menjadi tidak relevan lagi.
Halkis memutuskan untuk mengajukan pencabutan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) setelah mengetahui bahwa objek yang digugat, yaitu sejumlah pasal dalam UU TNI, telah mengalami revisi melalui pengesahan UU TNI yang baru. Keputusan ini mengakhiri proses hukum yang semula berfokus pada tiga pasal dalam undang-undang yang lama, yang kini sudah tidak berlaku lagi.
Gugatan Awal Terkait Pasal-Pasal dalam UU TNI Lama
Sebelumnya, Kolonel Halkis mengajukan gugatan uji materi terhadap tiga pasal dalam UU Nomor 34 Tahun 2004. Pasal-pasal yang digugat tersebut mencakup ketentuan yang dianggapnya tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 2 huruf d, yang membahas jati diri TNI sebagai institusi profesional yang tidak boleh terlibat dalam politik praktis atau bisnis; Pasal 39 yang melarang prajurit terlibat dalam kegiatan politik praktis atau bisnis, serta menjadi anggota legislatif; dan Pasal 47 ayat (2), yang membatasi jabatan-jabatan yang dapat diduduki oleh prajurit aktif.
Gugatan ini diajukan pada Maret 2025, saat DPR masih membahas revisi terhadap UU TNI yang sudah mulai mengarah pada perubahan substansial. Halkis menilai bahwa pasal-pasal tersebut perlu diuji dalam konteks konstitusi negara, terutama terkait dengan peran TNI dalam kehidupan politik dan ekonomi. Namun, dengan disahkannya revisi undang-undang tersebut pada Maret 2025, gugatan ini pun kehilangan relevansi.
Revisi UU TNI yang Menyebabkan Gugatan Tidak Relevan
Pada tanggal 20 Maret 2025, revisi terhadap UU TNI resmi disahkan dan menjadi UU Nomor 3 Tahun 2025, setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam undang-undang baru tersebut mencakup sejumlah pasal yang sebelumnya menjadi objek gugatan oleh Halkis.
Salah satu perubahan penting dalam UU TNI yang baru adalah pada Pasal 47. Pasal ini sebelumnya membatasi jabatan yang bisa dipegang oleh prajurit aktif, namun kini telah diperluas, memberikan kesempatan bagi prajurit yang pensiun atau mengundurkan diri untuk menduduki jabatan sipil di kementerian dan lembaga. Selain itu, jumlah kementerian yang dapat menerima jabatan prajurit aktif juga bertambah dari semula 10 menjadi 14, yang menandakan adanya pembukaan ruang lebih besar bagi prajurit untuk berkontribusi di sektor sipil setelah pensiun.
Keputusan Pencabutan Gugatan yang Disambut Baik
Setelah adanya pengesahan UU TNI yang baru, Kolonel Halkis pun mengajukan surat permohonan pencabutan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang pengujian undang-undang yang digelar pada 25 April 2025, Ketua MK Suhartoyo mengonfirmasi penerimaan surat tersebut dan memintanya untuk memberikan konfirmasi langsung. Halkis kemudian menjelaskan bahwa pencabutan ini dilakukan karena gugatan tersebut telah kehilangan objek setelah berlakunya revisi undang-undang yang baru.
Menurut Halkis, keputusan pencabutan ini adalah langkah yang tepat mengingat telah terjadinya perubahan substansial pada UU TNI, sehingga pasal-pasal yang sebelumnya digugat tidak lagi relevan untuk dipermasalahkan. Ia mengaku sangat menghargai keputusan Mahkamah Konstitusi yang memungkinkan proses hukum berjalan dengan baik, sesuai dengan dinamika perubahan peraturan perundang-undangan.
Dengan dicabutnya gugatan ini, maka proses hukum yang semula berfokus pada uji materi terhadap tiga pasal dalam UU TNI yang lama tidak akan dilanjutkan lebih jauh. Hal ini juga menjadi indikasi bahwa revisi undang-undang tersebut telah menjawab sebagian besar isu yang sempat menjadi perhatian masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan peran TNI dalam politik dan kehidupan sipil.
Adanya revisi UU TNI ini pun diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam pengelolaan institusi TNI ke depan, dengan lebih menekankan pada profesionalisme dan kemampuan prajurit untuk beradaptasi dalam dunia sipil setelah mereka pensiun. Revisi ini juga membuka peluang bagi prajurit untuk berkontribusi dalam pemerintahan, yang sebelumnya mungkin terbatas.
Keputusan Kolonel Sus Halkis untuk mencabut gugatan terhadap UU TNI merupakan langkah yang menunjukkan bahwa dinamika hukum di Indonesia selalu berkembang seiring dengan perubahan peraturan perundang-undangan. Dengan disahkannya revisi UU TNI, beberapa isu yang sebelumnya menjadi kontroversi telah diatasi, memberikan solusi yang lebih baik bagi TNI dan masyarakat. Hal ini juga membuka jalan bagi implementasi kebijakan yang lebih fleksibel dalam pengelolaan sumber daya manusia di lingkungan TNI, sekaligus menciptakan sinergi yang lebih baik antara TNI dan sektor sipil.
Pencabutan gugatan ini juga menegaskan bahwa hukum harus selalu adaptif terhadap perubahan sosial dan kebutuhan masyarakat, serta memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tetap mengedepankan kepentingan bersama.