1. Serapan Beras Nasional Capai Batas, Bulog Tidak Bisa Beli Lagi
Kuatbaca.com - Kondisi gudang penyimpanan Perum Bulog yang nyaris penuh menjadi perhatian serius Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI pada Rabu (2/7/2025), Amran mengungkapkan bahwa serapan beras oleh Bulog telah mencapai 2,7 juta ton dari target tahunan 3 juta ton yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025.
Artinya, hanya tersisa ruang serapan sebesar 300 ribu ton, padahal musim panen kedua akan segera berlangsung dalam waktu dekat. Amran khawatir jika Inpres tidak direvisi, maka Bulog tidak dapat lagi membeli beras dari petani, yang berpotensi menyebabkan hasil panen mereka tidak terserap pasar dan memukul harga gabah di tingkat petani.
2. Mentan Usulkan Kenaikan Kuota Serapan Menjadi 4,5 Juta Ton
Menanggapi kondisi darurat ini, Amran secara terbuka mengusulkan revisi terhadap Inpres tersebut. Ia mengajukan angka baru yakni 4,5 juta ton setara beras, naik 1,5 juta ton dari target sebelumnya. Menurutnya, target yang lebih besar akan menjadi solusi jangka pendek untuk menyelamatkan hasil panen dan menjaga stabilitas harga di tingkat produsen.
“Kita harus ubah Inpres lagi, kalau bisa naikkan target ke 4,5 juta ton. Walau ini sebelumnya belum pernah tercapai, tapi tahun ini berkat kerja keras kita bersama dan arahan DPR, capaian serapan sangat baik,” ujar Amran dalam forum rapat.
3. Kapasitas Gudang Nyaris Maksimal, Bulog Sewa Tambahan 1,2 Juta Ton
Kapasitas gudang Bulog menjadi tantangan berikutnya. Amran menyebutkan bahwa gudang-gudang milik Bulog yang idealnya hanya mampu menampung 3 juta ton, kini sudah menyimpan lebih dari 4 juta ton beras dan jagung. Untuk menampung sisa serapan, Bulog bahkan telah menyewa gudang tambahan dengan daya tampung 1,2 juta ton, yang saat ini juga dikabarkan hampir penuh.
“Dalam enam bulan, tambahan stok kita sudah mencapai 2,6 juta ton. Kita sudah sewa gudang tambahan, tapi dengan adanya jagung dan beras, kapasitas total sudah tembus lebih dari 4 juta ton,” ungkapnya.
4. Momentum Panen Kedua Jadi Ujian Penyerapan dan Logistik
Musim panen kedua yang akan berlangsung dalam waktu dekat menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Jika Bulog tidak dapat menyerap panen petani karena keterbatasan kuota maupun kapasitas gudang, maka dampaknya akan sangat terasa di tingkat akar rumput.
Petani akan kesulitan menjual hasil panennya, harga gabah bisa anjlok, dan situasi ini berpotensi menciptakan krisis kecil di sektor pangan. Oleh sebab itu, revisi Inpres dianggap bukan hanya sebagai solusi teknis, tetapi juga sebagai langkah strategis nasional untuk menjaga stabilitas harga pangan, pendapatan petani, dan cadangan pangan pemerintah.
5. DPR Didorong untuk Beri Dukungan Lewat Kesimpulan Rapat
Dalam forum rapat kerja tersebut, Amran juga meminta dukungan politik dari Komisi IV DPR RI. Ia mendorong agar revisi Inpres ini dimasukkan dalam kesimpulan rapat resmi, agar Kementerian Pertanian bersama kementerian terkait bisa segera menindaklanjuti dengan Presiden dan Sekretariat Kabinet.
Amran menegaskan bahwa keberhasilan serapan beras yang tinggi tahun ini merupakan hasil kolaborasi antara kementerian, Bulog, dan legislatif. Oleh karena itu, dukungan lanjutan dari DPR dibutuhkan untuk memastikan sistem penyerapan beras tetap berjalan hingga akhir tahun.
6. Ancaman Surplus Tak Terserap: Momentum atau Masalah?
Di satu sisi, tingginya serapan beras bisa dianggap sebagai keberhasilan produksi dan upaya pemerintah memperkuat cadangan pangan nasional. Namun di sisi lain, jika sistem penyimpanan dan penganggaran tidak segera disesuaikan, surplus beras justru bisa menjadi beban logistik, bukan keuntungan strategis.
Kunci ke depan terletak pada tiga hal: revisi kebijakan, penguatan infrastruktur gudang, serta manajemen distribusi yang adaptif. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan diversifikasi penggunaan beras cadangan, seperti untuk bantuan sosial, program pangan murah, dan cadangan tanggap darurat di daerah rawan pangan.