Gangguan Ormas Terhadap Proyek Pabrik BYD dan VinFast di Subang Bisa Rugikan Citra Investasi Indonesia

Kuatbaca.com-Proyek pembangunan pabrik kendaraan listrik oleh BYD dan VinFast di Subang, Jawa Barat, menuai sorotan tajam usai muncul laporan terkait gangguan dari kelompok masyarakat lokal. Situasi ini memunculkan kekhawatiran besar di kalangan pelaku industri dan pemerintah, karena berpotensi menghambat arus investasi asing ke Indonesia. Dalam era percepatan transisi energi global, gangguan seperti ini bisa menjadi batu sandungan besar dalam membangun reputasi Indonesia sebagai destinasi investasi yang aman dan menjanjikan.
1. Gangguan Lokal Ancam Reputasi Indonesia di Mata Investor Global
Investasi dari perusahaan global seperti BYD dan VinFast merupakan langkah strategis untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok industri kendaraan listrik dunia. Sayangnya, gangguan yang datang dari organisasi masyarakat di sekitar lokasi pembangunan pabrik menjadi perhatian serius. Tindakan semacam ini dapat memicu keraguan para investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia, terutama dari sisi kepastian hukum dan perlindungan terhadap aktivitas bisnis.
Jika Indonesia ingin bersaing dengan negara-negara tetangga dalam menarik investasi di sektor teknologi hijau, keamanan dan stabilitas menjadi syarat mutlak. Gangguan ormas dan aksi premanisme jelas bertolak belakang dengan semangat pemerintah dalam mendorong transformasi ekonomi melalui investasi ramah lingkungan dan penciptaan lapangan kerja.
2. Pentingnya Ketegasan Pemerintah dalam Menjaga Iklim Investasi
Pemerintah Indonesia diharapkan tidak tinggal diam melihat persoalan ini. Ketegasan penegakan hukum menjadi kunci untuk memastikan proyek-proyek strategis tidak terganggu oleh tindakan yang bersifat merugikan. Para pelaku usaha memerlukan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam menjalankan operasional bisnisnya, apalagi jika proyek tersebut melibatkan nilai investasi besar dan potensi penyerapan tenaga kerja lokal yang signifikan.
Gangguan terhadap pembangunan pabrik kendaraan listrik bukan hanya merugikan perusahaan yang berinvestasi, tetapi juga bisa berdampak pada nama baik daerah dan negara secara keseluruhan. Bila Indonesia ingin dikenal sebagai negara yang ramah terhadap investor, maka segala bentuk intimidasi atau hambatan non-struktural perlu ditindak secara tegas dan cepat.
3. VinFast Ikut Terdampak, Masyarakat Diminta Lebih Proaktif Dukung Investasi
Tidak hanya BYD yang mengalami tantangan dalam proses pembangunannya, pabrikan asal Vietnam, VinFast, juga dilaporkan mendapat gangguan serupa dari kelompok masyarakat. Ini menunjukkan bahwa masalah bukan bersifat insiden tunggal, melainkan persoalan sistemik yang perlu perhatian bersama, baik dari pemerintah pusat maupun daerah.
Masyarakat seharusnya menjadi mitra dalam menciptakan iklim usaha yang sehat, bukan justru menjadi
penghambat. Di tengah meningkatnya angka pengangguran dan kebutuhan akan lapangan kerja baru, keberadaan investor seperti BYD dan VinFast bisa membuka peluang besar bagi tenaga kerja lokal. Maka dari itu, peran serta masyarakat sangat penting untuk mendukung kelancaran proyek-proyek pembangunan strategis ini.
4. Masalah Lain: Percaloan Tanah dan Harga yang Tak Masuk Akal
Selain gangguan dari ormas, pembangunan pabrik juga menghadapi tantangan dalam hal pembebasan lahan. Beberapa pihak diduga memanfaatkan momentum ini untuk mencari keuntungan pribadi dengan menawarkan harga tanah yang tidak wajar. Harga yang dilaporkan bisa mencapai Rp20 juta per meter persegi, menciptakan hambatan baru yang memperlambat proses konstruksi.
Situasi seperti ini menjadi bukti bahwa persoalan investasi tidak hanya terletak pada sisi teknis atau perizinan, tetapi juga pada praktik-praktik spekulatif yang bisa merugikan negara. Oleh karena itu, pengawasan terhadap proses pembebasan lahan juga harus diperketat agar tidak dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Pemerintah daerah perlu mengambil tindakan cepat untuk menyelesaikan konflik agraria yang muncul agar proyek pembangunan bisa kembali berjalan sesuai jadwal.
Investasi besar dari BYD dan VinFast di Indonesia seharusnya menjadi langkah maju dalam memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di industri kendaraan listrik global. Namun, gangguan dari ormas dan persoalan lahan menjadi pengingat bahwa kemajuan hanya bisa dicapai dengan sinergi semua pihak—pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha. Ketegasan dalam menjaga iklim investasi yang kondusif sangat dibutuhkan agar Indonesia tidak hanya menarik minat investor, tetapi juga menjaga kepercayaan yang telah diberikan. Jika masalah ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin peluang emas di sektor kendaraan listrik akan berpindah ke negara lain yang dianggap lebih siap secara hukum dan sosial.