Fortuner Tabrak Suzuki S-Presso hingga Terguling: Camat Wanareja Turun Tangan Bantu Korban

Kuatbaca.com - Insiden kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan Toyota Fortuner dan Suzuki S-Presso terjadi di wilayah Cilacap, Jawa Tengah. Peristiwa ini menyita perhatian publik lantaran SUV berukuran besar tersebut dikendarai langsung oleh Camat Wanareja, Irwan Arianto. Berikut ini kronologi, penjelasan dari Camat, hingga polemik terkait ganti rugi pascakecelakaan.
1. Tabrakan Keras Libatkan Fortuner dan Suzuki S-Presso
Kecelakaan tersebut terjadi saat Toyota Fortuner yang dikemudikan langsung oleh Camat Wanareja, Irwan Arianto, melaju di jalan raya dan bertabrakan dengan Suzuki S-Presso dari arah berlawanan. Tabrakan keras itu menyebabkan Suzuki S-Presso terguling, dengan bagian depan kanan rusak parah. Meski lampu kendaraan tersebut masih menyala, kerusakan cukup signifikan terlihat pada bodi mobil mungil itu.
Rekaman video dari kamera dasbor (dashcam) pengendara lain sempat viral di media sosial, memperlihatkan momen benturan yang cukup mengerikan. Kecelakaan ini menjadi perhatian publik, terutama karena melibatkan pejabat pemerintahan.
2. Camat Akui Mengemudi Sendiri dan Langsung Bantu Korban
Irwan Arianto membenarkan bahwa dirinya tengah mengemudi sendiri saat kecelakaan terjadi. Ia juga mengungkap bahwa saat itu ia sedang dalam perjalanan bersama keluarganya.
“Pas kejadian saya nyetir sendiri. Lagi sama keluarga, sama istri, sama anak,” ujarnya.
Usai insiden, Irwan langsung turun tangan untuk membantu para korban di Suzuki S-Presso. Ia mengangkat penumpang yang terjebak di dalam mobil, serta memastikan kondisi mereka aman. Salah satu korban, yakni istri pengemudi S-Presso, mengeluhkan sesak di dada. Irwan pun memfasilitasi korban untuk mendapatkan pertolongan medis di rumah sakit.
3. Hasil Pemeriksaan Medis Ungkap Cedera Serius
Setelah dilakukan pemeriksaan di rumah sakit, kondisi istri dari pengemudi Suzuki S-Presso ternyata cukup serius. Hasil rontgen menunjukkan adanya retak pada bagian dada, sehingga korban harus menjalani perawatan lebih lanjut.
Irwan menuturkan bahwa ia baru kembali ke rumah sakit keesokan harinya untuk memantau perkembangan kondisi korban. Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab dan itikad baik dalam menyelesaikan persoalan.
4. Kesepakatan Damai Berubah Jadi Tuntutan Ganti Rugi Besar
Meski awalnya kedua belah pihak sempat bersepakat bahwa mobil korban akan diperbaiki di wilayah Cilacap, situasi berubah saat pihak korban meminta ganti rugi penuh senilai kendaraan yang rusak.
“Dia meminta ganti rugi seharga kendaraan mobil sesuai dengan (harga) pasaran kendaraan. Keinginannya dia itu jadinya minta diganti seharga mobil dia. Padahal kesepakatannya nggak gitu,” jelas Irwan.
Menurutnya, korban menyebut nominal sekitar Rp130 juta sebagai bentuk tuntutan ganti rugi atas kerusakan dan dampak dari kecelakaan tersebut. Irwan bersikeras untuk tetap menyelesaikan sesuai kesepakatan awal, yakni dengan perbaikan kendaraan, bukan pembayaran penuh harga mobil.
5. Laporan Polisi dan Jalur Hukum Jadi Pilihan
Karena tidak menemukan titik temu dalam negosiasi, pihak korban akhirnya memilih membawa perkara ini ke pihak berwajib. Irwan menyatakan siap untuk menghadapi proses hukum yang berjalan dan bersikap kooperatif dalam penyelesaian sengketa ini.
“Kalau saya sesuai dengan kesepakatan awal. Terus karena inginnya seperti itu, dari polisi diserahkan ke kita. Hasilnya pada saat malam itu dilanjutkan ke jalur hukum. Saya siap untuk menghadapi ini,” katanya menegaskan.
6. Tanggung Jawab Hukum Menurut Undang-Undang Lalu Lintas
Dalam kasus kecelakaan seperti ini, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa pengemudi wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga akibat kelalaiannya.
Pasal 234 menyatakan bahwa pengemudi atau pemilik kendaraan harus mengganti kerugian atas kerusakan barang, kendaraan, atau cedera korban. Bahkan pada Pasal 236 dijelaskan bahwa proses ganti rugi bisa dilakukan secara damai di luar pengadilan, asalkan kedua belah pihak menyetujui.
Namun jika tidak ada kesepakatan, maka penyelesaian hanya dapat dilakukan melalui jalur hukum dan akan ditentukan oleh keputusan pengadilan.