DPR Tegaskan RI Belum Akan Suntik Mati PLTU, Ketahanan Energi Jadi Alasan Utama

Kuatbaca.com - Pernyataan mengejutkan datang dari Anggota Komisi VII DPR RI Ramson Siagian yang menegaskan bahwa tidak ada rencana mempensiunkan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia dalam waktu dekat. Hal ini dikatakan menyusul pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan bahwa pemerintah akan menghentikan operasional 18 PLTU sebagai bagian dari komitmen transisi energi nasional menuju net-zero emission pada 2060.
1. DPR: Bukan Suntik Mati, Tapi Penghentian Setelah Kontrak Berakhir
Menurut Ramson, PLTU tidak akan dihentikan secara paksa sebelum masa kontraknya berakhir. Yang dimaksud dengan "pensiun dini" dalam konteks ini sebenarnya adalah penghentian setelah kontrak kerjasama dengan Independent Power Producer (IPP) selesai, bukan sebelum waktunya.
“Ada dua opsi ketika kontrak IPP habis: bisa dihentikan jika kebutuhan listrik sudah terpenuhi, atau tetap beroperasi jika pasokan belum memadai,” kata Ramson saat ditemui di Gedung DPR, Rabu (23/4/2025).
2. Alasan Utama: Ketahanan Energi Nasional Masih Bergantung pada PLTU
Ramson menegaskan bahwa pensiun dini PLTU terlalu berisiko, terutama bagi ketahanan energi nasional. PLTU saat ini masih memegang peranan besar dalam menyuplai listrik ke berbagai wilayah di Indonesia, dan belum ada jaminan bahwa energi baru terbarukan (EBT) mampu sepenuhnya menggantikan peran tersebut dalam waktu dekat.
“Kalau langsung disetop, pasokan bisa defisit. Itu membahayakan sistem kelistrikan kita,” tegasnya.
3. Teknologi Carbon Capture Jadi Solusi Antara
Ramson mengusulkan agar PLTU tetap bisa beroperasi dengan penyesuaian teknologi ramah lingkungan, seperti Carbon Capture and Storage (CCS) atau Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS). Teknologi ini memungkinkan emisi karbon ditangkap dan disimpan agar tidak mencemari atmosfer.
“Dengan CCS atau CCUS, emisi bisa ditekan tanpa harus menghentikan pembangkit. Tapi memang butuh investasi awal,” ungkapnya.
4. Pemerintah Sudah Terbitkan Payung Hukum: Permen ESDM No. 10/2025
Meski DPR menyuarakan penolakan terhadap pensiun dini PLTU, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen No. 10 Tahun 2025, yang menjadi dasar hukum peta jalan transisi energi nasional. Permen ini mengatur mekanisme seleksi PLTU mana yang layak dihentikan, dengan mempertimbangkan:
- Usia dan kapasitas pembangkit
- Efisiensi dan utilisasi
- Tingkat emisi gas rumah kaca
- Dukungan pendanaan dan teknologi
Namun demikian, penerapan kebijakan ini bersifat selektif dan tetap memperhatikan keandalan sistem listrik nasional serta prinsip just energy transition atau transisi energi yang berkeadilan.
5. AS dan Indonesia Sama-Sama Tunda Pensiun PLTU
Ramson juga menyinggung bahwa Indonesia tidak sendirian dalam menunda rencana penghentian PLTU. Di Amerika Serikat pun, beberapa PLTU masih beroperasi karena kekhawatiran terhadap defisit pasokan listrik akibat belum matangnya infrastruktur energi bersih.
Pemerintah dan DPR Harus Sinkron Soal Transisi Energi
Meski regulasi pemerintah mendorong pensiun dini PLTU sebagai bagian dari strategi mengurangi emisi, DPR meminta kehati-hatian ekstra. Stabilitas pasokan listrik nasional tetap menjadi prioritas utama. Untuk itu, langkah transisi energi perlu ditempuh secara bertahap dan realistis, dengan mengintegrasikan teknologi pengendali emisi pada PLTU eksisting sambil mempercepat pembangunan EBT.
Transisi energi bukan hanya soal menutup PLTU, tapi juga soal menjamin listrik tetap tersedia, terjangkau, dan berkelanjutan. Kolaborasi antar lembaga dan sinergi antara kebijakan pusat dan daerah akan menjadi penentu keberhasilan masa depan energi Indonesia.