Kuatbaca.com-Komisi IV DPR RI baru-baru ini menyatakan keheranan mereka atas kenaikan harga beras yang terjadi di pasar, meskipun stok cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini sangat melimpah. Data terakhir pada 30 Juni 2025 menunjukkan bahwa cadangan beras di gudang Bulog mencapai 4,19 juta ton — angka yang seharusnya cukup untuk menjaga stabilitas harga di pasar.
Daniel Johan, anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PKB, menyampaikan apresiasi atas produksi beras nasional yang tinggi dan cadangan beras yang memadai. Namun, ia mempertanyakan fenomena harga beras yang terus naik, bahkan ditemukan indikasi kerugian hingga Rp 99 triliun per tahun akibat dinamika pasar ini.
“Banyak pihak menanyakan kepada saya, kenapa harga beras di pasaran tinggi sementara Bulog dikabarkan dilarang melepas stok cadangan. Biasanya Bulog bertugas mengintervensi pasar melalui operasi pasar supaya harga stabil. Kami minta penjelasan terkait hal ini,” ujar Daniel dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas) di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Selasa (1/7/2025).
Menanggapi pertanyaan tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa kenaikan harga beras erat kaitannya dengan harga gabah di tingkat petani yang mengalami kenaikan signifikan. Menurut Arief, harga gabah kering panen (GKP) saat ini sudah berada di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp 6.500 per kilogram.
“Di Pulau Jawa, harga GKP bahkan bisa mencapai Rp 7.000 hingga Rp 7.200 per kilogram, sementara sebelumnya harga gabah hanya sekitar Rp 5.500 hingga Rp 6.000,” jelas Arief.
Kondisi ini membuat harga gabah di tingkat petani meningkat tajam, yang kemudian berimbas pada harga beras di pasar. Situasi tersebut cukup kompleks mengingat panen raya terbesar di Indonesia biasanya terjadi pada bulan Maret dan April dengan produksi beras setara mencapai 10 juta ton.
Arief menjelaskan, ketika masa panen raya berakhir dan produksi menurun, harga gabah pun cenderung naik karena pasokan yang menipis. Kondisi ini menuntut pemerintah untuk melakukan intervensi guna menstabilkan harga beras di pasaran.
“Saat harga gabah naik, harga beras otomatis ikut naik. Inilah saatnya pemerintah turun tangan dengan program bantuan pangan yang menyasar 18,277 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM),” tambahnya.
Intervensi ini dimaksudkan untuk meringankan beban masyarakat yang terdampak kenaikan harga pangan sekaligus menjaga stabilitas pasar beras nasional.
Permasalahan ini mencerminkan tantangan dalam pengelolaan pasokan dan distribusi beras di Indonesia. Meski stok cadangan cukup besar, dinamika pasar dan harga di tingkat petani memberikan tekanan yang kuat terhadap kestabilan harga di konsumen akhir.
Kebutuhan akan transparansi dan mekanisme distribusi yang efisien menjadi semakin penting agar Bulog dan pemerintah bisa menjalankan fungsi stabilisasi pasar dengan optimal. DPR pun meminta penjelasan dan solusi konkret agar keluhan masyarakat terhadap harga beras yang terus naik dapat segera diatasi.
Masyarakat berharap, dengan sinergi yang baik antara pemerintah, Bulog, dan petani, harga beras dapat kembali terjangkau tanpa mengorbankan kesejahteraan petani sebagai produsen utama.