Donald Trump Kembali Serang Kepala Bank Sentral AS, Jerome Powell Terancam Dipecat?

Kuatbaca.com-Ketegangan politik dan ekonomi kembali memanas di Amerika Serikat. Kali ini, mantan Presiden AS Donald Trump kembali melontarkan kritik tajam terhadap Ketua Federal Reserve, Jerome Powell. Trump secara terbuka menuding Powell sering membuat kesalahan dan lambat dalam merespons dinamika ekonomi. Bahkan, ancaman pemecatan pun kembali mencuat ke permukaan.
Pernyataan kontroversial Trump ini bukanlah yang pertama. Sejak menjabat sebagai Presiden hingga kini menjadi kandidat kuat dalam pemilu mendatang, Trump dikenal sering mengomentari kebijakan moneter AS secara blak-blakan. Sasaran utamanya: Jerome Powell, sosok yang pernah ia tunjuk sendiri sebagai pemimpin bank sentral tertinggi di Negeri Paman Sam.
1. Ketegangan Trump dan The Fed Meningkat Jelang Pemilu
Pernyataan keras dari Trump muncul hanya beberapa bulan menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat 2025. Dalam momentum politik seperti ini, pernyataan publik yang menyerang kebijakan ekonomi sering kali digunakan sebagai strategi untuk menarik simpati pemilih.
Trump menuding Federal Reserve terlalu lambat dalam merespons tantangan ekonomi global, termasuk dalam mengantisipasi dampak dari kebijakan tarif impor yang ia terapkan semasa menjabat. Ketika bank sentral negara lain, seperti Eropa, mulai menyesuaikan suku bunga dan respons moneter mereka, Trump menganggap The Fed justru tertinggal.
2. Dampak Kebijakan Tarif dan Tantangan Baru bagi The Fed
Salah satu pemicu ketegangan antara Trump dan Jerome Powell adalah kebijakan tarif impor yang diterapkan selama masa pemerintahan Trump. Kenaikan tarif ini berdampak pada harga barang konsumsi dan rantai pasokan global, yang pada akhirnya memberi tekanan besar terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.
Dalam pernyataannya beberapa waktu lalu, Powell menyebut kebijakan tarif tersebut menempatkan The Fed pada situasi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk ancaman stagflasi—kondisi di mana inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi melambat secara bersamaan.
Situasi ini tentu menjadi beban tersendiri bagi Federal Reserve yang bertugas menjaga stabilitas harga dan mendukung lapangan kerja. Ketika dinamika global berubah cepat, langkah kebijakan moneter yang tepat waktu menjadi kunci. Namun, dalam pandangan Trump, Powell dianggap selalu terlambat dalam membuat keputusan strategis.
3. Ancaman Pemecatan: Retorika Politik atau Rencana Serius?
Trump secara terang-terangan menyatakan keinginannya untuk memecat Powell jika kembali menjabat sebagai Presiden. Meskipun secara hukum jabatan Ketua The Fed tidak mudah diberhentikan tanpa alasan yang jelas, ancaman seperti ini tetap menimbulkan kekhawatiran di pasar keuangan dan menambah ketidakpastian ekonomi.
Pernyataan tersebut memunculkan pertanyaan besar: apakah Trump hanya menggunakan retorika politik untuk memperkuat posisinya menjelang pemilu, ataukah ia memang berniat melakukan perombakan besar dalam struktur kebijakan ekonomi AS jika terpilih kembali?
Jika benar terjadi, hal ini bisa berdampak luas, mulai dari respons pasar yang tidak menentu hingga potensi guncangan kebijakan moneter dalam jangka pendek.
4. Kritik dari Tokoh Ekonomi dan Potensi Risiko Resesi
Selain Trump, kritik terhadap kebijakan tarif dan dampaknya terhadap perekonomian AS juga datang dari sejumlah tokoh ekonomi ternama. Beberapa ekonom dan pelaku pasar menyatakan bahwa peningkatan tarif justru dapat memperburuk inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Bahkan, ada yang memperingatkan bahwa ekonomi AS bisa berada di ambang resesi jika kondisi ini berlanjut tanpa solusi konkret.
Ketidakpastian arah kebijakan fiskal dan moneter juga membuat investor lebih berhati-hati. Fluktuasi pasar saham, nilai tukar, serta ekspektasi inflasi menjadi lebih sulit diprediksi, terlebih jika terjadi perubahan kepemimpinan yang disertai kebijakan ekstrem.
Pernyataan keras Donald Trump terhadap Jerome Powell menunjukkan betapa pentingnya peran Federal Reserve dalam menjaga stabilitas ekonomi Amerika Serikat. Meskipun kritik semacam ini bukan hal baru, kali ini disampaikan dalam konteks politik yang lebih panas dan menjelang pemilu.
Apakah ini hanya bagian dari strategi politik, atau sinyal akan adanya perubahan besar jika Trump terpilih kembali, masih menjadi tanda tanya. Yang jelas, hubungan antara pemimpin politik dan bank sentral akan selalu menjadi faktor krusial dalam menentukan arah ekonomi global.