Dika, Bocah Penari Pacu Jalur yang Jadi Simbol 'Aura Farming' Mendunia

6 July 2025 17:26 WIB
dika-bocah-penari-pacu-jalur-yang-viral-karena-tren-aura-farming-bersama-polwan-polres-kuansing-1751793294034_169.png

Kuatbaca.com - Tradisi Pacu Jalur dari Riau kembali menjadi sorotan dunia berkat seorang bocah bernama Ryan Arkandika, yang akrab disapa Dika. Aksi tarian uniknya di atas jalur atau perahu tradisional dalam festival Pacu Jalur viral di media sosial dan diadaptasi banyak orang, mulai dari masyarakat lokal hingga figur internasional.

Fenomena ini dikenal sebagai "aura farming", sebuah istilah yang menggambarkan pancaran energi positif dari gerakan tarian tersebut. Bukan hanya warga Indonesia, bahkan pemain sepak bola dari klub elit Eropa seperti PSG pun turut mengikuti tren ini.

1. Siapa Dika, Bocah Viral dari Kuansing?

Dika saat ini duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar dan telah dua tahun menjadi penari jalur. Meski usianya masih belia, keberaniannya menari stabil di atas perahu yang sedang melaju kencang bukan hanya menunjukkan kelincahan, tapi juga dedikasi luar biasa terhadap budaya.

Dalam kesehariannya, Dika punya cita-cita mulia: menjadi seorang tentara. Ia bukan sekadar viral, tetapi juga menjadi representasi semangat anak Indonesia yang berani, kreatif, dan cinta budaya lokal.

Aksinya yang terekam dalam sebuah video saat menari di atas jalur dengan penuh semangat telah menyentuh jutaan pasang mata. Dalam gerakan yang disebut "aura farming", Dika terlihat menari tanpa tergoyahkan meski perahu terus didayung kencang oleh tim pemacu.

Penampilannya yang menawan bukan hanya memukau penonton lokal, tetapi juga menyihir dunia internasional. Netizen global menyebut gaya menari Dika di atas perahu sebagai "magnetic", "energizing", dan penuh aura positif.

2. Asal Usul dan Makna Pacu Jalur

Pacu Jalur adalah tradisi tahunan masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Acara ini bukan sekadar lomba mendayung perahu panjang, tetapi merupakan simbol kehormatan kampung, kerja sama tim, serta nilai spiritual dan sosial yang sudah diwariskan turun-temurun.

Perahu panjang yang disebut "jalur" biasanya diisi oleh puluhan pemacu. Mereka berlomba mendayung sekuat tenaga menyusuri Sungai Kuantan. Sementara di atasnya, berdirilah penari atau pemimpin jalur yang menjadi pusat perhatian, seperti halnya Dika.

Festival ini merupakan refleksi kuat dari semangat kolektif, di mana satu kampung mempertaruhkan kehormatan dan kekompakan mereka di jalur air. Ketika seorang anak kecil seperti Dika tampil dengan penuh percaya diri, ia menjadi simbol regenerasi budaya yang hidup dan dinamis.

Tahun ini, puncak Festival Pacu Jalur direncanakan berlangsung pada Agustus 2025, dan diprediksi akan menarik lebih banyak wisatawan dari berbagai penjuru Indonesia maupun mancanegara.

3. Budaya Lokal yang Kembali Hidup Lewat Media Sosial

Viralnya aksi Dika membuktikan bahwa media sosial bisa menjadi alat pelestarian budaya yang sangat efektif. Tarian Pacu Jalur kini tidak lagi terbatas pada wilayah Riau saja, melainkan telah menjangkau dunia lewat platform digital.

Beberapa tokoh publik bahkan ikut serta dalam "aura farming", termasuk aparat kepolisian. Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan yang hadir di acara Car Free Day (CFD) Pekanbaru juga ikut menari Pacu Jalur sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian budaya.

Ia menegaskan bahwa budaya lokal seperti Pacu Jalur tak hanya layak dipertontonkan, tetapi juga harus menjadi alat edukasi dan pemersatu masyarakat. Tradisi ini menjadi cermin kebersamaan dan nilai-nilai nasionalisme.

Dengan pendekatan kreatif, Pacu Jalur bukan hanya mempertahankan eksistensinya, tetapi juga membuka ruang baru untuk anak-anak muda mengenal akar budaya bangsa dengan cara yang menyenangkan dan relevan.

4. Menjadikan Tradisi Sebagai Warisan Hidup

Keberhasilan Dika dan fenomena aura farming bukanlah keberuntungan semata, tetapi hasil dari proses pembinaan budaya yang konsisten di daerah. Tradisi yang diwariskan dengan semangat cinta tanah air menjadikan Pacu Jalur tak sekadar tontonan tahunan, melainkan bagian penting dari identitas daerah.

Kini, tantangan yang ada adalah bagaimana menjadikan momen viral ini sebagai awal dari gerakan pelestarian yang berkelanjutan. Generasi muda perlu terus diajak untuk ikut terlibat, bukan hanya sebagai penonton, tetapi juga sebagai pelaku budaya.

Ketika budaya dipertontonkan di pusat-pusat kota seperti CFD, masyarakat diberi kesempatan untuk menyentuh dan merasakan langsung nilai-nilai tradisi. Langkah seperti ini mampu membangun kesadaran bahwa budaya lokal adalah harta yang tak ternilai.

Aura yang dipancarkan dari tarian Pacu Jalur tidak hanya menyentuh ranah seni, tapi juga menyalakan kembali semangat menjaga warisan leluhur. Semoga semakin banyak “Dika-Dika” lain di penjuru Nusantara yang berani tampil, membawa budaya ke panggung dunia.

Fenomena Terkini






Trending