Cinta Kuya Angkat Suara Lawan Bullying: Misi Sosial dari Hati yang Pernah Terluka

Kuatbaca.com-Cinta Kuya, putri sulung pasangan publik figur Uya Kuya dan Astrid Kuya, kini aktif menyuarakan isu bullying di media sosial. Dengan pengalaman pribadi sebagai penyintas bullying dan latar belakang pendidikan psikologi yang ditempuhnya di Amerika Serikat, Cinta menjadikan misinya ini sebagai langkah nyata untuk memberi edukasi dan kesadaran kepada masyarakat, khususnya generasi muda dan netizen Indonesia.
1. Dari Korban Menjadi Pejuang: Cinta Kuya dan Luka yang Menumbuhkan Empati
Perjalanan Cinta Kuya tidak hanya dikenal lewat kehadirannya sebagai anak selebritas. Ia juga pernah mengalami pahitnya menjadi korban perundungan sejak usia dini. Pengalaman tersebut meninggalkan luka emosional yang mendalam, namun tidak membuatnya tenggelam dalam kesedihan. Sebaliknya, ia tumbuh menjadi sosok yang tangguh dan penuh empati.
Kini, dengan ilmu psikologi yang ia pelajari di California, Cinta memahami lebih dalam bagaimana dampak bullying bisa memengaruhi mental seseorang dalam jangka panjang. Inilah yang mendorongnya untuk terus bersuara di ruang publik. Melalui media sosial, Cinta berharap bisa mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan empatik.
2. Peran Keluarga dalam Membentuk Keberanian Berbicara
Di balik keberanian Cinta untuk speak up, peran keluarga sangat besar, khususnya dari sang ibu, Astrid Kuya. Sejak kecil, Astrid dan Uya Kuya selalu menanamkan nilai keberanian, kejujuran, dan tanggung jawab kepada anak-anak mereka. Bahkan saat Cinta mengalami bullying yang cukup berat, Uya Kuya tidak ragu membawa kasus tersebut ke jalur hukum demi memberikan perlindungan sekaligus edukasi kepada pelaku dan lingkungan sekitar.
Astrid juga menegaskan bahwa ia selalu mendukung anak-anaknya, termasuk Nino, untuk tidak takut bersuara ketika melihat atau mengalami ketidakadilan. Menurutnya, anak harus diajarkan untuk membela diri ketika benar dan memahami bahwa diam bukan selalu pilihan bijak, apalagi dalam kasus perundungan yang bisa menghancurkan mental korban.
3. Media Sosial: Ruang Bebas Bicara atau Medan Perang Mental?
Fenomena bullying kini tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah atau pergaulan fisik. Media sosial telah menjadi tempat yang rawan terhadap komentar jahat, cibiran, dan kata-kata menyakitkan. Cinta Kuya menyoroti bagaimana netizen sering merasa bebas berbicara buruk hanya karena merasa tidak dikenal atau tidak bertanggung jawab atas komentarnya.
Cinta menyampaikan pesan penting bahwa setiap komentar yang dilontarkan di dunia maya tetap memiliki
dampak nyata. Kalimat yang tampak sepele bisa meninggalkan trauma mendalam bagi orang yang membacanya. Ia berharap generasi muda Indonesia, termasuk mereka yang aktif di media sosial, mulai sadar bahwa dunia digital pun membutuhkan etika dan empati.
4. Membangun Kesadaran Kolektif untuk Generasi Lebih Sehat Mental
Apa yang dilakukan Cinta Kuya bukan sekadar curahan hati personal, melainkan bentuk advokasi sosial. Dengan pengalamannya, ia ingin mendorong terbentuknya kesadaran kolektif bahwa bullying adalah masalah serius yang tidak boleh dianggap normal. Ia mengajak semua kalangan, dari remaja hingga orang dewasa, untuk tidak menjadi pelaku diam ataupun pelaku aktif perundungan.
Cinta berharap aksinya ini dapat memberikan kekuatan kepada para korban lainnya untuk berani bersuara dan mencari bantuan. Ia juga percaya bahwa perubahan akan lebih mudah terjadi jika masyarakat mulai belajar untuk mendengarkan dan memahami perasaan orang lain. Pendidikan karakter dan literasi digital menjadi dua kunci utama dalam menciptakan ekosistem sosial yang lebih suportif dan aman bagi semua orang.
Langkah Cinta Kuya dalam mengangkat isu bullying menunjukkan bahwa suara anak muda punya kekuatan besar untuk mengubah cara pandang masyarakat. Dengan kombinasi pengalaman pribadi, latar pendidikan, dan dukungan keluarga, ia menjadikan media sosial bukan hanya tempat eksistensi, tapi juga wadah perubahan. Sudah saatnya netizen Indonesia lebih bijak dalam berkomentar dan ikut menciptakan ruang digital yang sehat, ramah, dan berempati.