Bursa Saham Asia Melemah Usai Serangan AS ke Iran, IHSG Anjlok

23 June 2025 15:00 WIB
ilustrasi-saham_169.jpeg

Kuatbaca.com - Ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah kembali mengguncang pasar keuangan global. Kali ini, aksi militer Amerika Serikat terhadap Iran, yang dilakukan bersama Israel, menjadi pemicu utama gejolak di bursa saham Asia. Pelaku pasar cemas akan eskalasi konflik yang bisa berdampak luas terhadap perekonomian global.

Melansir laporan Reuters pada Senin (23/6/2025), indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang mencatat penurunan tajam hingga 1,0%. Sentimen negatif juga menyeret indeks saham unggulan di Tiongkok, CSI300, yang melemah sebesar 0,2%.

Situasi tak kalah suram terjadi di Jepang. Meski data aktivitas manufaktur menunjukkan perbaikan di bulan Juni, namun indeks Nikkei tetap tertekan dan tercatat turun 0,6%. Ini menandakan bahwa ketegangan geopolitik lebih dominan dalam membentuk sentimen pasar ketimbang data ekonomi fundamental.

Pasar regional kini berada dalam posisi wait and see. Banyak investor memilih menahan diri dari aksi beli, mengantisipasi kemungkinan respon balasan Iran yang bisa memperparah situasi di Timur Tengah dan mengganggu kestabilan harga energi dunia.

1. IHSG Anjlok Hingga 2%, Investor Domestik Cemas

Di dalam negeri, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga tidak kebal dari tekanan global. IHSG dibuka pada level 6.833,47 namun hanya dalam hitungan menit langsung amblas ke zona merah, menyentuh 6.765,06 pada pukul 09.05 WIB. Penurunan ini mencerminkan pelemahan hingga 2% atau sekitar 142 poin, menjadi salah satu yang terburuk dalam beberapa pekan terakhir.

Pelemahan IHSG ini dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap potensi lonjakan harga minyak dan inflasi global jika konflik AS-Iran berlanjut. Sebagaimana diketahui, Selat Hormuz—jalur penting distribusi minyak dunia—berada dalam ancaman jika Iran membalas serangan dengan menutup jalur tersebut.

Tak hanya saham energi, tekanan jual juga terjadi di sektor perbankan, properti, dan manufaktur. Investor institusi maupun ritel tampak memilih untuk wait and see, mengamati arah kebijakan selanjutnya dari Iran dan reaksi lanjutan dari negara-negara Barat.

Selain konflik geopolitik, pelemahan IHSG juga diperburuk oleh kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan potensi kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS jika inflasi kembali meningkat.

2. Pasar Global Serentak Melemah, Indeks Berjangka Tertekan

Bursa global turut mencerminkan sentimen pesimistis. Di Amerika Serikat, indeks berjangka S&P 500 turun 0,3%, sementara Nasdaq Futures melemah 0,4%. Hal ini menunjukkan kekhawatiran pasar terhadap potensi eskalasi militer yang bisa berdampak pada korporasi besar dan rantai pasokan global.

Di Eropa, EUROSTOXX 50 mengalami pelemahan sebesar 0,4%, FTSE Inggris menurun 0,3%, dan DAX Jerman juga merosot 0,5%. Ini membuktikan bahwa kekhawatiran atas konflik Timur Tengah sudah menyebar luas dan memberikan tekanan menyeluruh ke berbagai pasar utama dunia.

Pasar komoditas seperti minyak mentah dan emas juga melonjak tajam, sebagai respons atas ketidakpastian geopolitik dan potensi gangguan pasokan energi global. Harga minyak Brent dilaporkan naik hingga mendekati level USD 95 per barel.

Beberapa analis menilai bahwa ketegangan ini bisa memicu pelarian dana (capital flight) dari negara berkembang ke aset safe haven seperti dolar AS, emas, dan obligasi negara maju.

3. Pasar Menanti Arah Balasan Iran: Eskalasi atau Diplomasi?

Meski tekanan terasa di seluruh pasar, sebagian pelaku keuangan justru melihat potensi bahwa situasi bisa mereda. Beberapa analis menilai bahwa serangan AS yang sudah menghantam situs nuklir Iran bisa menjadi akhir dari ketegangan, bukan awal eskalasi.

Charu Chanana, Kepala Strategi Investasi di Saxo, menyebut bahwa pasar mungkin tidak hanya fokus pada konflik saat ini, tapi juga pada kemungkinan jangka panjang. “Pasar akan merespons bukan pada eskalasi itu sendiri, tapi pada persepsi bahwa hal ini bisa mengurangi ketidakpastian jangka panjang,” ujarnya.

Namun demikian, ketidakpastian tetap membayangi. Ancaman Iran untuk membalas, termasuk menutup Selat Hormuz atau melakukan serangan siber, masih terbuka lebar. Bila itu terjadi, potensi gangguan terhadap jalur perdagangan global dan kenaikan inflasi akan semakin nyata.

Pasar akan sangat bergantung pada langkah diplomasi yang bisa diambil negara-negara kawasan atau kekuatan global seperti China dan Rusia dalam menahan laju eskalasi lebih lanjut.

Fenomena Terkini






Trending