Kuatbaca.com-Setelah penantian panjang dan tekanan internasional yang terus meningkat, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya mengonfirmasi bahwa 90 truk bantuan berhasil dikirim ke Jalur Gaza, Palestina. Ini menjadi pengiriman bantuan besar pertama sejak awal Maret 2025, di tengah situasi kemanusiaan yang terus memburuk di wilayah konflik tersebut.
Bantuan tersebut tiba pada Rabu (21/5), hanya tiga hari setelah Pemerintah Israel mengumumkan kebijakan baru yang mengizinkan masuknya bantuan secara terbatas ke wilayah Gaza. Keputusan ini menjadi langkah awal pelonggaran blokade yang selama ini memicu krisis pangan dan medis di wilayah yang dihuni lebih dari dua juta jiwa itu.
Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, menyampaikan bahwa barang-barang kemanusiaan tersebut dimobilisasi melalui perlintasan Kerem Shalom. “Kami berhasil mengumpulkan sekitar 90 truk barang dari penyeberangan Kerem Shalom dan mengirimkannya ke Gaza,” ujar Dujarric dalam pernyataannya, dikutip dari AFP.
Langkah ini pun menjadi titik terang baru setelah sebelumnya pengiriman bantuan kerap terhambat oleh proses logistik yang rumit dan kondisi keamanan yang tidak menentu di wilayah perbatasan Gaza.
Sebelumnya, Israel sempat mengumumkan bahwa truk bantuan kemanusiaan milik PBB, yang membawa berbagai kebutuhan pokok seperti tepung, susu bayi, obat-obatan, dan perlengkapan medis, akan diperbolehkan masuk melalui perlintasan Kerem Shalom. Namun, distribusi bantuan sempat mandek di zona pemuatan.
Hal ini disebabkan oleh kebijakan Israel yang membatasi jalur distribusi truk hanya pada satu area yang sangat padat dan dianggap rawan oleh PBB. “Otoritas Israel hanya mengizinkan tim-tim PBB melewati satu zona yang padat. Kami menilai zona tersebut tidak aman dan sangat rentan terhadap penjarahan, karena kekurangan logistik di Gaza sudah sangat parah,” ungkap Dujarric.
Kekhawatiran akan keamanan logistik menjadi alasan mengapa bantuan belum bisa langsung menjangkau warga Gaza. Situasi di lapangan yang terus memburuk menuntut adanya koordinasi yang lebih efektif agar bantuan benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan.
Meski demikian, PBB berharap pengiriman awal ini bisa menjadi gerbang bagi bantuan-bantuan kemanusiaan berikutnya yang lebih besar dan terorganisir.
Pengiriman 90 truk bantuan ini memang jauh dari cukup, mengingat kebutuhan warga Gaza yang terus meningkat dari hari ke hari. PBB sendiri menyatakan bahwa warga Gaza kini menghadapi ancaman kelaparan ekstrem yang membutuhkan penanganan segera dan berkelanjutan.
Dalam masa gencatan senjata selama 42 hari awal tahun 2025, sekitar 4.000 truk bantuan bisa memasuki Gaza setiap minggunya. Angka tersebut masih jauh dari cukup, tetapi jauh lebih baik dibandingkan situasi setelah konflik kembali memanas.
Sebelum konflik meletus pada Oktober 2023—dipicu oleh serangan besar Hamas ke wilayah Israel—rata-rata sekitar 500 truk bantuan masuk ke Gaza setiap harinya. Artinya, kebutuhan logistik yang besar itu telah terpangkas drastis selama perang berlangsung.
Kini, dengan hanya 90 truk bantuan yang berhasil masuk untuk pertama kalinya dalam dua bulan terakhir, proses pemulihan krisis kemanusiaan di Gaza masih jauh dari kata selesai.
Meski langkah ini tergolong kecil, namun kehadiran 90 truk bantuan di Gaza menandai dimulainya kembali upaya kemanusiaan yang lebih terkoordinasi. PBB berharap distribusi barang-barang penting ke gudang-gudang logistik bisa segera dilakukan agar bantuan bisa diteruskan ke masyarakat yang paling terdampak.
Keberhasilan mendorong masuknya bantuan kemanusiaan juga menjadi sinyal penting bagi pihak-pihak internasional untuk terus menekan Israel agar membuka akses lebih luas ke wilayah Gaza. Tanpa pembukaan jalur bantuan yang memadai, risiko kelaparan dan kematian massal akan sulit dihindari.
Komunitas internasional terus mendesak agar perbatasan dibuka secara permanen untuk akses bantuan kemanusiaan. Sebab, keberlangsungan hidup jutaan warga Palestina kini benar-benar berada di titik nadir akibat blokade panjang dan kehancuran infrastruktur akibat konflik bersenjata.
Dengan distribusi pertama ini, dunia berharap kran kemanusiaan benar-benar terbuka lebar. Bukan hanya soal angka truk bantuan, tetapi juga mengenai martabat, keselamatan, dan masa depan rakyat Palestina yang selama ini terjebak di bawah bayang-bayang perang dan ketidakpastian.