Banyak Penipuan Berkedok Waralaba, Ketua WALI Bagikan Tips Franchisor Terpercaya

Kuatbaca.com-Ketua Umum Asosiasi Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Levita Ginting Supit, mengingatkan masyarakat untuk lebih cermat sebelum membeli bisnis waralaba, menyusul maraknya kasus penipuan berkedok franchise awal tahun ini. Dalam podcast bisnis bersama KuatBaca.com di acara FLEI Business Show ke-24, JICC, Jakarta, Sabtu (17/05/2025) sore. Levita membagikan bagaimana strategi pelaku penipuan dan cara menghindarinya.
1. Pentingnya Verifikasi Sebelum Membeli Franchise
Agar tidak menjadi korban penipuan, Levita menekankan, masyarakat sebelum memulai
bisnis waralaba sebaiknya melakukan riset terlebih dahulu. Hal ini dilakukan, agar tidak terjebak pada euforia bisnis baru atau yang sedang "happening" yang berujung pada penipuan.
"Jangan langsung tergiur meski bisnis itu ramai di bulan-bulan awal. Minimal lihat perkembangannya selama 6 bulan," ujarnya.
Tak ingin lagi ada masyarakat menjadi korban waralaba bodong, Ketua WALI Levita membagikan tips mengetahui bisnis yang bisa disebut waralaba diantaranya:
1. Sudah beroperasi minimal 3 tahun.
2. Sudah balik modal dan profitable.
3. Memiliki grade minimal 3 dan merek terdaftar.
4. Memiliki STPW (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba).
"Tanyakan hal-hal ini sebelum membeli. Jika tidak terpenuhi, bisa jadi itu franchise bodong," tegas Levita.
2. Peran WALI Berantas Waralaba Bodong
Ketika ditanya, bagaimana peran asosiasi WALI dalam menanggulangi waralaba bodong yang kian marak. Levita dengan tegas menjawab, bahwa asosiasinya aktif mengedukasi masyarakat melalui kampanye serta berkolaborasi dengan aparat penegak hukum untuk menindak pelaku.
"Saya pastikan bisnis yang menjanjikan keuntungan instan biasanya penipuan. Ini kami selalu kampanye kan dalam acara-acara kami. Tentu kami akan membantu korban dibantu kepolisian untuk menangkap pelaku jika korban mengadukan kepada kami," tegas Levita.
3. Fenomena Minat Wirausaha Anak Muda
Melihat gelombang bisnis waralaba semakin digemari, khusunya anak muda. Levita menyoroti perbandingan dukungan pemerintah Indonesia dengan negara tetangga seperti Malaysia.
Menurutnya, pemerintah lebih memperhatikan anak muda yang mau mulai bisnis waralaba dengan berikan insentif pajak 0% untuk UMKM, sedangkan di Indonesia tidak demikian.
"Di Indonesia, akses modal masih terkendala jaminan dan bunga tinggi. Butuh intervensi pemerintah agar lebih banyak masyarakat jadi pengusaha," ujarnya.
Menurutnya, jika pemerintah lebih memberikan perhatian lebih bukan tidak mungkin ini bisa berdampak penambahan angka rasio kewirausahaan yang saat ini hanya 3,35 persen menjadi 4-5 persen seperti standard negara maju.
"Kita punya keunggulan dengan populasi besar. Tapi, pemerintah harus mempermudah pembiayaan dan pendaftaran usaha. Saya yakin ini juga berdampak pada angka rasio kewirausahaan kita nantinya," tandas Levita dalam podcast bisnis Kuatbaca.com.