AS Berlakukan Larangan Perjalanan Baru: Warga dari 12 Negara Dilarang Masuk

Kuatbaca.com-Amerika Serikat kembali menerapkan kebijakan ketat dalam hal imigrasi. Kali ini, larangan perjalanan (travel ban) kembali diberlakukan, dengan melarang warga dari 12 negara masuk ke wilayah AS. Kebijakan ini resmi diberlakukan mulai Senin, 9 Juni 2025, waktu setempat, di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
Larangan ini tidak hanya berdampak pada jalur imigrasi biasa, tetapi juga berpotensi menghambat arus pengungsi, memperketat sistem visa, dan memicu kontroversi global atas pendekatan Amerika terhadap keamanan nasional dan keragaman.
1. Kebijakan Baru Imigrasi Picu Kontroversi Global
Larangan masuk terbaru dari Amerika Serikat ini diberlakukan terhadap warga negara dari Afghanistan, Myanmar, Chad, Kongo-Brazzaville, Guinea Ekuatorial, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman. Kebijakan ini diklaim sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan keamanan dalam negeri dan mencegah potensi ancaman dari pihak-pihak asing.
Namun, keputusan tersebut menuai sorotan tajam dari berbagai organisasi internasional dan pemerhati hak asasi manusia. Banyak pihak menilai kebijakan ini tidak hanya diskriminatif, tetapi juga memperburuk kondisi negara-negara yang tengah mengalami krisis kemanusiaan. Bahkan, sejumlah negara yang terdampak dikenal memiliki hubungan yang cukup rumit atau sensitif dengan pemerintah AS.
Selain itu, larangan ini juga dianggap sebagai kelanjutan dari pendekatan keras Trump terhadap imigrasi yang sebelumnya sempat menuai pro dan kontra saat masa jabatan pertamanya sebagai Presiden.
2. Pengecualian Khusus untuk Atlet dan Diplomat
Meskipun larangan ini cukup menyeluruh, ada beberapa pengecualian yang diberlakukan. Warga dari negara-negara yang masuk dalam daftar larangan masih dapat memperoleh akses masuk ke AS jika mereka berstatus sebagai atlet profesional yang akan berlaga di ajang internasional seperti Piala Dunia 2026 atau Olimpiade Los Angeles 2028.
Selain itu, pengecualian juga diberikan kepada para diplomat yang sedang bertugas secara resmi di Amerika. Hal ini dinilai sebagai bentuk penghormatan terhadap hubungan diplomatik antarnegara, meski tetap menyisakan kritik karena dianggap tidak cukup luas dalam menjangkau pengecualian kemanusiaan lainnya, seperti pengungsi atau pencari suaka.
Trump juga memperingatkan bahwa daftar negara dalam kebijakan larangan perjalanan ini bisa saja bertambah sewaktu-waktu, tergantung pada dinamika ancaman global di masa mendatang.
3. Negara Tambahan Dikenai Pembatasan Parsial
Selain 12 negara yang terkena larangan total, kebijakan ini juga menyasar beberapa negara tambahan dengan pembatasan parsial. Negara-negara tersebut antara lain Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela. Dalam kasus ini, larangan tidak bersifat menyeluruh, melainkan berlaku hanya untuk kategori visa tertentu, terutama visa kunjungan non-darurat.
Meski masih membuka sedikit celah akses masuk, kebijakan ini tetap mendapat sorotan karena dinilai membatasi peluang kerja, pendidikan, dan hubungan keluarga lintas negara. Sejumlah visa kerja sementara masih diperbolehkan, namun dalam jumlah yang sangat terbatas dan dengan pengawasan ketat.
Kebijakan semacam ini menambah tantangan bagi warga dari negara-negara tersebut, khususnya yang sudah memiliki kerabat atau kepentingan yang sah di AS.
4. Alasan Keamanan Nasional Dianggap Tidak Proporsional
Pemerintah AS berdalih bahwa larangan ini diberlakukan sebagai respons terhadap meningkatnya ancaman keamanan, termasuk serangan yang terjadi di dalam negeri oleh pelaku yang diduga memiliki latar belakang imigrasi. Pemerintah menilai perlunya proses verifikasi yang lebih ketat terhadap warga asing yang ingin masuk ke wilayah Amerika.
Namun demikian, banyak pakar kebijakan luar negeri dan pegiat HAM menilai bahwa alasan keamanan nasional yang dikemukakan tidak sepenuhnya proporsional. Mereka menganggap kebijakan ini lebih bersifat politis dan populis, daripada berbasis pada data konkret mengenai risiko keamanan yang sebenarnya.
Dengan diberlakukannya larangan ini, banyak pihak khawatir akan dampak jangka panjang terhadap reputasi Amerika sebagai negara tujuan migrasi dan perlindungan, serta bagaimana kebijakan ini memengaruhi hubungan bilateral dengan negara-negara yang terdampak.
Kebijakan larangan perjalanan terbaru dari Amerika Serikat membawa konsekuensi besar, tidak hanya bagi warga negara yang terdampak secara langsung, tetapi juga terhadap citra global Amerika dalam hal kebebasan, keterbukaan, dan kemanusiaan. Dengan berbagai reaksi yang muncul, mulai dari kecaman hingga kekhawatiran diplomatik, kebijakan ini sekali lagi menegaskan bahwa isu imigrasi tetap menjadi topik yang sensitif dan strategis dalam politik AS.