Apa Arti Panggilan "Gus"? Penjelasan dalam Tradisi Jawa dan Pesantren

Kuatbaca.com - Panggilan "Gus" adalah sapaan yang memiliki arti mendalam dalam tradisi Jawa dan pesantren. Kata ini digunakan untuk menunjukkan penghormatan, terutama kepada anak laki-laki dari kalangan tertentu, seperti putra kiai atau ulama. Dalam artikel ini, kita akan mengupas arti, asal-usul, dan penggunaannya.
1. Arti Kata "Gus" dalam Bahasa Jawa
Secara etimologis, panggilan "Gus" berasal dari kata "Bagus" dalam bahasa Jawa, yang berarti indah, tampan, atau baik. Dalam konteks budaya, kata ini sering digunakan untuk memanggil anak laki-laki dengan cara yang penuh penghormatan.
Menurut Kamus Bahasa Jawa-Indonesia dari Kemdikbud:
- "Gus" artinya panggilan kepada anak laki-laki.
- Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), "Gus" memiliki beberapa arti:
- Panggilan untuk anak laki-laki.
- Sebutan untuk putra ulama, kiai, atau orang yang dihormati.
- Gelar khusus untuk putra kiai atau pemilik pesantren.
2. Panggilan "Gus" dalam Tradisi Pesantren
Di lingkungan pesantren, panggilan "Gus" memiliki kedudukan terhormat. Sebutan ini menjadi bagian dari tradisi Nahdlatul Ulama (NU) yang diwariskan turun-temurun. Biasanya, panggilan ini diberikan kepada putra kiai sebagai bentuk penghormatan terhadap ilmu dan jasa orang tuanya.
Sejarah dan Perkembangan
- Berdasarkan Kamus Baoesastra Djawa karya Poerwadarminta (1939), panggilan "Gus" awalnya berasal dari tradisi keraton. Sebutan "Raden Bagus" atau "Den Bagus" digunakan untuk menyapa putra raja yang masih kecil. Dari sini, istilah ini menyebar ke kalangan pesantren.
- Dalam perkembangannya, panggilan ini tidak lagi terbatas pada usia anak kiai. Bahkan, seorang putra kiai tetap dipanggil "Gus" meski sudah dewasa.
3. Simbol Ketokohan dan Keilmuan
Seiring waktu, panggilan "Gus" tidak hanya menjadi tanda bahwa seseorang adalah putra kiai, tetapi juga simbol ketokohan dalam agama. Orang yang memiliki pemahaman agama mendalam dan menunjukkan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari juga dapat diberi panggilan ini, meskipun bukan dari keluarga kiai.
Namun, dalam tradisi pesantren, panggilan ini memiliki makna lebih dalam. KH Afifuddin Muhajir, Wakil Rais 'Aam PBNU, menegaskan bahwa panggilan "Gus" adalah penghormatan kepada jasa orang tua sang penerima, bukan sekadar bentuk penghormatan kepada individu itu sendiri.
4. Panggilan Serupa di Daerah Lain
Selain "Gus", beberapa daerah lain di Indonesia memiliki panggilan khusus untuk anak ulama atau kiai, seperti:
- Lora di Madura.
- Ajengan di Jawa Barat.
- Buya di Sumatra Barat.
- Anre di Sulawesi Selatan.
- Aang di Sunda.
5. Pesan Penting: Jangan Berbangga Hanya Karena Dipanggil "Gus"
Panggilan "Gus" seharusnya dipahami sebagai pengingat tanggung jawab, bukan kebanggaan semata. Sebagaimana pesan dari Gus Kautsar, "Panggilan ini bukan untuk diri kita sendiri, tetapi untuk menghargai jasa-jasa orang tua."
Panggilan "Gus" adalah warisan budaya dan tradisi pesantren yang sarat dengan nilai penghormatan. Lebih dari sekadar sebutan, "Gus" merepresentasikan penghormatan kepada ilmu, akhlak, dan kontribusi yang diberikan oleh keluarga kiai kepada masyarakat. Seseorang yang mendapat panggilan ini diharapkan bisa menjaga martabat dan menjalankan tanggung jawab besar yang menyertainya.