3 Alasan Kuat Ojol Diklaim Layak Jadi Karyawan Tetap

Kuatbaca.com-Profesi ojek online (ojol) kini menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat modern. Layanan yang mereka berikan memudahkan aktivitas harian, mulai dari antar jemput penumpang, pengiriman makanan, hingga pengiriman barang. Namun, di balik semua kemudahan itu, muncul perdebatan mengenai status kerja mereka—apakah cukup dianggap sebagai pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), atau seharusnya diakui sebagai karyawan tetap?
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menyuarakan penolakan terhadap rencana pemerintah yang ingin menetapkan pengemudi ojol sebagai bagian dari UMKM. Mereka berargumen bahwa para driver sudah memenuhi tiga elemen utama yang sesuai dengan definisi pekerja tetap dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia.
Berikut adalah tiga alasan kuat mengapa ojol dinilai pantas menyandang status sebagai karyawan tetap, bukan hanya mitra atau pelaku UMKM.
1. Mengerjakan Pekerjaan yang Ditentukan Oleh Perusahaan
Salah satu ciri utama seorang karyawan tetap adalah menjalankan tugas berdasarkan arahan atau penugasan dari perusahaan tempat ia bekerja. Hal ini juga berlaku pada pengemudi ojol, yang menerima orderan langsung dari sistem aplikasi perusahaan penyedia jasa transportasi online.
Meskipun proses pengambilan order dilakukan melalui aplikasi, nyatanya pekerjaan tersebut tetap ditentukan dan difasilitasi oleh perusahaan. Pengemudi tidak bisa memilih jenis layanan seenaknya; semua sudah diatur, baik rute, biaya, hingga syarat dan ketentuan dalam menyelesaikan order. Artinya, ada hubungan kerja yang terstruktur antara aplikator dan pengemudi—sesuatu yang melampaui hubungan sekadar "kemitraan."
2. Terdapat Sistem Upah yang Diatur Oleh Perusahaan Aplikator
Aspek kedua yang memperkuat klaim bahwa pengemudi ojol layak menjadi karyawan tetap adalah sistem pengupahan. Para driver tidak menentukan tarif sendiri. Sebaliknya, sistem aplikasi sudah menetapkan jumlah bayaran yang akan diterima untuk setiap order. Bahkan, dari total pendapatan tersebut, perusahaan aplikator mengambil potongan yang bisa mencapai 30 hingga 50 persen.
Struktur penghasilan semacam ini menunjukkan adanya pengawasan dan kontrol dari perusahaan terhadap pemasukan mitra driver. Hal ini sejatinya mencerminkan sistem upah sebagaimana dalam hubungan kerja antara pekerja dan pemberi kerja, bukan antara pelaku usaha mandiri dengan konsumen.
3. Adanya Perintah dan Sanksi dari Perusahaan
Faktor ketiga yang memperkuat argumen ini adalah adanya sistem perintah dan hukuman. Perusahaan penyedia layanan transportasi online memiliki kebijakan internal yang wajib dipatuhi oleh pengemudi. Jika pengemudi dianggap melanggar aturan, mereka bisa dikenakan sanksi, mulai dari penangguhan akun (suspend) hingga pemutusan kemitraan secara sepihak.
Situasi ini serupa dengan perusahaan konvensional, di mana karyawan harus mengikuti perintah kerja dan bisa dikenai tindakan disiplin bila tidak mematuhi ketentuan yang berlaku. Dalam konteks ini, aplikator bertindak seperti atasan yang memiliki kekuasaan terhadap kelangsungan kerja pengemudi.
4. Manfaat Jika Ojol Diakui Sebagai Karyawan Tetap
Jika pengemudi ojol diberikan status sebagai pekerja tetap, mereka akan memperoleh sejumlah hak dasar ketenagakerjaan yang selama ini belum sepenuhnya mereka nikmati. Beberapa di antaranya termasuk:
- Upah minimum bulanan
- Tunjangan Hari Raya (THR)
- Jaminan sosial dan kesehatan
- Cuti haid dan melahirkan untuk pengemudi perempuan
- Jam kerja yang wajar (8 jam per hari)
- Hari libur resmi dan akhir pekan
- Hak untuk membentuk serikat pekerja
- Perlindungan dari pemutusan hubungan kerja sepihak
Langkah ini juga akan memberikan kejelasan hukum dan perlindungan yang lebih baik terhadap ribuan pengemudi ojol yang selama ini berada dalam wilayah abu-abu antara pekerja mandiri dan karyawan.
Perkembangan dunia kerja digital seperti ojek online memang membawa kemudahan, tetapi di saat yang sama, menuntut kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adaptif. Tiga indikator utama—adanya pekerjaan dari perusahaan, sistem upah yang dikendalikan, dan keberadaan sanksi internal—telah menunjukkan bahwa driver ojol layak mendapatkan pengakuan sebagai karyawan tetap.
Kini bola berada di tangan pemerintah. Akankah mereka merespons tuntutan ini dengan memperbarui regulasi agar lebih adil dan manusiawi, atau tetap mempertahankan sistem "kemitraan" yang rawan disalahgunakan?