Admin Grup ‘Fantasi Sedarah’ Ditangkap, Legislator Gerindra: Negara Tak Diam

21 May 2025 14:26 WIB
anggota-komisi-iii-dpr-ri-fraksi-partai-gerindra-martin-daniel-tumbelaka-dokistimewa-1744292346942_169.jpeg

Kuatbaca.com-Dalam operasi siber terbaru, Kepolisian Republik Indonesia berhasil menangkap admin dan beberapa anggota grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ dan ‘Suka Duka’—dua komunitas online yang memuat konten incest dan pornografi. Penangkapan ini memicu apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Martin Daniel Tumbelaka, anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra, yang menilai tindakan cepat Polri sebagai bukti nyata perlindungan negara terhadap kejahatan moral.

Grup-grup tersebut diketahui beranggotakan ribuan netizen dan aktif memproduksi serta menyebarkan konten terlarang. Sebagian besar unggahan memuat materi yang secara tegas melanggar norma kesusilaan dan UU ITE. Setelah laporan warga dan pantauan unit siber, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bersama Ditsiber Polda Metro Jaya melakukan penggerebekan pada Selasa (20/5/2025) malam.

Dalam keterangan pers, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Karo Penmas Divhumas Polri, menyebut enam orang pelaku telah diamankan untuk diperiksa lebih lanjut. Motif pembuatan konten serta potensi tindak pidana lain—seperti perdagangan konten anak di bawah umur—sedang diusut. Polisi juga tidak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka baru seiring berjalannya proses penyidikan.

Keluarga korban dan aktivis perlindungan anak menyatakan kekhawatiran mendalam atas dampak psikologis dan sosial dari beredarnya konten incest di ruang digital. Bareskrim menekankan, penegakan hukum di ranah siber menjadi prioritas demi meminimalkan ruang gerak predator online.

1. Langkah Cepat Penegakan Hukum

Martin Daniel Tumbelaka menyambut baik tindakan Polri yang bergerak cepat dan tegas. Menurutnya, penangkapan admin grup yang menyebarluaskan kejahatan moral ini menunjukkan bahwa Polri tidak hanya reaktif terhadap kasus konvensional, tetapi juga

proaktif menghadapi kejahatan siber.

“Polri benar-benar hadir dalam melindungi masyarakat dari konten yang merusak moral,” ujar Martin. Legislator Gerindra ini juga menekankan pentingnya pendalaman penyidikan agar potensi korban mendapat perlindungan maksimal dan tidak menjadi korban dua kali akibat prosedur hukum yang lambat.

Upaya pemulihan psikologis jadi sorotan utama. Martin mengingatkan bahwa negara wajib hadir bukan hanya saat penangkapan, tetapi juga saat proses rehabilitasi mental korban. Pemulihan ini melibatkan konseling, pendampingan hukum, dan jaminan keamanan bagi saksi kunci.


2. Menelisik Peran Aktor Kunci

Admin dan moderator grup ini bukan sekadar pengguna biasa. Mereka berperan sebagai produsen dan kurator konten incest—sebuah bentuk kejahatan siber yang membuka celah eksploitasi seksual. Penyidik Bareskrim kini fokus menelisik alur produksi, distribusi, dan potensi aliran dana di balik kegiatan ilegal ini.

Karo Penmas Polri menyampaikan penyidikan melibatkan analisis digital forensik atas perangkat para pelaku. Bukti elektronik seperti log obrolan grup, riwayat unggahan, hingga metadata gambar menjadi kunci mengungkap jejak kejahatan. Apabila ditemukan unsur eksploitasi anak, pasal pidana tambahan akan dikenakan.

Lebih lanjut, penyidik mengidentifikasi jaringan pendukung, termasuk pihak yang membeli atau meng-‘download’ konten terlarang ini. Dengan memperluas cakupan penyidikan, aparat berharap memutus rantai distribusi dan efek menular ke komunitas lain di media sosial.


3. Sinergi Lintas Instansi

Martin mendorong koordinasi antarlembaga terus diperkuat, mulai Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga platform media sosial. “Koordinasi ini penting untuk menanggulangi kejahatan siber yang semakin kompleks,” ujarnya.

Kominfo diminta memperkuat sistem pemantauan dan pemblokiran konten ilegal. Selain itu, platform Facebook dan anak perusahaan Meta harus proaktif menutup grup-grup sejenis, bukan menunggu laporan pengguna. Pendekatan proaktif ini bisa

meminimalisir eksposur anak dan remaja terhadap konten pornografi.

Upaya edukasi juga krusial. Martin berharap program literasi digital masif digelar di sekolah dan komunitas. Dengan begitu, masyarakat dapat lebih selektif dalam mengonsumsi konten online dan memahami mekanisme pelaporan ke aparat.

4. Harapan dan Tantangan ke Depan

Meskipun penangkapan admin grup incest ini membuktikan keseriusan aparat, tantangan masih terbentang luas. Grup-grup baru kerap muncul dengan nama berbeda untuk mengelabui filter dan pengawasan. Dibutuhkan inovasi teknologi—seperti AI untuk deteksi konten—serta regulasi tegas terkait sanksi platform yang lalai.

Martin menegaskan, penegakan hukum harus diikuti penguatan legislasi. RUU Kejahatan Seksual yang tengah dibahas DPR diharapkan memuat ketentuan jelas soal perlindungan korban dan hukuman bagi pelaku eksploitasi online. Dengan landasan hukum kuat, langkah aparat akan lebih terarah.

Akhirnya, partisipasi publik menjadi pilar utama. Laporan cepat dan tindakan kolektif, serta dukungan moral bagi korban, menunjukan bahwa masyarakat tidak akan menolerir kejahatan moral—daring maupun luring. Dengan kolaborasi lintas instansi dan kesadaran bersama, ruang digital diharapkan kembali menjadi lingkungan yang aman dan sehat bagi semua generasi.

Fenomena Terkini






Trending