Pro Kontra Karya Seni Taring Padi di Kassel

Jakarta -Sejak awal pekan ini, nama kolektif seniman Taring Padi menjadi pembicaraan hangat di kalangan pencinta seni dunia. Melalui karya fenomenal Keadilan Rakyat, karya kelompok asal Yogyakarta itu menuai kontroversi.
Baliho bertajuk People's Justice berskala besar yang dipajang di depan Friedrichsplatz documenta fifteen tadinya ditutupi kain hitam. Tapi kini karya itu benar-benar dihapus termasuk 1.200 wayang kardus yang memiliki figur dan simbol sarat kritik tersebut.
Figur apa yang menjadi permasalahan? Dalam baliho raksasa yang pertama kalinya dipamerkan di Eropa usai dibuat tahun 2002 itu memuat gambar tentara yang dilukis berwajah babi dengan syal Bintang Daud. Itu adalah simbol yang digunakan Nazi untuk memusnahkan warga Yahudi.
Gambar itu juga mengenakan helm dengan tulisan Mossad atau yang diketahui sebagai badan intelijen Israel. Di belakangnya, ada gambar pria berjanggut bermata merah dengan gigi runcing, dan hidung bengkok.
Karikatur itu sering digunakan Nazi untuk memarjinalkan warga Yahudi. Gara-gara gambar itu, masyarakat Jerman marah dan menuding karya Taring Padi anti-semitisme. Tuduhan itu membuat geger sampai Presiden Jerman buka suara dan meminta masalah itu diselesaikan pihak documenta.
Menurut kurator independen asal Indonesia, Amir Sidharta, karya itu telah disalahpahami oleh masyarakat Eropa.
"Karya itu tidak ada hubungan dengan anti-semitisme karena publik Jerman punya trauma terhadap apa-apa yang berbau anti-Semit. Sehingga mereka melihat simbol-simbol ke-Yahudi-an sebagai hal yang terlalu disakralkan, sehingga komentar yang menggunakan simbol-simbol itu langsung dituduh," katanya kepada detikcom.
Perupa asal Bali, Citra Sasmita yang sedang melakukan residensi di Brussel, Belgia, sudah melihat karya Taring Padi di documenta fifteen. Menurutnya, direktur artistik ruangrupa menawarkan cara kerja kesenian yang organik dan sangat berbeda dengan kultur seni di Eropa selama ini.
"Taring padi misalnya, menghadirkan karya kolosal 1.200 wayang kardus yang dibuat melalui serangkaian workshop, melibatkan banyak komunitas, dan masyarakat dan saking masifnya karya tersebut mengokupasi beberapa sudut di kota kassel. Berarti ada distribusi pesan yang disampaikan di titik-titik display karya mereka," katanya kepada detikcom.
Karya Taring Padi, lanjut dia, diterjemahkan secara sepotong. Tidak dinilai secara isu geopolitik yang ingin mereka sampaikan.
Ia berpendapat karya itu menjadi kontroversial karena orang Jerman yang menolak ekspresi seniman yang dinilai kaum minoritas atau negara dunia ketiga.
"Bahwa seni tinggi yang mereka jaga selama ini runtuh dengan perspektif baru yang ditawarkan oleh ruang rupa sebagai direktur artistik documenta. Bahwa documenta sebagai event besar dunia yang menjadi patron diskursus seni internationa yang terjadi 5 tahun sekali ternyata menghadirkan tawaran menarik yang tidak menjadi kultur kesenian barat yang telah mandeg," ungkap Citra.
Hal senada juga dituturkan oleh Ben Perrot dari El Warcha Design Studio kepada detikcom. Sejak beberapa bulan terakhir, documenta fifteen diserang oleh berbagai isu termasuk anti-Semitisme yang baru-baru ini dibahas.
"Karya Taring Padi yang dibuat 20 tahun yang lalu menentang kekerasan dan perang, tapi satu karakter yang dilukis dengan salib David ditafsirkan sebagai anti-Semit. Kami mendukung Taring Padi dengan mengambil beberapa figur kardus dan meletakkannya di ruang kami sebagai tanda dukungan, meski karya itu dihapus permanen," katanya.
Dia menegaskan tak ada satu pun seniman yang dikurasi oleh ruangrupa menganut anti-Semit. "Ada diskusi dan interaksi luar biasa yang ada di documenta 15 dan ruangrupa melakukan pekerjaan yang luar biasa," tukasnya.