Jakarta - Saritem berasal dari nama seorang perempuan yang dipercaya berasal dari Sumedang Larang. Ia punya nama asli Nyi Mas Ayu Permata Sari.
Seperti dalam tulisan berjudul Saritem yang ditulis Aan Merdeka Permana, Nyi Mas Ayu merupakan gadis keturunan orang terpandang. Hidupnya terkungkung, seperti gadis pada umumnya kala itu.
Namun ia kerap bepergian bersama keluarganya. Terutama ke kawasan Marongge, perbatasan Sumedang dan Majalengka.
Di sana, ia kerap datang ke tempat pengasihan. Tapi pada zaman itu, pengasihan lebih kepada kebutuhan untuk saling peduli hingga menyayangi. Bukan hanya untuk birahi.
Nyi Mas Ayu Permata Sari bersama keluarga juga sering datang Pananjung untuk berziarah. Di sana dipercaya, terdapat kerajaan hingga petilasan Dewi Rengganis.
Keinginan Nyi Mas Ayu kemudian makin banyak. Termasuk untuk pergi ke Tatar Ukur, wilayah Bandung saat ini. Di kawasan Karapyak, ia punya saudara untuk dituju, selain untuk memperdalam napak tilas sejarah yang sudah menjadi mimpinya.
Perjalanan panjang yang dilakukannya tak seperti sekarang. Kala itu, hanya ada pedati dengan dua kuda yang menariknya.
Tapi sayangnya keinginan Nyi Mas Ayu tak berjalan mulus. Ia dilarang kedua orang tuanya. Mereka lebih mengharapkan Nyi Mas Ayu untuk menikah terlebih dahulu ketimbang mengembara.
Terlebih kala itu, seorang perempuan mengembara juga masih jarang terjadi. Mimpi itu tak bisa dibendung, orang tuanya merelakan tapi dengan satu syarat. Nyi Mas Ayu wajib didampingi seorang kusir pedati, bernama Ki Usdi.
Sepanjang perjalanan, mereka beberapa kali berhenti di pos penjagaan yang berderet setiap beberapa kilometer. Ki Usdi kerap dicurigai akan menjual seorang wanita yang dibawanya di pedati.
Dari kecurigaan petugas itu juga Nyi Mas Ayu makin penasaran. Ia terus bertanya kepada Ki Usdi mengenai hal tersebut.
Tujuan Nyi Mas Ayu pun langsung berubah. Ia kini berniat untuk mendatangi lokasi jual-beli perempuan itu. Menurutnya, menjaga harga diri sendiri juga wajib hukumnya untuk menjaga harga diri bangsa.
Dari situ, juga muncul kabar awal mula Saritem yang tak cuma pusat prostitusi yang berdiri sejak Kolonial Belanda hingga ditutup pada 2007. Ada cerita tentang asal-usul nama Saritem.
Budayawan Budi Dalton justru melihat Nyai Saritem dari sisi berbeda. Sebagai penghargaan atas jasanya, Saritem diabadikan dalam bentuk jalan yang bisa diakses dari arah Gardujati maupun dari Jalan Jenderal Sudirman.
Nyai Saritem digambarkan sebagai sosok wanita berparas cantik bersanggul dan ayu berkebaya ala wanita Jawa tempo dulu. Fotonya pun banyak bertebaran di internet.
Budi mengatakan, Saritem lahir di Parakanmuncang Sumedang 1840 dan meninggal di Bandung 1920. Budi pun meyakini bahwa foto wanita ayu berkebaya yang beredar di internet adalah benar Nyai Saritem.