Lestari Moerdijat Sebut Aturan PSE Lindungi Warga dari Ancaman Digital

Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menuturkan konsistensi penerapan aturan harus terus didukung dengan tetap memperhatikan kritik publik. Hal ini juga berlaku dalam upaya terus menyempurnakan penyelenggaraan sistem elektronik (PSE) yang jadi upaya perlindungan bagi setiap warga negara.
"Apa yang terjadi dalam tata kelola penyelenggaraan sistem elektronik di Tanah Air akhir-akhir ini harus menjadi perhatian kita semua. Tujuan akhirnya tentu untuk terus menyempurnakan tata kelola yang ada," kata Rerie, sapaan akrab Lestari, dalam keterangannya, Rabu (3/8/2022).
Hal ini dikatakan Rerie saat memberi sambutan dalam diskusi daring bertema Tata Kelola Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Global: Kedaulatan versus Kebebasan Informasi, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.
Menurut Rerie, era digital dengan segala keterbukaannya berpotensi mendatangkan ancaman. Pada posisi inilah, negara wajib melindungi warganya dari potensi ancaman tersebut, lewat sejumlah kebijakan pada penyelenggaraan sistem elektronik.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem ini melihat kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menjaga kedaulatan bangsa ini dari berbagai ancaman tersebut. Ia menegaskan, teknologi informasi (internet) dengan segala kemudahan oleh penyedia layanan disertai kebebasan aksesnya mesti dibarengi dengan ketaatan penuh pada aturan setiap negara.
"Membuka ruang pada ketidaktaatan hanya akan memelihara potensi ancaman kepada kedaulatan negara," tutur Rerie.
Rerie juga berharap pemerintah dapat mengakomodasi setiap kritik dan menata pelayanan yang belum optimal agar pelayanan penyelenggara sistem elektronik lebih berkualitas.
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, Semuel Abrijani Pangerapan mengungkapkan penerapan tata kelola penyelenggaraan sistem elektronika oleh pemerintah dalam rangka membangun Indonesia sebagai digital nation yang berdaulat di ruang-ruang digital di Tanah Air.
Menurut Semuel, langkah tersebut setara dengan upaya bangsa ini untuk memperjuangkan kedaulatan bangsa ini lewat Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Upaya tersebut, sudah diawali lewat pembangunan besar-besaran infrastruktur digital di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Untuk memanfaatkan infrastruktur digital tersebut, berbagai aplikasi digital hadir agar masyarakat bisa memanfaatkan ruang digital yang tersedia," imbuh Semuel.
Semuel mengatakan kehadiran ribuan atau jutaan aplikasi di dunia di ruang digital tanah air perlu pengaturan dan mekanisme dalam bentuk tata kelola yang baik dan mendukung kedaulatan negara.
Di sisi lain, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mimah Susanti berpendapat penggunaan teknologi informasi di Indonesia sudah tidak terelakkan lagi di era internet yang merupakan ruang publik, sehingga negara harus hadir.
Menurut Mimah, kebebasan informasi sudah dinyatakan para pendiri bangsa ini dan diatur lewat Undang-Undang Dasar 1945 dengan salah satu tujuannya adalah untuk melindungi publik.
"Upaya KPI untuk mengawasi konten dan menghadirkan industri yang sehat, merupakan bagian dari upaya perlindungan terhadap masyarakat dari informasi yang tidak sehat," ujar Mimah.
Direktur Pemberitaan MNC Group, Prabu Revolusi mendukung pemerintah dalam implementasi pendaftaran penyelenggara sistem elektronik (PSE) di Tanah Air. Karena apa yang dilakukan Indonesia saat ini juga sudah diberlakukan di sejumlah negara dunia untuk menegakkan kedaulatan ruang digital negara masing-masing.
"Menegakkan kedaulatan digital oleh suatu negara itu harus diutamakan. Tujuannya agar PSE tidak lebih berkuasa dari negara itu sendiri," ucap Prabu.
Meski begitu, Prabu menyarankan pemberlakuan sejumlah kebijakan untuk menegakkan kedaulatan digital sebuah negara harus melalui proses yang benar agar kebijakan itu bisa benar-benar dipahami oleh publik.
Dalam kesempatan yang sama, Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Muhamad Sulhan berpendapat kehebohan terkait kebijakan pendaftaran PSE memperlihatkan penanaman literasi digital di masyarakat berhasil, tetapi sangat disayangkan daya baca terhadap digital masyarakat masih rendah.
Dalam penerapan kebijakan baru, Sulhan berpendapat, dibutuhkan strategi komunikasi yang baik dengan penggunaan bahasa yang tepat, sehingga setiap pesan dipahami oleh publik.
Sementara itu, Pemain Tim Nasional eSport Indonesia, Fahmi Husaeni menilai kewajiban pendaftaran PSE banyak memiliki hal positif. Salah satunya, dengan kewajiban pendaftaran masyarakat bisa memilah mana platform atau aplikasi yang legal dan ilegal.
Fahmi pun menyarankan pemerintah memberikan edukasi berkelanjutan terhadap masyarakat agar terhindar dari mengakses aplikasi yang ilegal.
Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai NasDem, Jakfar Sidik menilai Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan agar negara melindungi segenap warga negara. Kewajiban pendaftaran PSE itu, menurutnya bukan soal pemblokiran aplikasi, tetapi lebih pada upaya melindungi setiap warga negara.
Senada dengan Jakfar, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan, Bandung, Atang Irawan berpendapat cyber jurisdiction merupakan wilayah kedaulatan yang harus diatur oleh negara. Pengaturan oleh negara merupakan upaya negara dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara.
"Justru, bila negara tidak mewajibkan pendaftaran PSE merupakan bagian dari pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat," ungkap Atang.
Jurnalis senior Saur Hutabarat berpendapat upaya negara untuk melindungi publik memang memerlukan regulasi yang tegas. Namun, tidak menutup diri dari kritik agar mampu menghasilkan kepuasan publik. Menurut Saur, dunia digital mengalami perkembangan yang cepat, jangan sampai regulasi tertinggal oleh perkembangan zaman.