Kenalan di Twitter, VCS dan Diperas, Saya Harus Bagaimana?

Jakarta - Kejahatan dunia maya, khususnya di media sosial terus bergentayangan. Salah satunya modus kenalan dan berujung video call sex (VCS). Ujungnya, malah diperas. Bagaimana di mata hukum?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: [email protected] dan di-cc ke [email protected] Berikut pertanyaan lengkapnya:
Ini (foto terlampir-red) suka meras via VCS. Banyak teman saya yang diperasnya. Kalau nggak ngasih uang akan shere video telanjang teman saya.
Awal teman saya kenal via Twitter. Terus taman saya tergiur disuruh transfer Rp 100 ribu untuk 30 menit VCS. Sebelum VCS teman saya disuruh wajib telanjang dan tanpa penutup muka. Habis itu langsung direkam sama dia.
Terima [email protected]
Apakah Anak Angkat yang Sangat Disayangi Suami Dapat Hak Waris?Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaannya.
Secara singkat, apa yang teman Anda alami, merupakan rangkaian tindak pemerasan dan teman Anda sebagai korbannya. Berikut penjelasannya.
Pemerasan merupakan salah satu tindak pidana umum yang dikenal dalam hukum pidana positif di Indonesia. Tindak pidana pemerasan diatur dalam KUHP pada Pasal 367 Bab XXIII. Sebenarnya, dalam bab ini mengatur dua macam tindak pidana, yaitu pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman (afdreiging). Kedua tindak pidana itu memiliki inti atau sifat yang sama pada dasarnya, yakni suatu perbuatan yang memiliki tujuan memeras orang lain.
Karena itu, sifatnya yang sama, kedua tindak pidana ini diatur dalam bab yang sama. Kata 'pemerasan' dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar 'peras' yang bisa bermakna leksikal 'meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.
Pemerasan diatur dalam hukum pidana sebagaimana Pasal 368 ayat 1 KUHP yang berbunyi:
"Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".
Menurut Andi Hamzah, subjek pasal ini adalah 'barangsiapa' ada empat inti delik atau delicts bestanddelen dalam Pasal 368 KUHP.
Pertama, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kedua, secara melawan hukum.
Ketiga, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman.
Keempat, untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang.
Unsur 'dengan maksud' dalam pasal ini memperlihatkan kehendak pelaku untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain. Jadi, pelaku sadar atas perbuatannya memaksa.
Memaksa yang dilarang di sini adalah memaksa dengan kekerasan. Tanpa ada paksaan, orang yang dipaksa tidak akan melakukan perbuatan tersebut.
Walaupun pemerasan bagian dari tindak pidana umum, namun tindak pidana pemerasan termasuk ke dalam delik aduan (klachdelict) yang berarti tindak pidana baru bisa diproses apabila korban membuat pengaduan/laporan.
Dari dasar di atas, perbuatan pelaku yang mengajak telanjang kemudian menyebarkan foto telanjang Anda, serta mengancam untuk mengirim uang adalah jelas merupakan perbuatan pemerasan dan pengancaman yang dilarang undang-undang pidana.
Mengacu Pasal 368 KUHP, perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Jika teman Anda mendapat ancaman mengunggah foto pribadi, termasuk foto pribadi telanjang ke publik di media sosial, dapat diasumsikan bahwa hal ini merupakan modus pemerasan via media digital.
Jika hal itu benar-benar terjadi dan anda merasa dirugikan, maka teman Anda dapat melaporkan kepada polisi maupun penyidik Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Hal itu juga diatur dalam Pasal 27 ayat (4) Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur tentang pemerasan/pengancaman di dunia siber, yang berbunyi:
"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman".
Ancaman pidana dari Pasal 27 ayat 4 UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat 4 UU 19/2016 yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 27 ayat 4 UU 19/2016, ketentuan pemerasan dan/atau pengancaman yang diatur dalam Pasal 27 ayat 4 UU ITE dan perubahannya mengacu pada pemerasan dan/atau pengancaman pada KUHP. Jika teman anda memiliki bukti yang cukup mengenai perbuatan teman tersebut, teman Anda dapat melaporkannya ke polisi atau instansi terkait di bidang ITE.
Jika perbuatan teman Anda dilakukan melalui media elektronik atau media sosial maka perbuatan tersebut dapat dijerat dengan UU ITE.
Demikian jawaban singkat kami
Terima kasihTim Pengasuh detik's Advocate