Jakarta -Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung mengalami pembengkakan atau cost overrun. Proyek ini diperkirakan bengkak antara US$ 1,176 miliar hingga US$ 1,9 miliar, atau sekitar Rp 17,52 triliun hingga Rp 28,31 triliun (asumsi kurs Rp 14.900).
Pemerintah diminta pihak China untuk menalangi pembangunan proyek itu. Ekonom Senior INDEF Faisal Basri mengungkapkan analisisnya mengenai proyek ini. Menurutnya, dari awal Indonesia sebenarnya tak mampu membiayai proyek ini. Namun konsekuensinya dirasa terlalu berat jika harus menyerahkan proyek ini sepenuhnya kepada China.
"Kalau semua kekurangan pembiayaan 100% China bisa. Marah lagi nanti orang Indonesia kita dijajah China. Jadi China paham, kitanya yang tidak tahu diri. Mau diserahkan semuanya 100%? Nanti manajemennya dia, kan nanti marah lagi kita." ujar dia dalam acara Blak-blakan detikcom, Rabu (10/8/2022).
Faisal mengungkapkan fasilitas yang diberikan China adalah pinjaman yang bunganya 20 kali lebih tinggi dari Jepang. Hal ini menurutnya adalah ongkos yang harus dibayar oleh Indonesia.
"Cost overrun ini disebabkan karena perencanaanya berubah-ubah dari waktu ke waktu berulang kali. Dulu lewat Walini, sekarang Walininya dilewati saja tidak berhenti, dihidupkan Padalarang," jelasnya.
Menurut Faisal, kereta cepat seharusnya didesain bersaing dengan moda transportasi pesawat. Tapi faktanya, banyak hal yang membuat fasilitas kereta cepat Jakarta-Bandung yang akan sulit bersaing dengan pesawat.
"Daripada Padalarang ke Bandungnya naik lewat kereta konvensional. Kalau bawa barang gitu turun kereta naik kereta lagi, kalau turun kereta cepat barangkali lebih nyaman ya beda platform-nya itu lurus gitu. Masuk ke konvensional diangkat lagi harus pakai porter lagi nah ini kereta apa karena dari dulu kita sudah ingatkan bahwa kereta cepat itu kompetitornya adalah pesawat." katanya.
Sebelumnya diberitakan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, sebanyak 25% dari pembengkakan itu akan ditanggung konsorsium BUMN Indonesia yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan konsorsium China yakni Beijing Yawan HSR Co Ltd sesuai dengan komposisi saham.
Sebagaimana diketahui, PSBI memegang 60% saham pada PT Kereta Cepat Indonesia (KCIC) sebagai pemilik proyek. Sementara, 40% dimiliki Beijing Yawan.
"Cost overrun ini akan dibagi nanti, diperkirakan kita hitung, 25% itu akan diambil masing-masing. Kita akan chip in, BUMN Indonesia akan chip, BUMN-nya China akan chip in sesuai dengan komposisinya," katanya di Tennis Indoor Senayan Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Diperkirakan, konsorsium BUMN Indonesia akan menambal bengkak biaya itu sekitar Rp 4 triliun. Dana itu berasal dari penyertaan modal negara (PMN) yang masuk lewat PT KAI (Persero). Sementara, konsorsium China diperkirakan akan menambal Rp 3 triliun. Sisanya, sebanyak 75% dari pembengkakan biaya akan ditutup melalui melalui utang.