Perjalanan Panjang China Bangun Jet Tempur Sendiri di Tengah Keterbatasan

12 May 2025 17:38 WIB
jet-tempur-j-10c-1746680642303.webp

1. Dari Negara Miskin ke Raksasa Teknologi Militer

Kuatbaca.com - Siapa sangka bahwa China, yang hingga awal 1980-an masih dikategorikan sebagai negara berpendapatan rendah, kini mampu mengembangkan jet tempur canggih buatan dalam negeri yang bersaing di kancah global? Pada masa itu, lebih dari 90 persen penduduk China hidup dalam kemiskinan ekstrem. Namun keterbatasan ekonomi tidak menghentikan ambisi besar mereka di sektor pertahanan.

Di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, Beijing mulai menyusun peta jalan teknologi militer jangka panjang. Salah satu proyek paling ambisius adalah pengembangan jet tempur lokal yang menjadi simbol kemandirian teknologi dan kedaulatan pertahanan China.

2. Program Jet Tempur yang Lebih Berguna dari Bom Atom

Perjalanan membangun jet tempur ini tidaklah singkat. Bahkan, jauh melampaui masa jabatan Deng Xiaoping selama 11 tahun. Pada tahun 1994, Presiden Jiang Zemin menyebut bahwa keberhasilan membuat jet tempur yang andal akan memberi manfaat lebih besar bagi China ketimbang sekadar memiliki senjata nuklir.

Itulah semangat yang kemudian melahirkan Chengdu J-10, jet tempur multirole buatan lokal pertama China yang mampu menjalankan misi udara-ke-udara maupun serangan darat. Jet ini mulai dioperasikan secara penuh pada pertengahan 2000-an dan resmi bergabung dalam unit tempur aktif pada 2018.

3. Debut Tempur J-10C: Tembak Jatuh Rafale India?

J-10C, versi paling modern dari keluarga J-10, disebut telah menunjukkan taringnya pada 7 Mei 2025, ketika digunakan oleh Angkatan Udara Pakistan dalam insiden yang melibatkan jet tempur Rafale India. Pakistan adalah satu-satunya negara di luar China yang mengoperasikan J-10C, menjadikannya mitra strategis Beijing dalam unjuk kekuatan udara.

Insiden ini menjadi debut tempur pertama J-10C yang menyedot perhatian dunia, terutama karena jet Rafale dikenal sebagai salah satu jet tempur canggih buatan Prancis dengan teknologi mutakhir.

4. China Tak Bisa Beli, Maka Harus Membangun Sendiri

Menurut Mauro Gilli, peneliti dari Center for Security Studies di Swiss Federal Institute of Technology, China tidak pernah benar-benar punya opsi untuk membeli jet tempur dari Amerika Serikat, Rusia, atau Prancis. Karena itu, mereka memilih jalur yang lebih sulit: membangun dari nol.

Investasi besar dilakukan sejak 1980-an, termasuk menjalin kerja sama dengan Barat ketika hubungan masih baik. Saat itu China sempat belajar banyak soal sistem radar, rudal, dan teknologi aeronautika dari negara-negara Barat.

5. Sanksi Barat Jadi Titik Balik: Beralih ke Teknologi Rusia

Namun, kerja sama militer dengan Barat mulai terhenti setelah tragedi Lapangan Tiananmen tahun 1989, yang menyebabkan AS dan sekutunya menjatuhkan sanksi berat terhadap China. Program "Peace Pearl" antara militer AS dan China pun dibatalkan.

China kemudian berbalik ke arah Rusia, yang saat itu tengah mengalami kemerosotan ekonomi usai runtuhnya Uni Soviet. Beijing memanfaatkan situasi tersebut untuk membeli sejumlah teknologi militer canggih dari Moskow, termasuk mesin jet dan sistem senjata yang sangat penting dalam membangun fondasi J-10.

6. Kini J-10C Murni Buatan Lokal dengan Teknologi Mandiri

Setelah puluhan tahun riset dan pengembangan, China kini berhasil menciptakan ekosistem industri pertahanan yang mandiri. Jet tempur J-10C saat ini dapat diproduksi secara sepenuhnya independen oleh China. Menurut Gilli, saat ini tak relevan lagi mempertanyakan seberapa banyak teknologi asing di dalamnya.

“Sekarang, saya akan katakan 100% teknologi J-10 berasal dari China,” ujarnya tegas.

7. Simbol Kebangkitan dan Ketangguhan Teknologi China

Keberhasilan China membangun jet tempur seperti J-10C bukan hanya prestasi teknis, tetapi juga simbol dari kebangkitan negeri Tirai Bambu sebagai kekuatan militer modern. Dari negara yang dulunya miskin dan terisolasi, kini mereka mampu memproduksi sistem pertahanan canggih dan bahkan menyaingi pemain utama industri militer global.

Perjalanan panjang ini membuktikan bahwa dengan ketekunan, investasi jangka panjang, dan kemandirian, sebuah negara bisa mengubah keterbatasan menjadi kekuatan strategis.

teknologi

Fenomena Terkini






Trending