Jatuhnya Rafale Jadi "Iklan Gratis" Jet Tempur China, Pasar Internasional Berguncang

Kuatbaca.com - Ketegangan antara India dan Pakistan tak hanya memicu kekhawatiran konflik kawasan, tapi juga memunculkan realitas baru: kebangkitan industri pertahanan China. Salah satu momen krusial adalah klaim Pakistan yang menyebut jet tempur J-10C buatan China berhasil menjatuhkan sejumlah jet India, termasuk Rafale buatan Prancis. Jika dikonfirmasi, ini bisa menjadi momen bersejarah bagi Beijing dalam menancapkan kuku di pasar senjata global.
1. Jatuhnya Rafale dan Dampaknya ke Pasar Saham China
Pakistan mengklaim telah menembak jatuh lima jet tempur India, termasuk tiga Dassault Rafale, satu MiG-29, dan satu Su-30. Semua ini diklaim dilakukan oleh jet tempur J-10C produksi AVIC Chengdu Aircraft asal China.
Meski India belum mengakui secara resmi kehilangan jet-jetnya, sejumlah sumber dari Amerika Serikat dan Prancis disebut telah membenarkan setidaknya satu Rafale dijatuhkan. Hal ini langsung berdampak pada pasar saham China, di mana saham AVIC Chengdu Aircraft melonjak hingga 40% dalam sepekan—sebuah respons pasar yang luar biasa.
2. Pertarungan Teknologi: China vs Barat
Konflik India-Pakistan kini dinilai sebagai medan uji langsung antara sistem persenjataan China melawan teknologi Barat. India sendiri selama ini mengandalkan senjata dari Amerika Serikat, Rusia, dan sekutu NATO, sementara Pakistan merupakan mitra utama China dalam hal pertahanan.
Menurut analis militer Bilal Khan dari Quwa Group di Toronto, jika J-10C benar menjatuhkan Rafale, ini menunjukkan bahwa senjata buatan China kini berada di level yang setara atau bahkan lebih unggul dari teknologi Eropa Barat.
3. J-10C dan Rudal PL-15 Jadi Sorotan Dunia
Jet J-10C milik Angkatan Udara Pakistan diyakini dibekali rudal udara-ke-udara PL-15, salah satu rudal tercanggih buatan China. Versi ekspor dari rudal ini memiliki jangkauan hingga 145 km, sedangkan versi domestik yang dipakai China dilaporkan bisa mencapai 200–300 km.
Kombinasi jet dan rudal ini dianggap sebagai senjata strategis baru China di kancah internasional, memberikan alternatif bagi negara-negara yang kesulitan mengakses senjata canggih buatan Barat.
4. Momentum Emas bagi Industri Militer China
Bagi China, peristiwa ini adalah "iklan gratis" untuk mempromosikan senjata mereka. Hal itu ditegaskan oleh Antony Wong Dong, pengamat militer dari Makau, yang menyebut momen ini sebagai pembuktian nyata keandalan produk pertahanan China di medan tempur sesungguhnya.
Dengan Rusia tengah terpuruk akibat invasi ke Ukraina, China berpeluang merebut pasar tradisional Rusia di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara—seperti Aljazair, Irak, Mesir, dan Sudan.
5. Daya Tarik Baru bagi Pembeli dari Negara Berkembang
Menurut pengamat pertahanan Salman Ali Bettani dari Universitas Quaid-i-Azam di Islamabad, pertempuran ini menjadi titik balik persepsi dunia terhadap produk militer China. Dengan harga yang relatif lebih terjangkau dibanding jet Barat, tapi kemampuan tempur yang kompetitif, banyak negara berkembang akan mulai melirik opsi dari Beijing.
China sendiri kini menjadi eksportir senjata terbesar keempat di dunia, menurut data SIPRI. Sekitar dua pertiga ekspornya masih ke Pakistan, namun prospek untuk ekspansi lebih luas kini terbuka lebar.
Jet Tempur China Tak Bisa Lagi Dianggap Remeh
Jika benar J-10C berhasil menumbangkan Rafale—jet tempur unggulan Prancis—maka dunia harus mulai mengakui kemajuan pesat teknologi militer China. Tak hanya soal jet tempur, tapi juga rudal, radar, dan sistem avionik lainnya yang kini semakin diperhitungkan.
China telah mengubah panggung geopolitik senjata global—dari yang dulunya dipandang sebelah mata, kini jadi pemain utama yang ditakuti dan diincar banyak negara.