Kuatbaca.com - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah menyiapkan terobosan baru untuk mempercepat layanan internet nasional. Salah satu strategi yang dikedepankan adalah penerapan skema jaringan terbuka (open access) pada spektrum frekuensi baru, yakni di pita 1,4 GHz. Dengan penerapan skema ini, kecepatan internet di Indonesia ditargetkan bisa tembus hingga 100 Mbps.
Langkah ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, yang menegaskan bahwa regulasi soal jaringan terbuka sejatinya telah ada, namun belum pernah benar-benar diimplementasikan secara nyata. Pita 1,4 GHz ini akan menjadi uji coba pertama dalam penerapan konsep tersebut.
Menurut Wayan, skema ini memungkinkan penyelenggara jaringan untuk membuka infrastruktur mereka kepada operator lain. Artinya, setiap operator bisa memanfaatkan jaringan yang sama tanpa harus membangun infrastruktur sendiri, sehingga efisiensi biaya bisa dicapai dan penetrasi internet jadi lebih luas dan cepat.
1. Spektrum 1,4 GHz Siap Dilelang, Fokus untuk Internet Rumah
Spektrum 1,4 GHz sendiri akan segera dilelang oleh pemerintah dan diperuntukkan khusus untuk jaringan tetap lokal berbasis packet switched, atau yang dikenal dengan istilah jartaplok. Fokus dari pemanfaatan pita ini adalah untuk mendukung layanan broadband wireless access (BWA) di sektor rumah tangga, pendidikan, dan kesehatan.
Pemerintah berharap pita frekuensi ini akan menjadi “vorijder” atau pembuka jalan bagi semakin meluasnya penggunaan fiber optik sebagai infrastruktur utama internet di Indonesia. Sementara frekuensi 1,4 GHz berperan sebagai akses last mile ke pelanggan.
“Tujuannya agar frekuensi ini mendorong koneksi fiber optik semakin masif dan bisa menjangkau ke rumah-rumah, sekolah, puskesmas, dan berbagai titik layanan publik lainnya,” ujar Wayan.
2. Dampak Positif bagi Industri dan Konsumen
Dengan mengusung skema jaringan terbuka, Komdigi berharap ekosistem industri telekomunikasi di Tanah Air menjadi lebih sehat. Operator dapat berbagi infrastruktur, sehingga tidak perlu melakukan investasi besar-besaran secara terpisah. Hasil akhirnya, masyarakat bisa mendapatkan layanan internet yang cepat, stabil, dan terjangkau.
“Skema ini menguntungkan semua pihak. Industri lebih efisien dari segi investasi, sementara masyarakat bisa mendapatkan tarif layanan yang kompetitif,” jelas Wayan lagi.
Sebagai gambaran, kecepatan internet di Indonesia saat ini masih tergolong lambat jika dibandingkan negara tetangga. Laporan Speedtest Global Index dari Ookla mencatat kecepatan internet mobile Indonesia rata-rata hanya 40,51 Mbps, sedangkan fixed broadband lebih rendah, di angka 34,37 Mbps.
3. Pita 1,4 GHz Dibagi Tiga Regional, Meliputi 14 Zona Nasional
Untuk memastikan distribusi yang merata, pita frekuensi 1,4 GHz akan dibagi ke dalam tiga regional utama, mencakup 14 zona layanan dari Sumatera, Jawa, Bali-Nusra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Sistem pembagian wilayah ini bertujuan agar semua daerah, termasuk yang terpencil, bisa mendapatkan manfaat internet cepat.
Dalam dokumen konsultasi publik tentang Rancangan Peraturan Menteri (RPM), disebutkan bahwa lebar pita yang disediakan untuk spektrum ini mencapai 80 MHz, yakni dari 1.427 MHz hingga 1.518 MHz.
Pemerintah akan memberikan Izin Pita Frekuensi Radio (IPFR) kepada penyelenggara jaringan tetap lokal berdasarkan zonasi regional tersebut. Model ini dinilai lebih fleksibel dan memungkinkan operator lokal atau komunitas juga bisa ikut berpartisipasi dalam penyediaan layanan internet.
4. Keputusan Mendadak, Tapi Prioritas Pemerintah Jelas
Yang mengejutkan, keputusan untuk melelang pita 1,4 GHz ini muncul belakangan, namun justru diutamakan dibanding spektrum yang lebih dulu disiapkan seperti 700 MHz, 2,6 GHz, atau bahkan 26 GHz yang dikenal mendukung jaringan 5G.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah menaruh perhatian serius terhadap percepatan penetrasi internet di daerah-daerah yang belum terlayani dengan baik. Pita 1,4 GHz dianggap lebih strategis dalam memperluas jangkauan internet berbasis jaringan tetap.
Wayan menambahkan bahwa langkah ini juga sejalan dengan rencana penyediaan internet 100 Mbps seharga Rp 100 ribu per bulan untuk fasilitas umum seperti sekolah dan puskesmas, sebagaimana telah digagas sebelumnya.