Kuatbaca - Dua raksasa teknologi dunia, Google dan Meta, tengah memperluas infrastruktur digital mereka dengan membangun Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) yang melintasi wilayah perairan Indonesia. Langkah ini tentu bukan sekadar proyek kabel bawah laut biasa—dampaknya bisa dirasakan hingga ke pelaku industri dalam negeri. Namun, benarkah kehadiran mereka akan menggerus eksistensi penyelenggara kabel laut lokal?
Ketrosden Triasmitra, salah satu pemain utama di sektor infrastruktur kabel laut Indonesia, memandang langkah Google dan Meta sebagai bagian dari ekspansi global yang tak langsung bersaing dengan mereka. SKKL yang digagas oleh dua perusahaan asal Amerika Serikat itu memang dirancang untuk menghubungkan berbagai negara dengan sistem bandwidth besar, bukan menyediakan core network bagi operator lokal.
Dengan kata lain, kabel-kabel milik Meta dan Google lebih bersifat transnasional. Mereka melintasi wilayah perairan Indonesia tanpa secara aktif membentuk jaringan cabang yang menghubungkan titik-titik di dalam negeri. Inilah yang menjadi pembeda utama dengan model bisnis Triasmitra, yang lebih fokus pada pembangunan jaringan tulang punggung (core network) di dalam negeri, seperti dari Jakarta ke Batam atau dari Batam ke Singapura.
Proyek kabel laut Google dan Meta mencakup beberapa sistem utama seperti Echo, Bifrost, dan Apricot. Echo dan Bifrost masing-masing membentang sejauh 15.000 km dari pantai barat Amerika Serikat menuju Asia Tenggara, melewati perairan Indonesia dan berujung di Singapura. Echo dikembangkan oleh Meta, Google, dan operator seluler XLSmart (dulu XL Axiata), sedangkan Bifrost digarap bersama Telin (anak perusahaan Telkom) dan Keppel dari Singapura.
Terbaru, proyek Apricot menjadi perhatian karena konektivitasnya lebih kompleks. Sistem ini menghubungkan beberapa kota strategis di Asia Pasifik, termasuk Batam dan Tanjung Pakis di Indonesia, dengan sejumlah titik di Filipina, Jepang, Taiwan, dan Singapura. Proyek ini bahkan sudah mengantongi izin pemanfaatan ruang laut dari pemerintah Indonesia.
Daripada menjadi ancaman, kehadiran kabel-kabel internasional justru dipandang sebagai peluang oleh Triasmitra. Menurut mereka, kebutuhan operator nasional akan jaringan core tetap tinggi, bahkan meningkat, seiring tumbuhnya lalu lintas data yang masuk melalui SKKL internasional. Artinya, SKKL seperti Echo dan Bifrost tetap memerlukan jaringan lokal untuk mengantarkan data dari titik masuk ke berbagai wilayah dalam negeri.
Hal ini justru membuka ruang kerja sama. Triasmitra tetap menerima permintaan pembangunan koneksi dari Jakarta ke Batam dan Singapura, sebagai bagian dari perluasan jaringan dari SKKL internasional. Di sinilah peran pemain lokal tetap krusial: menjembatani kebutuhan domestik dari infrastruktur global.
Sambil menyambut era konektivitas global yang makin cepat, Triasmitra tak tinggal diam. Mereka tengah menyiapkan dua proyek kabel laut besar di dalam negeri. Proyek pertama adalah SKKL Rising 8 yang akan menghubungkan Jakarta, Batam, dan Singapura. Dengan panjang kabel sekitar 1.128,5 km, proyek ini dirancang menggunakan sistem repeater dan akan memiliki kapasitas hingga 25 terabit per detik per pasangan serat optik, dengan potensi kapasitas total mencapai 400 Tbps.
Proyek kedua yang lebih ambisius adalah SKKL Indonesia Tengah, yang akan menyambungkan wilayah Indonesia bagian tengah seperti Bali, Nusa Tenggara, hingga Sulawesi. Rute kabel ini akan melintasi sembilan segmen, dari Sanur (Bali), Labuan Bajo, Makassar, hingga Luwuk. Total panjangnya mencapai 2.597 km dan proyek ini dibagi dalam dua tahap: tahap pertama dibangun pada 2026, dan tahap kedua dilanjutkan pada 2027.
Hadirnya SKKL internasional yang dibangun oleh Google dan Meta memang membawa teknologi dan investasi besar ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Namun, keberadaan pemain lokal seperti Triasmitra tetap esensial dalam menjaga kedaulatan digital dan memastikan distribusi data secara merata ke seluruh wilayah.
Ekosistem digital Indonesia bukan hanya soal infrastruktur global yang menembus batas negara, tetapi juga bagaimana jaringan lokal mampu menjangkau pelosok nusantara. Di sinilah pentingnya sinergi antara raksasa global dan penyedia infrastruktur domestik, demi memastikan Indonesia tidak hanya menjadi lintasan data, tetapi juga pusat distribusinya.