Aplikasi World Terancam Ditutup Permanen di Indonesia, Komdigi Lakukan Investigasi Mendalam

Kuatbaca.com - Nasib aplikasi World, yang dikenal sebagai platform pengumpulan data biometrik berbasis iris mata, semakin berada di ujung tanduk. Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah membekukan operasional layanan tersebut di Indonesia karena alasan keamanan data pribadi. Langkah ini dilakukan setelah muncul kekhawatiran luas mengenai potensi penyalahgunaan data sensitif milik warga Indonesia yang telah menyerahkan informasi biometrik mereka, seperti iris mata, sebagai bagian dari proses registrasi layanan.
Kekhawatiran ini semakin mencuat usai viralnya praktik yang terjadi di wilayah Bekasi, di mana sejumlah warga dilaporkan bersedia memberikan data iris mata dengan imbalan uang tunai hingga Rp 800 ribu. Praktik ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah, yang langsung bergerak cepat untuk menyelidiki keabsahan dan legalitas operasional aplikasi World.
1. Pemerintah Segera Panggil Pengembang Aplikasi World
Menanggapi situasi tersebut, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, telah mengonfirmasi bahwa pihaknya akan memanggil pembuat aplikasi World untuk memberikan penjelasan resmi mengenai tujuan, cara kerja, serta pengelolaan data pengguna oleh platform tersebut.
“Kita sudah bekukan sementara sambil menunggu penjelasan dari pihak mereka,” ujar Meutya Hafid saat ditemui di Cibitung, Kabupaten Bekasi, pada Selasa (6/5/2025). Ia menambahkan bahwa pertemuan dengan pihak World dijadwalkan berlangsung pada pekan depan, dengan fokus utama pada verifikasi izin operasional dan kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data pribadi di Indonesia.
2. Tidak Memiliki Legalitas Resmi, PT Terang Bulan Abadi Jadi Sorotan
Hasil penelusuran awal dari Komdigi menunjukkan bahwa entitas lokal yang disebut-sebut sebagai mitra operasional aplikasi World, yaitu PT Terang Bulan Abadi, ternyata belum terdaftar secara resmi sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Mereka juga tidak memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) yang diwajibkan oleh undang-undang.
Sebaliknya, layanan Worldcoin yang terintegrasi dengan aplikasi World justru terdaftar di bawah nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara. Kondisi ini menimbulkan keraguan besar mengenai struktur operasional dan kepatuhan hukum dari aplikasi World. Menurut Dirjen Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, ini merupakan pelanggaran serius terhadap aturan digital nasional.
“Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT Sandina Abadi Nusantara,” jelas Alexander dalam pernyataan resminya.
3. Komdigi Amati Tren Global dan Siapkan Langkah Tegas
Situasi yang terjadi di Indonesia ternyata bukan satu-satunya. Pemerintah Indonesia juga memantau respons negara-negara lain terhadap aplikasi serupa, mengingat praktik pengumpulan data biometrik tanpa kejelasan tujuan akhir menjadi perhatian global. Komdigi sedang mengkaji apakah praktik ini dapat membahayakan privasi dan keamanan digital masyarakat.
Jika dalam pertemuan mendatang pengembang aplikasi tidak dapat memberikan penjelasan yang meyakinkan terkait perlindungan data dan kepatuhan hukum, maka pemerintah siap mengambil langkah tegas, termasuk penutupan permanen layanan World di Indonesia.
4. Menjaga Kedaulatan Data Digital di Era Teknologi
Keputusan untuk membekukan sementara dan mengevaluasi kembali operasional aplikasi World bukan hanya langkah administratif, melainkan bentuk nyata dari upaya menjaga kedaulatan digital Indonesia. Dalam era teknologi saat ini, data biometrik seperti iris mata merupakan salah satu bentuk data pribadi yang paling sensitif dan tidak bisa dipertaruhkan hanya demi kepentingan bisnis asing.
Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk tidak memberi toleransi terhadap platform digital yang tidak transparan, tidak memiliki legalitas, atau melanggar hak privasi warganya. Warga juga diimbau untuk lebih berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi, terutama jika ditukar dengan imbalan uang tunai yang belum tentu sebanding dengan risiko kebocoran data jangka panjang.