Vietnam Hapus Batasan Dua Anak, Hadapi Krisis Kelahiran yang Terus Merosot

4 June 2025 18:14 WIB
ilustrasi-bayi-baru-lahir-1_169.jpeg

Kuatbaca - Pemerintah Vietnam baru-baru ini memutuskan untuk menghapus kebijakan lama yang membatasi setiap keluarga hanya diperbolehkan memiliki maksimal dua anak. Kebijakan yang sudah berlaku sejak 1988 ini resmi dicabut sebagai upaya pemerintah menanggapi tren penurunan angka kelahiran yang cukup drastis selama beberapa tahun terakhir.

Keputusan ini menandai perubahan besar dalam regulasi keluarga di Vietnam, di mana kini setiap pasangan dapat menentukan jumlah anak sesuai keinginan mereka sendiri tanpa harus khawatir soal batasan resmi dari negara. Langkah ini diambil di tengah keprihatinan pemerintah atas angka kelahiran yang terus menurun hingga di bawah tingkat penggantian populasi.

Tren Penurunan Kelahiran yang Mengkhawatirkan

Data dari Kementerian Kesehatan Vietnam menunjukkan angka kesuburan total (total fertility rate) yang terus menurun secara signifikan. Pada tahun 2021, rata-rata wanita Vietnam melahirkan sekitar 2,11 anak, namun turun menjadi 1,91 anak pada tahun 2024, jauh di bawah angka penggantian populasi yang ideal, yaitu sekitar 2,1 anak per wanita. Penurunan ini terjadi secara berturut-turut selama tiga tahun terakhir, dan diperkirakan akan terus berlanjut jika tidak ada intervensi yang efektif.

Penurunan angka kelahiran ini paling terasa di wilayah perkotaan, terutama di kota-kota besar seperti Hanoi dan Kota Ho Chi Minh, di mana biaya hidup yang tinggi dan gaya hidup modern menjadi faktor utama. Banyak pasangan muda yang menunda atau bahkan memutuskan untuk tidak memiliki anak karena beban finansial yang dianggap terlalu berat.

Biaya Tinggi Jadi Hambatan Utama bagi Pasangan Muda

Tran Minh Huong, seorang pekerja kantoran berusia 22 tahun, mengungkapkan pandangannya bahwa walaupun norma sosial di Asia mendorong perempuan untuk menikah dan memiliki anak, realitas ekonomi membuatnya memilih berbeda. Menurutnya, biaya membesarkan anak saat ini sangat mahal, sehingga membuatnya tidak berencana memiliki anak dalam waktu dekat, bahkan mungkin tidak sama sekali.

Cerita seperti Tran mencerminkan situasi umum yang dialami banyak generasi muda di Vietnam, yang harus mempertimbangkan keseimbangan antara penghasilan, biaya hidup, dan harapan sosial. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah yang ingin menaikkan angka kelahiran demi menjaga keberlanjutan populasi.

Tantangan Sosial-Ekonomi dari Penurunan Populasi

Wakil Menteri Kesehatan, Nguyen Thi Lien Huong, menyampaikan kekhawatirannya dalam sebuah konferensi bahwa penurunan angka kelahiran membawa dampak besar bagi pembangunan sosial dan ekonomi Vietnam dalam jangka panjang. Dengan semakin menurunnya jumlah kelahiran, populasi Vietnam akan mengalami penuaan yang cepat dan kekurangan tenaga kerja produktif, yang bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Ia juga menegaskan bahwa perubahan pola pikir masyarakat sangat penting agar fokus tidak hanya terbatas pada pengendalian kelahiran, melainkan lebih luas pada pembangunan populasi dan aspek sosial-ekonomi secara menyeluruh. Pemerintah berusaha mengubah mindset tersebut melalui berbagai kampanye dan penyesuaian kebijakan, termasuk penghapusan batasan anak.

Selain masalah jumlah kelahiran yang menurun, Vietnam juga masih menghadapi tantangan ketidakseimbangan jenis kelamin saat lahir. Preferensi tradisional terhadap anak laki-laki membuat rasio kelahiran cenderung lebih banyak anak laki-laki dibandingkan perempuan. Data menunjukkan, saat ini ada sekitar 112 anak laki-laki lahir untuk setiap 100 anak perempuan, sebuah ketidakseimbangan yang berpotensi menimbulkan masalah sosial di masa depan.

Untuk mengatasi hal ini, Kementerian Kesehatan Vietnam mengusulkan peningkatan denda hingga dua kali lipat menjadi sekitar US$3.800 bagi mereka yang melakukan pemilihan jenis kelamin janin secara ilegal. Langkah ini diharapkan bisa menekan praktik diskriminasi gender dalam kelahiran dan memperbaiki keseimbangan populasi.

sosial budaya

Fenomena Terkini






Trending