Tragedi Ledakan Amunisi Afkir di Garut, ISDS Soroti Prosedur TNI yang Perlu Diperbaiki

13 May 2025 20:20 WIB
penampakan-amunisi-sebelum-ledakan-di-garut-1747045785372_169.jpeg

Kuatbaca - Baru-baru ini, sebuah tragedi memilukan terjadi di Garut, Jawa Barat, saat sebuah ledakan besar menghancurkan lokasi pemusnahan amunisi afkir milik TNI. Insiden tersebut menewaskan 13 orang, termasuk empat anggota TNI dan sembilan warga sipil. Ledakan yang terjadi pada Senin, 12 Mei 2025, di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, menjadi sorotan publik dan memicu kecaman terkait penerapan prosedur standar operasi (SOP) TNI dalam menangani bahan peledak kedaluwarsa.

Duka dan Sorotan atas Kejadian Tragis

Ketua Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), Dwi Sasongko, menyampaikan duka mendalam atas peristiwa tragis yang menewaskan banyak korban. Menurut Dwi, kejadian ini membuka mata banyak pihak tentang pentingnya pemahaman yang lebih baik mengenai prosedur yang harus diterapkan dalam proses pemusnahan bahan peledak. “Tragedi ini harus menjadi alarm keras bagi kita semua mengenai kelalaian dalam pelaksanaan SOP, terutama dalam penanganan bahan peledak,” ujar Dwi dalam pernyataannya.

Dia juga menambahkan bahwa bahan peledak, apalagi yang sudah kedaluwarsa, memiliki sifat yang sangat berbahaya dan tidak dapat diprediksi. Dengan sifat yang sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan tekanan, bahan peledak yang telah lama disimpan harus dimusnahkan dengan prosedur yang sangat hati-hati agar tidak menimbulkan bencana.

Perlu Evaluasi Prosedur Pemusnahan Amunisi Kedaluwarsa

Meski pemusnahan amunisi afkir adalah bagian dari prosedur standar TNI, Dwi menyoroti adanya kemungkinan kelalaian dalam pelaksanaan SOP tersebut. Dia berpendapat bahwa seharusnya ada pengecekan lebih ketat terhadap kondisi bahan peledak sebelum dilakukan pemusnahan. Prosedur yang tidak sesuai dengan standar dapat berisiko fatal, apalagi bila melibatkan bahan peledak yang sudah melewati masa kadaluarsa.

Selain itu, Dwi juga menyebutkan bahwa Korps Peralatan TNI bertanggung jawab penuh atas kegiatan pemusnahan amunisi. Oleh karena itu, perbaikan dalam prosedur teknis dan pelaksanaan harus menjadi fokus utama, agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Lokasi Pemusnahan dan Keamanan Masyarakat

Salah satu poin penting yang disoroti oleh Dwi adalah lokasi pemusnahan amunisi. Lokasi tersebut harus dipilih dengan hati-hati dan harus terisolasi dari pemukiman warga. "Lokasi pemusnahan di Garut sebenarnya sudah memenuhi persyaratan secara teoritis, namun keberadaan masyarakat yang terlalu dekat dengan area pemusnahan adalah hal yang sangat tidak diinginkan," jelasnya.

Sosialisasi yang kurang terkait dengan bahaya pemusnahan amunisi juga dinilai sebagai faktor penyebab adanya masyarakat yang berada di sekitar lokasi ledakan. Dwi menyarankan agar di masa depan, akses warga ke lokasi pemusnahan bahan peledak harus ditutup terlebih dahulu, memastikan proses pemusnahan dilakukan di area yang benar-benar steril dari warga sipil.

Dwi juga mendorong adanya kajian lebih lanjut terkait penggunaan teknologi dalam pemusnahan amunisi. Mengingat risiko yang sangat besar, teknologi canggih seperti sensor, drone, atau bahkan robot dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menghancurkan bahan peledak dengan lebih aman. Teknologi tersebut akan sangat berguna dalam mengurangi risiko ledakan yang dapat merugikan banyak pihak.

Selain itu, Dwi menekankan pentingnya melakukan pelatihan rutin bagi seluruh personel yang terlibat dalam pemusnahan bahan peledak. Dengan adanya simulasi skenario terburuk, para personel akan lebih siap menghadapi situasi darurat dan mampu menangani insiden secara cepat dan tepat.

Menurut Dwi, kejadian ini seharusnya menjadi titik balik dalam penanganan bahan peledak milik negara. Dia berharap agar ke depan, TNI dan lembaga terkait bisa lebih mengutamakan keselamatan, tidak hanya bagi personel militer, tetapi juga bagi masyarakat sekitar. "SOP yang ada harus diperbarui dan diperkuat agar lebih sesuai dengan perkembangan teknologi dan dapat mengurangi potensi bahaya," imbuhnya.

Tanggung jawab utama atas kejadian ini tentu saja berada pada pihak yang menyelenggarakan kegiatan pemusnahan, yaitu TNI. Namun, Dwi juga menekankan bahwa ada tanggung jawab moral dan sistemik yang harus dipikul oleh seluruh pihak terkait, baik di tingkat kebijakan maupun operasional. Semua pihak harus bekerja bersama-sama untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

Kejadian ledakan amunisi afkir di Garut mengingatkan kita bahwa prosedur yang tidak diperbarui dan tidak sesuai dengan kemajuan teknologi dapat berakibat fatal. Sebanyak 13 nyawa melayang akibat kelalaian dalam menangani bahan peledak. TNI sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pemusnahan amunisi harus segera melakukan evaluasi menyeluruh dan memperbaiki SOP yang ada untuk mencegah terulangnya insiden serupa.

Sebagai penutup, Dwi berharap bahwa peristiwa ini dapat menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak, baik di dalam TNI maupun di kalangan masyarakat, untuk menjaga keselamatan bersama dan melaksanakan prosedur dengan penuh tanggung jawab demi kebaikan bersama.

Tragedi di Garut ini semoga menjadi titik balik bagi penanganan bahan peledak yang lebih profesional dan berbasis pada keselamatan. Ke depan, setiap langkah yang diambil oleh TNI harus lebih hati-hati, teknis, dan berbasis pada prosedur yang lebih ketat demi menghindari jatuhnya korban di masa mendatang.

sosial budaya

Fenomena Terkini






Trending