Tesso Nilo: Membawa Kembali Rumah Bagi Gajah Sumatera

3 July 2025 22:40 WIB
da7dc07b-1e27-468b-9e63-2f17ec0e1d21_169.png

Kuatbaca - Hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), yang dahulu menjadi salah satu benteng terakhir bagi satwa liar Sumatera seperti gajah dan harimau, kini hanya tinggal bayangan dari kejayaannya. Dari luas awal sekitar 81.000 hektare, hanya 16.000 hektare yang tersisa sebagai hutan konservasi. Sisanya telah berubah menjadi kebun sawit dan lahan garapan ilegal akibat aktivitas perambahan selama bertahun-tahun.

Namun harapan belum padam. Di tengah berbagai tekanan, muncul semangat baru untuk menyelamatkan kawasan ini. Kepolisian Daerah Riau mengambil peran penting dalam upaya memulihkan fungsi ekologis Tesso Nilo, bukan hanya lewat penegakan hukum, tapi juga pendekatan budaya dan sosial yang menyentuh hati masyarakat.

Green Policing: Pendekatan Baru dalam Penjagaan Alam

Mengusung konsep "Green Policing", Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan mengubah cara pandang institusi kepolisian terhadap isu lingkungan. Tidak hanya bertindak sebagai penegak hukum, polisi kini juga hadir sebagai penjaga ekosistem dan pelindung keanekaragaman hayati. Pendekatan ini bukan sekadar teori, tapi diwujudkan melalui aksi nyata seperti penanaman pohon, kampanye pelestarian lingkungan, dan edukasi kepada masyarakat lintas usia.

Kesadaran bahwa krisis lingkungan bukan lagi isu masa depan, melainkan tantangan nyata hari ini, mendorong Kapolda untuk melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam gerakan kolektif menyelamatkan alam. Dari kalangan akademisi hingga generasi muda, semua diajak menjadi bagian dari solusi.

Budaya Sebagai Jembatan Konservasi

Di tengah tantangan menyampaikan pesan konservasi, pendekatan budaya menjadi senjata yang ampuh. Kapolda menggagas Festival Budaya Melayu sebagai media penyampaian nilai-nilai pelestarian lingkungan melalui syair, pantun, dan seni pertunjukan. Festival ini bukan hanya menjadi ajang hiburan, tapi juga menjadi ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat mengenai pentingnya menjaga warisan alam.

Efeknya meluas. Kawasan yang sebelumnya dicap negatif, seperti Kampung Dalam yang dulu dikenal sebagai kawasan rawan narkoba, perlahan berubah menjadi pusat kegiatan seni dan budaya. Ruang publik yang terpinggirkan kini kembali hidup, memberi harapan baru bagi identitas lokal dan pelestarian lingkungan.

Gema #SaveTessoNilo dan Keterlibatan Warga

Salah satu momentum penting terjadi saat aksi masyarakat yang menolak relokasi dari kawasan TNTN berlangsung di depan kantor Gubernur Riau. Di tengah aksi, Kapolda Riau turun langsung menemui massa. Kehadirannya membawa pesan kuat bahwa perjuangan menyelamatkan hutan bukan semata tentang hukum, tetapi tentang empati dan tanggung jawab moral terhadap makhluk hidup lain, termasuk gajah-gajah yang kehilangan habitatnya.

Pernyataan simbolis Kapolda sebagai “perwakilan gajah” menggugah publik. Tagar #SaveTessoNilo dan #SaveTNTN pun menggema luas di media sosial. Gerakan penyelamatan hutan menjadi isu bersama, tidak lagi hanya domain pemerintah atau LSM.

Tak hanya berhenti di ranah kampanye, Polda Riau menunjukkan komitmen melalui langkah tegas: menangkap pelaku perambahan, termasuk pemangku adat yang menjual lahan dengan dalih tanah ulayat dan dua cukong sawit yang menguasai kawasan konservasi secara ilegal. Langkah ini menuai dukungan luas, terutama dari organisasi lingkungan yang selama ini prihatin dengan degradasi ekosistem Tesso Nilo.

Di sisi lain, langkah proaktif juga datang dari masyarakat. Pada awal Juli 2025, kelompok tani di kawasan TNTN secara sukarela mengembalikan 311 hektare lahan yang sebelumnya digarap untuk perkebunan sawit. Proses pengembalian ini bahkan ditandai dengan pemusnahan mandiri tanaman sawit, sebagai simbol tekad mengembalikan fungsi hutan.

Hingga kini, total 712 hektare lahan telah berhasil dikembalikan kepada negara. Proses verifikasi terus dilakukan untuk memastikan legalitas pengembalian, sekaligus menetapkan langkah rehabilitasi yang tepat agar kawasan yang rusak bisa segera kembali menjadi hutan hujan tropis yang produktif.

Langkah demi langkah yang diambil oleh Polda Riau dan masyarakat memberi harapan baru bagi masa depan Tesso Nilo. Ini bukan sekadar tentang menyelamatkan pohon, melainkan tentang merawat ruang hidup bagi gajah Sumatera, harimau, dan keanekaragaman hayati lainnya.

Gerakan penyelamatan Tesso Nilo juga menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari kesadaran kolektif. Ketika aparat, masyarakat, pemerintah daerah, dan generasi muda bersatu, bahkan lahan yang telah lama rusak pun bisa dipulihkan.

Di tengah krisis lingkungan global, cerita Tesso Nilo menjadi inspirasi bahwa perjuangan lokal memiliki dampak universal. Hutan bukan hanya sumber daya, tapi rumah bagi kehidupan. Dan rumah, seperti halnya harapan, layak diperjuangkan.

sosial budaya

Fenomena Terkini






Trending