Ribuan Buruh Padati Senayan, Siap Long March ke DPR Serukan Tuntutan Rakyat Kecil

Kuatbaca - Suasana kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Kamis siang ini berubah menjadi lautan massa. Ribuan buruh dari berbagai daerah tumpah ruah di depan Gedung TVRI untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau yang akrab disebut May Day. Di bawah terik matahari dan semangat juang yang tak padam, mereka yang tergabung dalam aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) bersiap melakukan long march menuju kompleks parlemen di Senayan, tempat aspirasi mereka hendak disuarakan.
Atribut Perjuangan: Simbol Persatuan Buruh
Sejak pukul 11.00 WIB, massa mulai memadati area depan TVRI. Satu per satu kelompok buruh berdatangan dengan mengenakan seragam organisasi mereka. Spanduk besar dengan berbagai tuntutan pun dibentangkan. Bendera-bendera dari serikat buruh dan organisasi rakyat berkibar, menciptakan pemandangan penuh warna yang menjadi simbol keberagaman latar belakang namun bersatu dalam satu suara.
Terlihat pula berbagai alat peraga aksi seperti poster, megafon, hingga replika alat kerja sebagai bentuk ekspresi kreatif menyampaikan keresahan. Di tengah hiruk-pikuk, orator silih berganti menyuarakan semangat solidaritas. Lagu perjuangan bergema di antara teriakan-teriakan yang memanggil keadilan.
Seruan Tuntutan: Dari UU Cipta Kerja hingga Perlindungan Pekerja Informal
Aksi ini bukan sekadar seremoni tahunan. Para buruh membawa sejumlah tuntutan konkret kepada pemerintah dan DPR. Salah satu desakan utama adalah pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya yang dianggap merugikan pekerja. Para buruh menilai, sejak UU tersebut disahkan, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus meningkat dan kondisi kerja semakin tidak pasti.
GEBRAK juga menyerukan pengesahan RUU Ketenagakerjaan yang pro terhadap hak-hak buruh serta RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang telah lama mangkrak di parlemen. Mereka menuntut jaminan hukum bagi pekerja informal seperti pengemudi ojek online, kurir, dan pekerja sektor perikanan yang selama ini belum mendapatkan perlindungan layak.
Petani dan Nelayan Ikut Bersolidaritas
Menariknya, aksi ini tak hanya diikuti oleh buruh dari sektor industri dan jasa, tetapi juga melibatkan petani dan nelayan yang menyuarakan persoalan agraria. Mereka meminta pemerintah menghentikan penggusuran lahan rakyat dan menjalankan reforma agraria sejati. Tuntutan mereka sederhana namun vital: akses tanah dan teknologi pertanian bagi petani kecil yang selama ini masih terpinggirkan dari program-program pertanian nasional.
Di tengah gaung perjuangan ekonomi, massa aksi juga menyoroti isu lingkungan dan nasib masyarakat adat. Mereka mengecam proyek-proyek strategis nasional (PSN) yang dinilai merusak alam dan merampas ruang hidup warga. Seruan agar RUU Masyarakat Adat segera disahkan kembali digaungkan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap komunitas-komunitas adat yang kerap menjadi korban konflik agraria.
Salah satu tuntutan yang cukup mencuri perhatian adalah penolakan terhadap militerisasi di ruang sipil. Massa mendesak agar militer tidak lagi dilibatkan dalam urusan sipil seperti di kampus, pabrik, dan desa. Mereka juga meminta agar Undang-Undang TNI direvisi guna memperjelas batas peran militer dalam kehidupan demokratis. Tuntutan ini mencerminkan kekhawatiran bahwa demokrasi akan tereduksi jika kekuasaan militer terlalu dalam mencampuri urusan sipil.
Setelah seluruh elemen massa berkumpul, long march dari TVRI menuju Gedung DPR pun direncanakan akan dimulai. Langkah kaki mereka bukan hanya perjalanan menuju pusat kekuasaan, tetapi juga simbol bahwa perjuangan rakyat tak akan berhenti meskipun jalan terjal. Di tengah suasana politik nasional yang penuh dinamika, suara buruh dan rakyat kecil tetap menjadi denyut nadi demokrasi.
May Day 2025: Lebih dari Sekadar Aksi
Hari Buruh tahun ini menjadi cermin bahwa perjuangan kelas pekerja masih sangat relevan. Di tengah derasnya arus digitalisasi, ketidakpastian kerja, dan kesenjangan ekonomi, buruh tetap menjadi aktor utama yang menjaga denyut keadilan sosial. Aksi GEBRAK hari ini menjadi pengingat bahwa negara harus hadir bukan hanya untuk investasi dan pertumbuhan, tetapi juga untuk melindungi martabat rakyat yang bekerja keras di balik layar pembangunan.