Potret Kesenjangan Energi: 1,28 Juta Rumah di Indonesia Masih Gelap Gulita

Kuatbaca - Meskipun Indonesia kerap mengklaim kemajuan dalam sektor ketenagalistrikan, masih ada sisi kelam yang belum tersorot terang. Di balik angka elektrifikasi nasional yang mencapai 98,5%, ternyata masih tersisa lebih dari satu juta rumah tangga yang hidup tanpa akses listrik. Sebuah ironi di tengah kemajuan infrastruktur dan teknologi yang terus berkembang pesat di kota-kota besar.
Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa ada sekitar 1,28 juta rumah tangga yang belum menikmati aliran listrik. Artinya, jutaan warga masih menjalani malam dalam kegelapan, tanpa cahaya lampu, tanpa akses ke perangkat elektronik dasar, bahkan tanpa kipas angin di tengah cuaca tropis Indonesia yang panas.
Peta Ketimpangan Listrik: Timur Masih Tertinggal
Kesenjangan akses listrik ini paling kentara di kawasan timur Indonesia, di mana infrastruktur belum berkembang sepesat di wilayah barat. Provinsi-provinsi di kawasan seperti Papua, Maluku, hingga sebagian wilayah Nusa Tenggara menjadi titik merah dalam peta rasio elektrifikasi nasional. Sebagian besar desa-desa terpencil di wilayah ini belum tersambung ke jaringan PLN, bahkan masih banyak yang belum tersentuh program energi terbarukan yang diandalkan sebagai solusi alternatif.
Sementara 17 provinsi sudah mencapai elektrifikasi di atas 99%, masih ada enam provinsi yang tertinggal dengan rasio di bawah 90%. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan listrik di Indonesia belum merata, dan tantangan terbesar justru terletak pada medan geografis serta kondisi sosial ekonomi di wilayah-wilayah tersebut.
Tiga Program Besar untuk Menyalakan Negeri
Untuk menjawab persoalan ini, pemerintah merancang tiga program utama: program listrik pedesaan (lisdes), peningkatan jam nyala listrik menjadi 24 jam per hari di daerah yang masih mengalami pemadaman terbatas, serta Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) untuk masyarakat kurang mampu.
Program lisdes menjadi pilar utama, dengan fokus pada penyambungan listrik di lebih dari 10 ribu desa dan dusun yang saat ini belum memiliki akses sama sekali. Untuk itu, dibutuhkan jaringan distribusi baru dan pembangkit listrik kecil atau menengah yang sesuai dengan kondisi wilayah setempat.
Peningkatan jam nyala juga menjadi prioritas, karena di sejumlah daerah listrik masih menyala terbatas, hanya beberapa jam dalam sehari. Hal ini tentu sangat menghambat produktivitas, pendidikan, hingga aktivitas ekonomi masyarakat. Program ini ditargetkan mencakup 420 titik lokasi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sementara itu, BPBL diarahkan kepada masyarakat yang belum mampu membiayai pemasangan listrik di rumah mereka, meski jaringan sudah tersedia. Bantuan ini penting agar rasio elektrifikasi tidak hanya berhenti pada ketersediaan infrastruktur, tetapi benar-benar hadir dalam kehidupan nyata warga.
Investasi Besar, Harapan yang Tak Boleh Padam
Untuk merealisasikan ketiga program tersebut, pemerintah memperkirakan total kebutuhan investasi mencapai Rp 50 triliun hingga tahun 2029. Angka ini mencakup Rp 42 triliun untuk lisdes, Rp 5,5 triliun untuk peningkatan jam nyala, dan sekitar Rp 2,25 triliun untuk program BPBL.
Investasi ini akan dilakukan secara bertahap setiap tahun, dimulai dari Rp 3,67 triliun pada 2025, dan meningkat secara progresif hingga mencapai puncaknya di 2027 dengan kebutuhan lebih dari Rp 14 triliun. Sumber dananya sendiri masih terbuka, bisa berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Penyertaan Modal Negara (PMN), hingga kerja sama dengan pihak swasta dan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Pemerintah memang punya pekerjaan rumah besar dalam mewujudkan energi berkeadilan. Elektrifikasi bukan hanya soal kabel dan tiang, tapi soal keadilan sosial dan akses terhadap masa depan. Anak-anak yang belajar dengan penerangan lilin, ibu rumah tangga yang memasak tanpa kulkas atau blender, dan petani yang tidak bisa mengakses alat modern karena listrik belum menjangkau, adalah wajah nyata dari kesenjangan pembangunan.
Indonesia tidak akan benar-benar terang jika masih ada jutaan rumah yang hidup dalam gelap. Maka, Rp 50 triliun bukan sekadar angka, tapi sebuah janji untuk membangun negeri yang setara bagi semua.