Petani Tembakau Gelisah, Pabrik Rokok Besar Hentikan Pembelian: Ancaman Nyata untuk Ekonomi Lokal

23 June 2025 19:06 WIB
petani-tembakau-ponorogo-7_169.jpeg

Kuatbaca - Musim panen seharusnya membawa harapan bagi para petani tembakau, terutama di daerah penghasil utama seperti Temanggung, Wonosobo, Kendal, hingga Magelang. Namun, tahun ini suasananya berbeda. Langit cerah yang biasanya menyambut panen, kini terasa lebih gelap—bukan karena cuaca, melainkan karena kekhawatiran yang menyelimuti hati para petani.

Dua pabrik rokok raksasa, PT Gudang Garam dan Nojorono, yang selama ini menjadi tumpuan utama para petani, dilaporkan menghentikan pembelian tembakau dari wilayah tersebut. Bagi masyarakat di kawasan ini, keputusan tersebut bukan sekadar kabar buruk, tetapi ancaman yang bisa mengguncang sendi-sendi perekonomian lokal.

Dampak Ekonomi yang Menggulung Petani

Selama bertahun-tahun, industri kretek telah menjadi penggerak utama ekonomi pedesaan di berbagai sentra tembakau di Jawa Tengah. Di Temanggung saja, setiap musim panen, ribuan keranjang tembakau mengalir ke tangan para pabrikan besar. Nilai uang yang berputar dalam waktu singkat bisa mencapai triliunan rupiah—cukup untuk menghidupi petani, buruh harian, pengepul, bahkan pengrajin keranjang bambu.

Namun, saat pabrik-pabrik besar menarik rem darurat, mata rantai yang sudah mapan itu terguncang. Sekitar 700 ribu keranjang tembakau yang biasanya diserap perusahaan kini terancam tak tersentuh. Tidak hanya petani yang merugi, tapi juga ribuan tenaga kerja di sektor informal yang bergantung pada aktivitas ini.

Ancaman Menjalar ke Penerimaan Negara

Kekhawatiran tak berhenti di desa. Di tingkat nasional, dampak dari penghentian pembelian tembakau ini dapat menjalar ke penerimaan negara dari sektor cukai. Industri hasil tembakau merupakan salah satu penyumbang terbesar pendapatan negara non-migas. Jika produksi menurun drastis karena lesunya pembelian bahan baku, target penerimaan cukai tahun 2025 diprediksi meleset jauh.

Sementara itu, di sisi lain, rokok ilegal terus merajalela. Pada tahun lalu saja, lebih dari 95 persen pelanggaran di sektor ini melibatkan peredaran rokok tanpa cukai atau bercukai palsu. Kondisi ini memperparah tekanan terhadap industri rokok legal, yang kini bukan hanya menghadapi masalah regulasi, tapi juga persaingan dengan pasar gelap.

Regulasi Dinilai Mencekik Napas Industri

Pukulan lain datang dari kebijakan pemerintah yang dinilai terlalu menekan industri rokok nasional. Kenaikan tarif cukai yang beruntun dalam beberapa tahun terakhir disebut sebagai salah satu penyebab utama lesunya produksi rokok. Bagi pabrikan, tekanan biaya yang meningkat membuat efisiensi menjadi pilihan pahit—salah satunya dengan mengurangi pembelian tembakau lokal.

Tak hanya itu, regulasi baru yang membatasi kadar nikotin dan tar, serta wacana penerapan kemasan polos, dianggap semakin menyulitkan posisi industri kretek. Kretek, sebagai produk khas Indonesia, dinilai mulai kehilangan ruang gerak karena serangkaian aturan yang dianggap tidak berpihak pada industri dalam negeri.

Para petani berharap, situasi ini mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Bagi mereka, tembakau bukan sekadar komoditas, tapi bagian dari budaya dan kehidupan sehari-hari. Ribuan keluarga bergantung pada hasil panen ini, dan penghentian pembelian oleh pabrikan besar sama saja dengan mencabut sumber penghidupan mereka.

Mereka mendambakan kebijakan yang lebih seimbang—regulasi yang tetap melindungi kesehatan publik namun tidak mematikan industri nasional. Petani juga mendesak agar pemerintah mengkaji ulang berbagai kebijakan yang berpotensi mematikan sektor pertembakauan, mulai dari tarif cukai hingga pengaturan kemasan.

Di tengah krisis ini, harapan pun diarahkan pada para pemangku kebijakan. Petani dan pelaku industri menginginkan adanya dialog terbuka antara pemerintah, asosiasi petani, dan pelaku industri untuk merumuskan jalan keluar yang adil dan berkelanjutan. Mereka percaya bahwa jika ada kemauan politik yang kuat, kebijakan yang ramah terhadap petani dan tetap memperhatikan aspek kesehatan bisa diwujudkan.

Bagi banyak petani, satu keputusan dari pusat bisa menentukan apakah mereka akan tetap menanam tembakau di musim berikutnya—atau harus menyerah dan mengganti mata pencaharian yang telah mereka tekuni turun-temurun. Satu hal yang pasti: tanpa langkah nyata, "kabut hitam" yang kini menyelimuti sentra tembakau bisa berubah menjadi badai yang menghantam banyak kehidupan.

sosial budaya

Fenomena Terkini






Trending