Kuatbaca - Pada bulan Mei 2025, beberapa biksu dari Thailand akan memulai perjalanan spiritual yang sudah menjadi tradisi panjang dalam ajaran Buddha: thudong. Thudong adalah perjalanan ritual yang dilakukan oleh para bhikkhu atau biksu dengan berjalan kaki, mengunjungi berbagai tempat suci, dan menempuh jarak yang sangat jauh. Mereka melakukan perjalanan ini sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai luhur Dhamma, ajaran Buddha yang mengajarkan ketekunan, kesabaran, dan pengendalian diri.
Para biksu ini akan berangkat dari Thailand menuju Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia, untuk merayakan peringatan Hari Raya Waisak 2569 BE pada 12 Mei 2025. Puncak acara Waisak akan dilaksanakan pada malam hari, tepatnya pada pukul 23.55 WIB. Perjalanan thudong bukan sekadar sebuah perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batiniah yang penuh makna, di mana para biksu menghadapi tantangan dan rintangan sepanjang jalan, namun tetap teguh dalam menjalankan ritual mereka.
Rute perjalanan thudong para biksu dimulai sejak awal Februari 2025. Mereka memulai perjalanan panjangnya pada 6 Februari 2025, berangkat dari Thailand dengan tujuan untuk mencapai Candi Borobudur. Pada 16 April 2025, mereka tiba di Batam, Kepulauan Riau setelah menempuh perjalanan ribuan kilometer. Di Batam, mereka menghabiskan waktu selama dua hari untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan mereka ke Jakarta.
Perjalanan thudong ini melibatkan berbagai kota dan tempat ibadah yang akan mereka kunjungi, serta bertemu dengan masyarakat setempat. Mereka juga akan disambut oleh berbagai instansi, pemuka agama, hingga aparat keamanan sepanjang perjalanan. Salah satu momen penting terjadi pada 18 April 2025, ketika para biksu tiba di Jakarta dan diterima dengan penuh kehangatan oleh masyarakat dan sejumlah pejabat setempat.
Setelah tiba di Jakarta, perjalanan biksu berlanjut ke beberapa kota di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Berikut adalah rangkaian perjalanan mereka hingga mendekati Candi Borobudur:
19 April 2025: Para biksu melaksanakan ritual peribadatan di Bekasi, Jawa Barat.
20 April 2025: Perjalanan thudong dilanjutkan dari Bekasi ke Cikarang, kemudian bermalam di sana.
21 April 2025: Dari Cikarang, perjalanan dilanjutkan menuju Karawang, di mana para biksu beristirahat di Vihara Sanghamitta.
22-30 April 2025: Perjalanan melintasi beberapa kota, seperti Cikampek, Pamanukan, Losarang, Jatibarang, Winong, Cirebon, dan Losari, hingga tiba di Brebes.
1 Mei 2025: Perjalanan diteruskan dari Brebes menuju Tegal, di mana mereka singgah di Kelenteng Tek Hay Kiong.
2 Mei 2025: Dari Tegal, perjalanan dilanjutkan menuju Pemalang, disambut oleh Bupati Pemalang dan menginap di Kelenteng Tjeng Gie Bio.
Perjalanan ini menunjukkan betapa gigih dan tekunnya para biksu dalam menjalani thudong, meskipun harus melewati jarak yang sangat jauh dan berbagai medan yang tidak mudah dilalui.
Para biksu juga bertemu dengan banyak orang selama perjalanan mereka, memperdalam hubungan spiritual dengan masyarakat lokal. Pada 3 Mei 2025, mereka melanjutkan perjalanan dari Pemalang menuju Pekalongan, dan bertemu dengan Bupati Pekalongan. Setelah itu, mereka singgah di Vihara Vajra Bumi.
Selain itu, mereka mengunjungi beberapa tempat suci lainnya seperti PCNU Batang dan Gereja Katolik St Antonius Padua di Kendal pada 5 Mei 2025. Setiap tempat yang mereka singgahi memiliki arti penting dalam memperkaya perjalanan spiritual ini.
Perjalanan thudong ini akhirnya akan mencapai puncaknya pada 10 Mei 2025, saat para biksu tiba di Candi Borobudur. Pada hari tersebut, mereka akan melaksanakan ritual pindapata (pengumpulan dana atau sumbangan) di Kelenteng Liong Hok Bio, Magelang. Para biksu kemudian akan beristirahat di Sekolah Teologi Magelang, sebelum melanjutkan perjalanan terakhir menuju Pusdiklat Catra Jinadhammo, tempat mereka akan diterima secara resmi di Candi Borobudur.
Puncak perayaan Hari Raya Waisak pada 12 Mei 2025 akan menjadi momen yang sangat istimewa, di mana seluruh umat Buddha di dunia, termasuk mereka yang terlibat dalam perjalanan thudong ini, merayakan kelahiran, pencapaian pencerahan, dan wafatnya Sang Buddha.
Perjalanan thudong tidak hanya melibatkan fisik, tetapi juga menggambarkan perjalanan spiritual yang mendalam bagi para biksu. Mereka berjalan kaki dengan tujuan mulia, yaitu untuk memperdalam pemahaman dan menghayati ajaran Buddha tentang kesabaran, pengendalian diri, dan ketekunan. Selain itu, perjalanan ini juga menjadi simbol dari usaha untuk mengatasi berbagai hambatan, baik dalam kehidupan spiritual maupun duniawi.
Dengan setiap langkah, para biksu menunjukkan komitmen mereka terhadap ajaran Buddha dan keteguhan hati dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan. Ini adalah contoh nyata dari pengorbanan dan dedikasi yang luar biasa dalam menjalani kehidupan yang lebih baik sesuai dengan ajaran Dhamma.
Perjalanan thudong ini akan menjadi bagian penting dari perayaan Hari Raya Waisak 2025, yang tidak hanya dirayakan di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Para biksu yang melakukan thudong, dengan semangat mereka yang tak kenal lelah, menjadi simbol keberanian, pengabdian, dan pencapaian spiritual yang patut dihormati.