Kuatbaca.com - Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan, Riau, kini menghadapi ancaman serius. Lahan konservasi yang seharusnya menjadi rumah aman bagi satwa liar, terutama Gajah Sumatera, terus menyusut akibat maraknya perambahan dan aktivitas ilegal. Dari total luas yang ditetapkan sebesar 81.000 hektare, kini hanya tersisa sekitar 16.000 hektare kawasan hutan yang masih bertahan sebagai zona konservasi.
Kondisi ini memprihatinkan karena menyangkut kelestarian salah satu satwa ikonik Indonesia yang kini statusnya terancam punah. Menyusutnya kawasan hutan Tesso Nilo menjadi sinyal bahaya bagi ekosistem di wilayah tersebut yang semakin rapuh akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.
1. Polda Riau Serukan Aksi Bersama Selamatkan Tesso Nilo
Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan, secara tegas menyuarakan keprihatinannya dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut menjaga kawasan Tesso Nilo. Menurutnya, konservasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau aparat penegak hukum semata, tetapi merupakan kewajiban bersama untuk mewariskan alam yang sehat kepada generasi berikutnya.
“Saya mengajak seluruh tokoh masyarakat, tokoh agama, civitas akademika, dan pelaku usaha untuk menyuarakan keadilan bagi rumah gajah. Tesso Nilo adalah rumah mereka. Mari kita kembalikan fungsinya,” ucap Irjen Herry saat memberikan keterangan kepada media.
Ajakan ini menjadi seruan moral agar seluruh pihak sadar pentingnya peran hutan konservasi dalam menjaga keseimbangan alam dan mencegah kepunahan satwa endemik seperti Gajah Sumatera.
2. Peringatan Keras untuk Pelaku Perusakan Hutan
Polda Riau menunjukkan komitmennya dalam menindak tegas para pelaku yang merusak kawasan konservasi. Dalam kasus terbaru, seorang tokoh adat bernama Jasman (54) telah ditetapkan sebagai tersangka karena memperjualbelikan lahan konservasi di Tesso Nilo dengan menggunakan dalih tanah ulayat.
“Ini adalah bentuk kejahatan lingkungan. Kami tidak akan main-main. Siapapun yang terbukti merusak atau memperjualbelikan hutan konservasi akan kami proses hukum dengan tegas,” tegas Irjen Herry.
Ia juga menyampaikan bahwa penetapan satu tersangka ini berpotensi berkembang, karena penyidik terus mendalami kasus tersebut untuk mengungkap jaringan yang lebih luas.
3. Manipulasi Adat Demi Keuntungan Pribadi Dikecam Keras
Irjen Herry turut menyayangkan tindakan oknum yang memanipulasi simbol adat demi kepentingan pribadi. Ia menyebut tindakan tersebut tidak hanya mencederai hukum, tetapi juga mencoreng kehormatan nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang seharusnya dijaga.
“Saya mohon dengan sangat kepada tokoh-tokoh adat, jangan jadikan tanah ulayat sebagai alasan untuk memperdagangkan hutan yang menjadi rumah Domang dan Tari, gajah-gajah yang hidup di Tesso Nilo,” ujar Herry, menyebut dua gajah yang menjadi simbol kehidupan liar di kawasan tersebut.
Kritik tersebut bukan tanpa dasar. Pemanfaatan dalih adat sering dijadikan tameng untuk aktivitas ilegal yang justru merugikan masyarakat secara jangka panjang.
4. Konservasi TNTN Adalah Investasi Masa Depan Bangsa
Kerusakan ekosistem di TNTN bukan hanya ancaman bagi satwa liar, tetapi juga merupakan bentuk ancaman bagi keberlanjutan hidup manusia itu sendiri. Kawasan hutan seperti Tesso Nilo menyimpan cadangan air, menjaga iklim, dan menjadi benteng terakhir terhadap krisis iklim.
“Ini bukan hanya soal gajah, ini soal keberlangsungan kita semua. Ini soal masa depan anak cucu kita. Jadi jangan anggap enteng. Kami akan bertindak tegas,” kata Irjen Herry menutup pernyataannya.
Komitmen kuat dari kepolisian daerah ini diharapkan dapat menjadi pemicu kesadaran kolektif bahwa menjaga hutan adalah tanggung jawab bersama, bukan tugas segelintir orang.