Gunung Tambora Diusulkan Jadi Kawasan Strategis Nasional: Antara Warisan Sejarah dan Masa Depan Wisata Edukatif

11 June 2025 16:28 WIB
anggota-mpr-johan-rosihan-1749620192316_169.jpeg

Kuatbaca - Di tengah hamparan kabut tipis dan hawa sejuk khas pegunungan, Anggota MPR RI Johan Rosihan menapakkan kakinya di Puncak Tambora, salah satu titik tertinggi di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Dalam kunjungannya tersebut, Johan tidak hanya mendaki, tetapi juga membawa semangat besar: menjadikan Gunung Tambora sebagai pusat konservasi, edukasi, dan pariwisata berkelanjutan berskala nasional hingga internasional.

Tambora: Simfoni Alam dan Sejarah yang Terlupakan

Gunung Tambora tak sekadar destinasi pendakian atau objek wisata alam biasa. Gunung berapi aktif ini pernah mencatatkan sejarah besar saat meletus pada tahun 1815—peristiwa yang disebut sebagai letusan terdahsyat dalam sejarah modern. Dampaknya merambat ke seluruh dunia, bahkan menyebabkan anomali iklim yang dikenal sebagai “tahun tanpa musim panas” di berbagai belahan bumi.

Sayangnya, narasi besar tentang letusan Tambora belum banyak dimanfaatkan sebagai bagian dari warisan edukatif nasional. Menurut Johan, Tambora seharusnya tidak hanya hidup dalam buku sejarah atau penelitian ilmiah, tetapi juga bisa dirasakan dan dipelajari langsung oleh masyarakat, khususnya generasi muda.

Dorongan Jadi Kawasan Strategis Nasional

Melihat potensi ekologis, geologis, dan historis yang sangat kaya, Johan Rosihan mendorong pemerintah pusat menetapkan Gunung Tambora sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) berbasis konservasi dan kebudayaan. Penetapan ini akan membuka jalan bagi integrasi pengelolaan kawasan dengan pendekatan lintas sektor—dari pelestarian lingkungan, pendidikan, hingga penguatan ekonomi lokal melalui pariwisata berkelanjutan.

Bukan hanya itu, Johan juga mengusulkan pendirian pusat interpretasi geowisata dan sejarah Tambora—sebuah fasilitas yang bisa menjadi rumah bagi program riset ilmiah, museum mini, pusat informasi vulkanologi, dan laboratorium pendidikan alam terbuka.

Wisata Edukasi dan Riset Kolaboratif Internasional

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Tambora punya peluang besar menjadi laboratorium alam terbuka yang menarik bagi akademisi dari dalam dan luar negeri. Dengan program riset kolaboratif internasional, kawasan ini bisa menjadi tempat bertemunya para ilmuwan, mahasiswa, hingga komunitas lokal untuk saling berbagi pengetahuan mengenai geologi, mitigasi bencana, konservasi hayati, dan sejarah budaya.

Selain itu, konsep geowisata berbasis edukasi menjadi solusi ideal yang bisa menggabungkan kebutuhan pelestarian dan pemanfaatan ekonomi. Wisatawan tidak hanya datang untuk menikmati pemandangan, tetapi juga untuk belajar tentang pentingnya menjaga alam dan mengenali sejarah panjang bumi ini.

Tak hanya pemerintah dan akademisi, Johan menekankan bahwa masyarakat lokal harus menjadi aktor utama dalam pengelolaan ekowisata Tambora. Ia menyebut, pendekatan berbasis kearifan lokal bukan hanya lebih efektif, tetapi juga lebih berkelanjutan dalam jangka panjang. Pelibatan warga sekitar dalam kegiatan edukatif, konservasi, hingga pelayanan wisata akan memberikan manfaat ekonomi langsung dan membentuk rasa memiliki terhadap kawasan tersebut.

Ia mencontohkan, masyarakat bisa dilatih menjadi pemandu geowisata, pengelola homestay ramah lingkungan, atau bahkan pelaku usaha kreatif yang menjual produk lokal bertema Tambora. Semuanya mengarah pada satu tujuan: membangun ekosistem wisata berkeadilan dan berwawasan lingkungan.

Kegiatan pendakian yang dilakukan Johan bersama tim dari Taman Nasional Tambora bukan hanya simbolik, melainkan bentuk keseriusan untuk mengangkat isu ini ke tingkat kebijakan nasional. Ia berharap suara dari puncak Tambora ini bisa menggema sampai ke pusat kekuasaan, dan menarik perhatian seluruh pemangku kepentingan—mulai dari kementerian, akademisi, sektor swasta, hingga organisasi masyarakat sipil.

“Tambora adalah warisan alam yang tak ternilai. Sudah saatnya kita tidak hanya mengenangnya sebagai masa lalu yang meledak, tapi juga sebagai masa depan yang bisa dikelola dengan bijak,” demikian semangat yang terus Johan bawa turun dari ketinggian 2.851 meter di atas permukaan laut.

sosial budaya

Fenomena Terkini






Trending