Fenomena Unik: ‘Pahala’ Dijual di Platform E-Commerce, Apa Kabar Dunia Digital Kita?

5 June 2025 10:34 WIB
jual-pahala-1749018131107_169.jpeg

Kuatbaca - Belakangan ini, jagat maya di Indonesia dikejutkan oleh fenomena yang cukup aneh dan unik. Di beberapa platform e-commerce populer seperti Shopee dan Tokopedia, muncul produk yang menjual sesuatu yang tak biasa—‘pahala’. Ya, pahala yang biasanya dianggap sebagai nilai spiritual dan kebaikan dalam agama, kini bisa dibeli dengan harga mulai dari Rp 99 hingga Rp 20.000. Lebih mengejutkan lagi, ada yang menawarkan ‘tiket surga’ atau bahkan ‘kunci masuk surga’ sebagai produk dagang.

Fenomena ini langsung menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak orang terheran-heran, ada yang menganggapnya lucu, ada pula yang merasa prihatin karena hal semacam ini menjadikan hal sakral seperti pahala sebagai komoditas digital.

Dari 'Pahala' Rp 100 hingga Tiket Surga yang Misterius

Beberapa penjual menawarkan pahala dengan harga sangat murah, bahkan ada yang menjualnya dengan tarif seratus rupiah saja. Menurut informasi yang beredar, salah satu produk tersebut sudah hampir dibeli oleh ribuan pembeli. Namun, saat dicari kembali, beberapa produk seperti ‘tiket surga’ bahkan sudah menghilang dari hasil pencarian, menimbulkan pertanyaan tentang legitimasinya.

Tidak sedikit juga yang menganggap fenomena ini sebagai fenomena “jualan gabut” atau sekadar trik agar transaksi di platform e-commerce bisa mencapai jumlah minimal supaya dapat menggunakan fasilitas seperti gratis ongkir. Ada pula yang menilai bahwa tindakan ini adalah cara untuk mengakali sistem belanja online, agar total belanja bisa pas dengan promo yang tersedia.

Pandangan Beragam dari Pengguna Media Sosial

Reaksi netizen pun beragam. Ada yang menanggapi dengan candaan, menganggap penjualan pahala ini sebagai sesuatu yang lucu dan tidak perlu dianggap serius. Namun, tak sedikit pula yang menyuarakan kekhawatiran soal bagaimana nilai-nilai spiritual menjadi barang dagangan.

Beberapa pengguna bahkan berbagi pengalaman unik mereka, misalnya seorang kurir yang merasa “bangga” pernah mengantarkan paket bertuliskan ‘pahala’. Sementara yang lain mempertanyakan niat di balik pembelian pahala secara online, apakah ini sekadar iseng atau ada harapan tertentu yang ingin dicapai.

Donasi ‘Pahala’ di Tokopedia: Antara Bisnis dan Amal

Fenomena ‘jualan pahala’ tidak hanya terjadi di Shopee, melainkan juga di Tokopedia. Namun, beberapa toko di sana mengklaim bahwa dana yang terkumpul dari penjualan tersebut nantinya akan disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, dengan nilai tertentu sebagai ambang batas donasi. Mereka menegaskan bahwa amanah tersebut akan dijaga dengan penuh tanggung jawab, dan pertanggungjawaban utamanya adalah di hadapan Tuhan.

Model ini sebenarnya lebih dekat ke konsep donasi online, hanya saja penyajiannya melalui platform e-commerce yang biasanya digunakan untuk transaksi barang dagangan. Hal ini membuka perdebatan tentang batasan antara jual beli dan donasi, serta bagaimana teknologi digital mengubah cara orang berinteraksi dengan nilai-nilai sosial dan spiritual.

Sampai saat ini, pihak platform seperti Shopee sedang dimintai klarifikasi mengenai keberadaan produk ‘pahala’ tersebut di situs mereka. Pertanyaan utama yang muncul adalah apakah penjualan semacam ini melanggar aturan atau pedoman yang diterapkan oleh platform tersebut.

Fenomena ini mengundang perbincangan lebih luas tentang pengawasan konten dan etika perdagangan di dunia digital. Di satu sisi, teknologi membuka banyak peluang untuk berinovasi dan beramal secara online, tapi di sisi lain, perlu adanya batasan agar nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual tidak tergerus oleh praktik yang meragukan.

Kejadian ini menjadi gambaran nyata bagaimana dunia digital dapat mempengaruhi dan bahkan merubah cara pandang masyarakat terhadap sesuatu yang selama ini dianggap suci dan sakral. Saat ini, batas antara nilai spiritual dan komersial semakin tipis, menuntut kesadaran lebih dari semua pihak agar teknologi bisa dimanfaatkan dengan bijak.

Sebagai masyarakat digital, kita perlu lebih kritis dan waspada terhadap segala fenomena yang muncul, terutama yang berpotensi merusak nilai-nilai luhur. Di tengah kemudahan teknologi, menjaga nilai-nilai kemanusiaan tetap menjadi hal yang utama agar dunia maya tidak kehilangan sisi kemanusiaannya.

sosial budaya

Fenomena Terkini






Trending