Dampak Fatal Pertambangan Timah di Kepulauan Bangka Belitung
Kuatbaca - Dalam rentang waktu 2019 hingga 2023, industri pertambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung mencatatkan angka duka yang mendalam. Sebanyak 81 pekerja tambang timah telah meninggal dunia karena kecelakaan yang terjadi selama periode tersebut. Namun, kisah pilu ini tak hanya melanda kalangan pekerja. Puluhan lubang bekas tambang atau yang dikenal dengan 'kulong' juga telah menelan 13 nyawa anak-anak yang menjadi korban tenggelam.
Pertambangan timah, yang merupakan salah satu pilar ekonomi di Kepulauan Bangka Belitung, ternyata menyimpan banyak cerita tragis. Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kepulauan Bangka Belitung, kurangnya pengetahuan dan tradisi dalam pertambangan timah telah menjadi salah satu penyebab utama dari banyaknya korban jiwa.
1. Banyak Cerita Tragis
Tradisi dan teknologi pertambangan yang dulu dipelajari dari pekerja tambang China pada era pemerintahan Hindia Belanda, tampaknya hilang dan tak lagi menjadi warisan pengetahuan di tengah masyarakat lokal. Hal ini diperparah dengan kebijakan yang menghambat masyarakat melakukan penambangan timah selama dua generasi.
Namun, dampak negatif pertambangan tak hanya berhenti pada korban jiwa. Berdasarkan pantauan dari Walhi, aktivitas pertambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung telah menyebabkan kerusakan signifikan pada ekosistem setempat. Luasan lahan yang rusak mencapai ratusan ribu hektare, termasuk kerusakan pada habitat karang, mangrove, serta lahan kritis.
Dampak tersebut menimbulkan berbagai masalah lingkungan, seperti krisis air bersih, punahnya berbagai jenis flora dan fauna endemik, serta berkurangnya populasi ikan yang menjadi sumber pangan dan ekonomi masyarakat setempat.
Pertambangan timah yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan dan keselamatan jiwa, dinilai telah mengubah bentang alam Kepulauan Bangka Belitung. Kondisi ini diperparah dengan ancaman pemanasan global yang bisa mengakibatkan Kepulauan Bangka Belitung mengalami krisis air dan pangan.
Walhi Kepulauan Bangka Belitung menyerukan pentingnya komitmen pemerintah dalam melindungi lingkungan dan masyarakat. Sejumlah rekomendasi, seperti review terhadap kajian lingkungan hidup, reklamasi pasca-tambang, serta pengakuan hak masyarakat adat, dianggap penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dan keadilan ekologi di Kepulauan Bangka Belitung.
Pertambangan timah yang berkelanjutan, aman, dan ramah lingkungan bukanlah hal yang mustahil. Namun, dibutuhkan kesadaran bersama, baik dari pemerintah, pelaku industri, hingga masyarakat, agar eksploitasi sumber daya alam ini tak lagi menelan korban dan merusak alam. Sebagai masyarakat, kita perlu terus mendukung upaya-upaya yang mendorong keberlanjutan lingkungan di tanah air kita.