Saksi Mata Ledakan Amunisi di Garut: Bekerja Buka Selongsong, Bukan Pemulung

13 May 2025 20:52 WIB
papan-peringatan-nuju-lokasi-pemusnahan-amunisi-di-garut-1747101540205_169.jpeg

Kuatbaca - Ledakan hebat yang terjadi di lokasi pemusnahan amunisi milik TNI di Garut, Jawa Barat, menyisakan duka mendalam dan cerita memilukan dari para saksi mata. Salah satunya adalah Agus Setiawan, seorang warga Kecamatan Cibalong yang turut bekerja di lokasi tersebut. Saat berbincang dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Agus menegaskan bahwa dirinya dan para pekerja lainnya bukanlah pemulung seperti yang disangkakan oleh beberapa pihak.

"Saya kerja buka selongsong peluru, bukan mulung," tegas Agus kepada Gubernur saat pertemuan di RSUD Pameungpeuk, di mana ia juga menemani Dedi mengunjungi kediaman Rustiawan, adik Agus yang menjadi korban dalam insiden tragis itu.

Bekerja Membuka Selongsong Peluru

Agus bercerita, pekerjaannya di lokasi pemusnahan amunisi adalah membantu membuka selongsong peluru kecil yang sudah tidak layak pakai. Setiap harinya, ia dan rekan-rekannya menerima upah sebesar Rp150 ribu untuk pekerjaan tersebut. "Diupah per hari Rp150 ribu," ungkapnya.

Ia juga menjelaskan bahwa pekerjaan tersebut dilakukan dalam kurun waktu tertentu, tergantung banyaknya barang yang hendak dimusnahkan. Biasanya, kata Agus, mereka bekerja selama sekitar 12 hari untuk menyelesaikan tugas tersebut. "Kalau barang datang, kami kerja. Paling 12 hari selesai. Kalau ada lagi, ya kerja lagi," jelasnya.

Agus menekankan bahwa pekerjaannya itu bukanlah aktivitas memulung atau berburu besi bekas seperti yang diduga sebagian orang. "Kami bekerja, kuli, bukan mulung. Kami tidak berburu besi bekas atau selongsong. Semua sudah ada bagiannya," tambahnya, menepis segala tudingan yang menyudutkan para pekerja di lokasi tersebut.

Penjelasan soal Video Viral

Dalam perbincangan tersebut, Agus juga mengklarifikasi mengenai sebuah video viral yang menunjukkan seorang pengendara motor mendekati lokasi kejadian pasca-ledakan. Ia mengonfirmasi bahwa momen tersebut memang terjadi di hari yang sama saat insiden ledakan amunisi, namun berbeda waktu dengan meledaknya detonator yang menewaskan beberapa orang.

Agus menilai, persepsi yang berkembang di masyarakat terkadang tidak sepenuhnya benar. Banyak yang mengira para pekerja di sana memulung barang-barang sisa ledakan untuk dijual, padahal kenyataannya mereka bekerja di bawah pengawasan dan prosedur tertentu.

Pekerjaan Berisiko Tinggi dengan Keamanan Minim

Kisah Agus membuka mata banyak pihak tentang kerasnya pekerjaan yang dijalaninya dan rekan-rekannya. Pekerjaan membuka selongsong peluru di area pemusnahan amunisi bukanlah pekerjaan ringan. Di balik upah harian yang mereka terima, risiko kecelakaan mengintai setiap saat.

Tragedi yang menimpa adik Agus, Rustiawan, menjadi bukti nyata bahwa pekerjaan ini sangat berbahaya. Ledakan yang terjadi tidak hanya menghilangkan nyawa, tetapi juga menghancurkan kehidupan keluarga para korban. Hingga saat ini, pihak berwenang masih menyelidiki penyebab pasti ledakan tersebut dan bagaimana standar keamanan diterapkan di lapangan.

Insiden ini menjadi pengingat pentingnya penegakan standar keselamatan kerja, terutama di area yang berhubungan dengan bahan peledak dan amunisi. Pihak berwenang diharapkan bisa mengusut tuntas kasus ini dan memperbaiki sistem kerja agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.

Agus dan rekan-rekannya bukan sekadar "pemulung" seperti yang disangka banyak orang. Mereka adalah pekerja yang mempertaruhkan nyawa di lokasi yang penuh risiko demi menghidupi keluarga. Insiden ini seharusnya membuka mata semua pihak akan pentingnya menjaga keselamatan para pekerja di lapangan, terutama di lokasi dengan tingkat risiko tinggi.

Kisah Agus adalah representasi dari banyak pekerja informal di Indonesia yang bekerja dalam bayang-bayang risiko besar tanpa perlindungan memadai. Tragedi di Garut seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan instansi terkait untuk memperketat regulasi keselamatan kerja dan melindungi para pekerja dari ancaman berbahaya di lapangan.

Fenomena Terkini






Trending