Jakarta -Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menduga ada upaya agar Pilpres 2024 nanti diatur hanya akan diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres. PDI Perjuangan (PDIP) menilai dugaan SBY soal Pemilu dan Pilpres 2024 akan curang untuk membidik Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dugaan SBY disampaikan saat Rapimnas Partai Demokrat 2022 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (15/9) lalu. SBY membeberkan adanya tanda-tanda Pemilu 2024 akan berlangsung secara tidak jujur dan tidak adil.
Di depan kader Partai Demokrat, SBY menjelaskan mengapa dia harus turun gunung menghadapi Pemilu 2024. SBY mendengar bahwa ada tanda-tanda Pemilu 2024 bisa tidak jujur dan tidak adil.
"Konon akan diatur dalam pemilihan presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka dua pasangan capres-cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka. Informasinya Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri bersama koalisi tentunya," ucap SBY.
"Jahat bukan? Menginjak-injak hak rakyat bukan? Pikiran seperti itu batil, itu bukan hak mereka, pemilu adalah hak rakyat, hak untuk memilih dan hak untuk dipilih, yang berdaulat juga rakyat. Dan ingat selama 10 tahun dulu kita di pemerintahan 2 kali
menyelenggarakan pemilu, selama pilpres Demokrat tidak pernah melakukan kebatilan seperti itu," lanjutnya.
Pernyataan SBY itu menuai pro dan kontra di publik, PDIP pihak yang paling keras membantah dugaan SBY tersebut. PDIP justru balik membeberkan dugaan kecurangan pilpres pada era pemerintahan SBY, di mana peroleh suara Partai Demokrat tiba-tiba melonjak.
Terbaru, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kembali bicara soal SBY menduga kecurangan dan tidak adilnya jelang Pemilu 2024 dan Pilpres 2024. Hasto menilai pernyataan SBY itu menyasar ke Presiden Jokowi.
"Karena Pak Presiden Jokowi lah yang menjadi sasaran dari Pak SBY," kata Hasto di Sekolah PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (22/9).
Hasto menjawab pertanyaan mengapa PDIP berkomentar soal kecurangan pemilu. Pernyataan SBY soal dugaan kecurangan dan tidak adilnya pemilu membuat PDIP merespons. Sebab, menurut Hasto, SBY menyasar Jokowi.
"Sehingga ketika Pak SBY menyampaikan saya melihat, saya mendengar, dan kemudian bertanya dalam forum terpenting itu wakil bukan mencederai rakyat, bukan jahat, bukan itu kan suatu pernyataan yang harus kami respons," ujarnya.
'Menyenggol' Jokowi membuat PDIP memberikan sejumlah temuan hasil penelitian dari luar negeri. PDIP justru heran mengapa raihan suara Demokrat meningkat pada pemilu-pemilu sebelumnya.
"Sehingga kami memberikan berbagai bukti-bukti yang seharusnya itu juga dijawab dengan fakta-fakta sebagaimana tulisan dari Marcus Mietzner tersebut, ya memang badan riset kami juga melakukan satu riset bahkan saat itu saya di Australia selama satu bulan dan untuk menjadi jawaban mengapa hanya partai yang bisa naik 300% di tengah era multipartai yang sangat kompleks. Bandingkan dengan kenaikan dari partai-partai yang lain dan zaman Orde Baru aja tidak ada yang langsung naik 300%," imbuhnya.
Demokrat Anggap PDIP Lebay
Ucapan Hasto Kristiyanto bahwa SBY membidik Jokowi mendapat respons dari Partai Demokrat. Partai Demokrat menganggap pernyataan Hasto berlebihan terhadap SBY.
"Jawaban saya, terlalu berlebihan lah ya PDIP, terutama juga Hasto yang terlalu berlebihan menanggapi statement dari Pak SBY kemarin," kata Ketua Bappilu Demokrat Andi Arief.
Andi menilai SBY bukan orang baru di ranah politik. Menurut Andi, ihwal yang disampaikan oleh SBY tak sekadar sebuah peringatan untuk PDIP, melainkan mengandung sarat kepentingan demi keberlangsungan demokrasi.
"Pak SBY ini bukan orang baru di politik. Dia punya segudang pengalaman. Tentunya selalu berupaya agar menjaga kualitas demokrasi Indonesia ini tidak tergerus. Jadi itu sebetulnya warning buat kita semua, bukan hanya PDIP. Jadi tidak benar kalau itu menyasar kepada PDIP tetapi menyasar kepada seluruh upaya yang ingin mematikan demokrasi," katanya.
Lebih lanjut, Andi mengatakan bahwa proses pemilu tak hanya saat pelaksanaan pemungutan suara, melainkan juga ada sejumlah tahapan sebelumnya. Andi tak mempersoalkan apabila munculnya dua paslon di pemilu nanti terjadi secara ilmiah.
Namun, yang menjadi problem yakni ketika kemunculan dua paslon itu merupakan hasil rekayasa politik. Dia kemudian menyinggung bahwa Hasto pernah menyampaikan bahwa pemilu nanti diikuti oleh dua paslon.
"Begini ya, pemilu itu kan ada dua. Pertama, hari H-nya, atau ibarat perkawinan itu resepsinya. Kedua, proses persiapannya. Proses persiapannya itu harus bagus, sesuai dengan demokrasi. Jadi kalau memang dua calon terjadi secara alamiah, misalnya tidak ada orang yang berani mencalonkan diri, itu kan proses demokrasi. Tapi kalau sudah ada upaya-upaya tertentu untuk mengatur sehingga hanya menginginkan 2 pasang saja dan 2 pasang itu yang bilang PDIP loh, melalui Pak Hasto," katanya.
"Tentunya kita sangat heran dan bertanya kenapa sampai keluar statement pernyataan itu. Nah jadi Pak SBY inikan pergaulan politiknya luas, informasi juga bukan seperti informasi sembarangan ya. Jadi ada informasi yang belum bisa kita kemukakan kepada publik bahwa memang ada upaya atau rekayasa seperti itu," lanjut dia.