Prabowo Subianto Rindu Nasi Goreng Megawati: Simbol Politik yang Sarat Makna

Kuatbaca.com -Presiden terpilih Prabowo Subianto kembali menjadi sorotan publik, kali ini bukan karena manuver politik atau kebijakan besar, melainkan karena pernyataannya yang cukup unik dan menyentuh sisi humanis: ia mengaku rindu dengan nasi goreng buatan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Bukan sekadar nostalgia kuliner, ungkapan ini dinilai sebagai simbol pendekatan politik yang penuh makna menjelang formasi pemerintahan baru pasca Pemilu 2024.
Dalam sebuah acara baru-baru ini, Megawati mengungkapkan bahwa Prabowo kerap menanyakan kapan dirinya akan memasak nasi goreng lagi untuk sang Presiden. Pernyataan itu langsung menjadi bahan pembicaraan hangat di kalangan publik dan pengamat politik. Meski terkesan ringan, isu ini berkembang menjadi sinyal kemungkinan pertemuan politik penting antar-elite nasional.
1. Upaya Menyatukan Kekuatan Politik Nasional
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai bahwa keinginan Prabowo untuk kembali bertemu Megawati mengandung pesan politik yang dalam. Menurutnya, pertemuan semacam itu sangat penting untuk menunjukkan persatuan di kalangan elite nasional, terutama menjelang masa transisi pemerintahan.
Adi menjelaskan bahwa jika para pemimpin politik, terutama mantan presiden, bersatu dan mendukung pemerintahan yang baru, maka stabilitas politik nasional dapat lebih mudah terwujud. Hal ini menjadi penting dalam konteks keberlanjutan pembangunan serta pencapaian visi Indonesia Maju yang diusung oleh Prabowo.
2. Menepis Isu Kedekatan Sepihak dengan Presiden Jokowi
Langkah Prabowo untuk membuka komunikasi yang lebih intens dengan Megawati juga dinilai sebagai strategi menjaga keseimbangan politik. Selama ini, muncul pandangan bahwa Prabowo terlalu dekat dengan Presiden Joko Widodo, dan kurang membina hubungan serupa dengan Megawati maupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Melalui kemungkinan pertemuan dengan Megawati, Prabowo tampaknya ingin menunjukkan bahwa dirinya terbuka dan menjalin hubungan baik dengan semua tokoh besar bangsa. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat legitimasi politiknya, tetapi juga menciptakan harmoni di antara berbagai kekuatan politik yang pernah bersaing.
3. Publik Sensitif terhadap Bahasa Tubuh Politik
Dalam konteks sosial-politik Indonesia, publik sangat responsif terhadap setiap pertemuan politik antar-elite. Intensitas dan frekuensi pertemuan kerap dijadikan tolok ukur kedekatan politik. Tidak jarang, masyarakat mengaitkan setiap pertemuan atau ketidakhadirannya dengan arah kebijakan atau potensi koalisi pemerintahan.
Menurut pengamatan Adi Prayitno, persepsi semacam ini wajar, mengingat rakyat Indonesia cenderung membaca simbol dan gestur dalam dunia politik. Oleh karena itu, komunikasi yang dibangun antara Prabowo dan Megawati tidak bisa dianggap sepele—bahkan hal sesederhana nasi goreng bisa menjadi simbol rekonsiliasi dan kerja sama.
4. Peluang Koalisi PDI Perjuangan dan Pemerintahan Baru
Meski sinyal pendekatan politik kian menguat, belum ada kepastian apakah PDI Perjuangan akan masuk ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun, gestur saling terbuka dan komunikasi yang intens antara kedua tokoh besar ini membuka peluang untuk kolaborasi politik yang lebih konkret di masa depan.
Prabowo tampaknya memahami bahwa membangun stabilitas nasional membutuhkan dukungan dari berbagai elemen, termasuk partai besar seperti PDI Perjuangan. Jika pertemuan dengan Megawati terealisasi, bukan tidak mungkin pembicaraan lebih lanjut tentang peran PDIP dalam pemerintahan akan segera dilakukan.