Mengubah Paradigma: Ganjar Pranowo dan Penolakan Suap di Pemerintahan Jawa Tengah

Kuatbaca - Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, membagikan kisah menarik tentang pengalamannya menolak suap saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Dialog santai yang dihadiri oleh PWI dan Dewan Pers di kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, menjadi saksi ketika Ganjar mengungkapkan keyakinannya dalam mengubah paradigma praktik korupsi di pemerintahannya.
Ketakutan akan Budaya Korupsi
Ganjar menceritakan awal mula kekhawatirannya terhadap kemungkinan praktik korupsi yang menjadi budaya di pemerintahan. Menurutnya, segala sesuatu tampak rumit dan tergantung pada uang. Adagium bahwa kesulitan adalah sesuatu yang wajar dan bahkan perlu dipersulit untuk mencegah praktik korupsi menjadi hal yang dikhawatirkannya. Kesadaran ini muncul dari riset kecil yang dilakukan Ganjar terhadap masyarakat Jawa Tengah.
Ganjar tidak menutup mata terhadap pandangan koruptif terhadap pemerintah saat ini. Dia menyampaikan bahwa banyak orang merasa sulit mendapatkan pekerjaan jika tidak memiliki akses 'orang dalam'. Pernyataan ini menggambarkan keadaan di mana nepotisme dan praktik korupsi merajalela di berbagai lapisan masyarakat.
Mengubah Sistem: Lelang Jabatan sebagai Solusi
Menghadapi temuan riset tersebut, Ganjar Pranowo membuat keputusan berani untuk mengubah sistem. Dia memerintahkan jajarannya agar tidak lagi menggunakan uang untuk naik jabatan. Pidato pertamanya dihadapan tim pemerintahan daerah adalah memberikan kejelasan bahwa setoran atau suap tidak lagi menjadi bagian dari sistem. Ganjar menggagas sistem promosi terbuka atau lelang jabatan untuk menentukan siapa yang layak menduduki jabatan tertentu.
Uji Coba Pertama: Penolakan Suap
Namun, Ganjar menghadapi tantangan nyata saat seseorang mencoba menyuapnya. Pemberian suap ini justru menjadi uji coba pertama dari kebijakan yang diusungnya. Orang tersebut tidak memahami seriusnya perubahan yang diinginkan oleh Ganjar dan mengira bahwa aturan tersebut hanya lelucon.
"Saya Dikira Berchyanda"
Dengan senyuman, Ganjar menyebutkan bahwa dia dikira "berchyanda". Istilah ini kemudian menjadi viral di media sosial dan diadopsi oleh kalangan anak muda setelah seorang mahasiswi mengucapkannya. Meskipun saat itu Ganjar sempat tersenyum dan melihat ke sekitar, ceritanya menggambarkan betapa sulitnya untuk membawa perubahan di tengah budaya korupsi yang sudah mengakar.
Ganjar tidak memilih jalan mudah. Saat disuap, dia langsung memberikan dua pilihan kepada orang tersebut. Pertama, meminta maaf secara tulus, dan kedua, memberikan uang tersebut kepada yang lebih membutuhkan. Keputusan ini menunjukkan ketegasan Ganjar dalam memberantas praktik korupsi di pemerintahannya.
Ganjar melanjutkan upayanya untuk mencegah praktik korupsi dengan memperkenalkan e-budgeting dan sistem pemerintahan berbasis elektoral. Langkah-langkah ini diambil untuk mencegah terulangnya praktik suap dan korupsi di masa mendatang.
Kisah Ganjar Pranowo tentang penolakan suap dan transformasi paradigma pemerintahannya memberikan inspirasi. Dengan langkah-langkah konkret dan keberanian untuk berdiri teguh, Ganjar membuktikan bahwa perubahan adalah kemungkinan nyata. Upaya keras untuk membangun pemerintahan yang bersih dan transparan dapat dijadikan contoh untuk mengubah paradigma pemerintahan di tingkat nasional.